Ternyata urusan soal Sasmita semalam belum sepenuhnya selesai. Sore ini, aku menemukan gadis itu di tongkrongan. Bersama dua orang temannya, dia berbaur dengan Margo dan kawan-kawan. Si kampret itu bilang, sesekali aku harus datang karena selama ini aku selalu mangkir dalam agenda nongkrong-nongkrong seperti ini. Selain karena aku tidak begitu suka keramaian, aku tidak begitu nyaman berada di tempat yang penuh dengan asap rokok. Seperti warung kopi yang aku datangi saat ini, tidak akrab rasanya kalau tidak ada pekatnya kepulan asap rokok.
"Ngerjain gue ya lo?" selidikku pada Margo karena memang dia yang menyeretku ke tempat ini, "lo bilang cuma ngopi?" cercaku dengan tatapan tajam.
"Ya ini agenda ngopi, 'kan? Ada Bian, Sakti, sama Adam—nah, ini kopi! Ngopi 'kan jadinya?"
Aku sampai tidak tahu harus berkata apa lagi. Saking clueless-nya, aku sampai tidak punya tenaga apa-apa lagi untuk melawan mereka. Aku sudah mengerahkan seluruh tenagaku untuk presentasi hari ini, jadi aku akan berhemat untuk sisa-sisa energiku selanjutnya. Sebab, setibanya di rumah, aku harus mencuci baju dan mengepel lantai. Jika energiku habis di tempat ini, bisa-bisa aku langsung jadi jelly begitu sampai di depan pintu kontrakanku.
"Omong-omong ... kenalin, Kin. Ini temen gue, namanya Sasmita. Yang ini Nagita, tapi bukan Slavina. Kalau yang ini Mika, tapi bukan Tambayong," sambar Bian, tepat setelah Margo mendorongku untuk duduk persis di sebelah gadis bernama Sasmita yang mereka bicarakan semalam.
Mau tak mau, aku menyambut uluran tangan mereka satu per satu.
"Kin." Dan memperkenalkan diri bahwa namaku adalah Kin meskipun terlalu konyol kalau mereka tidak tahu namaku. Ini adalah pertemuan terselubung. Jelas ada agenda lain dalam kegiatan ngopi sore ini.
"Sasmita. By the way, Bian banyak cerita soal kamu."
Aku tersenyum tipis, bingung harus menanggapinya bagaimana. Tak lama setelah aku duduk, Bian datang dan meletakkan segelas es teh di hadapanku. Rupanya dia ingat bahwa aku lebih suka es teh daripada kopi. Di pertemuan ini, semua orang terlihat cukup menikmati, kecuali aku yang bahkan nggak memiliki tenaga sama sekali untuk menimbrung. Mereka saling melempar obrolan dan menertawakan gurauan yang mereka anggap lucu.
Omong-omong soal Sasmita, aku sepertinya setuju pada orang-orang yang menyebutnya cantik. Rambutnya hitam panjang bergelombang. Bulu matanya lentik, dengan alis tebal yang membingkai mata almond-nya yang jernih. Sasmita memiliki wajah yang tidak membosankan karena dia memiliki sepasang lesung pipi yang membuatnya terlihat semakin manis—apalagi saat dia tersenyum. Jika ada seseorang bertanya apakah aku tertarik dengan paras itu, pasti aku jawab iya. Normalnya, laki-laki mana yang tidak tertarik pada perempuan cantik? Namun, jika dibanding dengan Rebecca, Sasmita jelas tidak ada apa-apanya. Demi apa pun, aku tentu saja akan memilih pacarku!
"Kamu nggak pesan kopi? Yang aku pesan ini enak loh, caffè latte. Mau coba nggak?" tanya Sasmita. Dan ketika gadis itu bersuara, obrolan seketika berhenti. Mereka yang semula sibuk membahas agenda anak-anak BEM, tiba-tiba saja beralih fokus pada Sasmita.
"Nggak, makasih. Lebih suka es teh daripada kopi," jawabku. Saat menoleh ke Margo, aku justru menemukan anak itu mengulum bibirnya susah payah. Aku tahu, dia sedang mati-matian menahan diri agar tidak tertawa terbahak-bahak sekarang.
"Selain ngampus, kamu ada kesibukan lain?" Sasmita melemparkan pertanyaan lain.
Sesekali aku mencuri pandang ke arah Bian dan kawan-kawan. Sedikit berharap bahwa mereka akan membebaskanku, atau setidaknya membantuku menguraikan situasi awkward ini. Namun, sayangnya mereka tak banyak membantu. Sakti malah pura-pura sibuk dengan ponselnya dan tidak menghiraukanku sama sekali.
"Lagi freelance aja."
"Oh ya? Freelance apa?" Gadis itu langsung memperlihatkan wajah antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Kin SEASON 2 [PREVIEW]
Teen FictionDengan segala keterbatasan, Kin Dhananjaya memulai perjalanan untuk mencari tahu arti sebuah kedewasaan. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk keluar dari rumah dan memulai kehidupannya sendiri-di sebuah kota yang akhirnya kembali mempertemukannya den...