.☘︎ ݁˖ 𝔅𝔞𝔟 ℑ𝔛

6 3 0
                                    

Seorang peri paruh baya hanya bisa menatap nanar pada tabir berupa selaput tipis tak kasat mata di depan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang peri paruh baya hanya bisa menatap nanar pada tabir berupa selaput tipis tak kasat mata di depan mata. Sungguh tak dapat dipercaya, tiga lapis tabir pelindung, biasa disebut kekkai, robek oleh sesuatu. Ketika diamati dari dekat, lapisan terakhir mengalami robekan paling parah. Jika dilihat dari besarnya kerusakan, lapisan terdalam seperti mendapat tekanan begitu besar. Seolah sesuatu memaksa masuk hingga mendorong dengan tekanan paling kuat.

Bulir-bulir air membasahi keningnya. Peri berambut panjang nan putih menyeka kening, lantas menyadari bahwa sang raja kehidupan tengah memamerkan sinar adidayanya sampai mampu menyelinap ke sudut terdalam sekalipun. Membuat peri dengan lencana sepasang sayap di kerah bagian kanan tak sabar ingin segera menyudahi tugas mahapenting ini.

Sementara matanya masih terpaku pada tabir pelindung, dari kejauhan muncul sosok peri berpenampilan tak biasa. Gaun panjang berlengan sampai siku, ditambah satu Tiara kecil menghiasi kepalanya. Sepasang sayap berukuran besar perlahan mengecil seiring memijaknya kaki di atas permukaan tanah. Rautnya meneriakkan kekhawatiran kala melihat kondisi kekkai.

"Bagaimana, Rolai?"

Peri pengawas tabir, Rolai, membungkuk seraya menekuk lengan kanan ke dada–memberikan salam hormat. "Buruk, Yang Mulia," Terlihat di tiga peri khusus berusaha mengurangi besar lubang dengan menutup setiap lapisan. Namun, lubang malah kian melebar. Rolai mulai kehabisan akal mengatasinya. "saya tidak melihat adanya titik terang dari masalah ini."

Peri dengan cahaya menghangatkan itu, Kimo Quee, lantas menoleh pada tangan kanannya. "Bagaimana menurutmu, Uimo?"

Peri berponi itu membungkuk sebelum berkata, "Mohon ampun, Yang Mulia, tetapi saya pun berpikir demikian. Saya khawatir, Peperi akan terkena dampaknya jika dibiarkan lebih lama."

"Apa kau punya rencana lain?" Kimo Quee beralih pada Rolai.

"Untuk sekarang, memang masih ditangani Niucj–peri berkekuatan sihir lever tinggi– muda. Namun, saya akan minta bantuan dari peri pengawas lain jikalau memang sewaktu-waktu dibutuhkan. Yang jelas, saat ini kami tetap terus berjaga-jaga agar lubang tidak semakin lebar," jelas Rolai meski dalam hati ia masih tidak yakin.

Dalam benak pemimpin negeri Peperi, terlintas situasi Peperi di masa lampau. Sedikit demi sedikit wilayahnya hilang satu per satu layaknya debu-debu yang beterbangan. Satu desa tercerai, disusul desa lain, lalu merambat sampai kota. Cukup satu kali saja ia menyaksikan, tanpa ada kali kedua.

Kimo Quee mengeratkan kepalan tangannya. "Kerahkan seluruh pasukanmu. Cegah semaksimal yang kalian bisa kalau tidak mau Negeri Peperi mengalami nasib yang sama seperti dahulu," titah pemimpin Peperi penuh wibawa.

"Baik, Yang Mulia."

Hingga pembicaraan selesai, matahari tetap berdiri angkuh, sembari sinarnya menyapa hangat tiap jengkal penduduk Negeri Peperi. Belaian hangatnya sampai mampu melelehkan benda apa saja. Sekaligus sebagai peringatan agar tidak meremehkan keberadaannya di atas sana. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐁𝐞𝐥𝐞𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐀𝐧𝐚𝐧𝐝𝐚 𝐝𝐢 𝐍𝐞𝐠𝐞𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐩𝐞𝐫𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang