Selamat petang guyss😆😆😁
Iya gue random banget nongolnya.
Maklum ya rang sibuk🤣😂
Sebenernya udah dua hari ini di rumah sih, libur badai topan. Tapi moodnya baru skarang. Apapun itu yg penting gue mo balek deh🤣
Selamat baca, selamat malam y'all
Pove Namtan-View liat Milklove;
Kedekatan yg aneh
keakraban yang aneh
Kelengketan Cap apa ini? Beli lem di warung mana sampe selengket ini?
“Ah!” Namtan menjerit, memukul kaki View. Baru sadar kalau dia telah tidur diantara lipatan bokong teposnya yang lancip. Dikira bantal, ia cuman cari sedikit empukan semalam.
Efek tidur di lantai karpet warna pink. Tepatnya ruangan TV.
“Jangan kentut bangsat!” Lalu memukul pantat lancip View saat wanita itu mengeluarkan gas paginya.
“Oh, pusing sekali.” View bangun dengan susah payah. Menjotos muka Namtan dengan telapak tangan besarnya hanya untuk balas dendam. “Rasanya kepalaku mau dilepas dulu lalu dipasang lagi kalau sudah ringan.” Ia memijit belakang kepala yang berdenyut dengan cara menyakitkan.
View jadi menyesal telah minum banyak semalam. Sambil regangkan badan yang terasa remuk. Ia membuka mata lebar, menyusuri pandangan ke seluruh ruangan. Bingung dan heran langsung datang dari mukanya. Bertanya-tanya tempat siapakah ini?
“Ini apartemen siapa?”
“Apartemen Love.” Namtan menjawab. Menarik celana pendek View buat menopangnya bangun dan berdiri.
“Dia semalam antar kita bertiga?” View melototkan mata seketika, sambil menarik celana melorotnya. Mengingat samar mereka masuk mobil sambil diborgol, digiring seperti bebek saat sampai Lobby, lalu digolerkan ke lantai layaknya seonggok sayur pasar.
“Siapa lagi, lalu?” Namtan menepuk belakang kepala untuk hilangkan sedikit pengar disana, untuk kemudian ambil langkah buat ke dapur. Tapi malah temukan Love yang tengah bikin sarapan—dengan Milk yang sesegukan sambil memeluk kedua paha si cantik yang tampak tenang dengan kelakuannya.
“Kenapa dia bertingkah seperti hewan adopsi?” Namtan menuding pada si leher panjang. Seriusan, Milk sedang apa memeluk paha Love seolah meminta belas kasih seperti itu? Nangis-nangis lagi orangnya. “Dia sudah gila, ya?” efek semalam masih ada, ya?
“Hush. Diam. Kalau mau minum ambil sendiri. Kamu tahu laci obat dimana, ambil sekalian buat View—“ Love melirik pada View yang tampak berputar-putar mengelilingi meja seperti kehilangan akal. “—kasih dia minum juga.” Biar sadar sedikit.
“Terus ...” Namtan masih menatap Milk dan penasaran kenapa tingkahnya demikian. “Milk bagaimana?”
“Biar aku yang urus.”
Mendengar ‘biar aku yang urus’, rasanya jadi sesuatu yang terlalu personal bagi Namtan. Love jarang mengurusi sesuatu dengan sendiri, terutama bentukannya manusia kecuali Bapaknya saja.
Apalagi saat ia sudah minum obat pengar dan menjejali View dengan hal yang sama. Ia malah melihat Love bicara pelan dengan Milk di dapur. Hampir tak terdengar apa yang dikatakan. Tahu-tahu si jerapah itu masuk kamar Love seperti tuan rumah.
Lebih tak masuk akal lagi, saat ia selesai sikat gigi, cuci muka di kamar mandi dekat dapur. Ia melihat Milk sudah mandi dan ganti baju—eh, bukan baju, sih. Tapi Daster, kepunyaan Love—yang tampak sedikit mengetat di badan jangkungnya.
“Kamu betulan sudah gila, ya?” ia bertanya langsung pada orangnya. Menatap Milk dengan heran, sambil duduk untuk menunggu sarapan. Masih kasih tatapan seolah punya kalimat berisi, ‘kenapa kau pake daster padahal bisa pakai hoodie atau kemeja besar Love tanpa harus jadi jerapah gunakan pakaian zebra’.
“Aku tidak gila.” Milk langsung melotot tak suka. Seolah tatapan mata mereka sudah saling berbicara. Mending ia bangun saja lalu bantu si Cinta yang masih sibuk di dapurnya.
“Ada yang aneh.” View yang baru cuci muka, duduk di samping Namtan sambil menatapi kedua orang di dapur sana.
“Milk pakai daster milik Love?”
“Ada lagi yang aneh.” Matanya masih menatap interaksi penuh senyum keduanya yang tampak begitu janggal. Kok, bisa?
“Milk juga pakai dalaman milik Love, lalu tikusnya keluar dari sarang.”
“Hah?!” View padahal mau bilang melanjutkan dengan sesuatu yang lain. Tapi reflek tanya, “kok, kamu lihat sih?! Pengangguran sekali.” Itu informasi yang tidak berguna karena masih ada topik yang buatnya penasaran.
“Orang dia tadi duduk ngangkang kaki depanku, mana tahu bakal kelihatan pemandangan seperti itu.” Namtan jelas membela diri.
Tapi View cuman mengetat alis sambil kembali menatap dua sejoli di dapur sana yang tampak keakraban. Mulutnya lalu mengubah topik kotor dari Namtan yang masih kelihatan trauma melihat.
“Mereka sudah jadian pas kita tidur, ya?” Barangkali begitu. Mana tahu yang dilakukan Milk semalam saat ada di apartemen Love begini.
“Kayaknya, sih.” Namtan menggumam pelan. Untuk memilih diam saat keduanya datang bersama piring sarapan—nasi goreng telur mata sapi yang kelihatannya lezat. Wangi bawangnya mengharumi seluruh ruangan. Wah, enak ini.
“Kalian sudah pacaran?” Namtan yang masih penasaran, langsung tanya tanpa basi-basi saat Milk memundurkan kursi agar Love bisa duduk.
“Kita sudah tunangan.” Milk malah jawab dengan lantang. Mengangkat satu tangan Love dengan cincin pemberiannya dengan muka bangga.
Yang ditanggapi oleh Namtan-View langsung berseru;
“HAH?!”
kemudian dijelaskan keduanya setelah makan, diruang TV—dengan Milk tengah merentangan tangan lebarnya, sementara si perempuan yang tampak kaku kemarin, kini menyandarkan setengah badannya pada si Jerapah Berdaster. Seolah semuanya wajar. Seperti penolakan semalam terlupakan.
“Kamu tahu kan kalau Ayahku bisa membuatmu melupakan mantan-mantanmu itu?”
“Iya.” Namtan mengangguk ingat, ia tahu kalau Ayah Love bisa terapi hipnotis dengan sangat akurat. Pekerjaannya memang seperti itu. Love pernah bilang kalau Bapaknya jarang di rumah karena sering ‘bepergian’ alias panggilan pekerjaan, kadang di luar kota, juga bisa sampai luar negeri jauhnya.
“Wait—“ pikiran cerdasnya langsung bekerja. Mengerti kenapa kedekatan yang tiba-tiba ini, pasti karena ulah Ayah Love sendiri.
“Bapakmu melakukan ini sama kalian berdua?”
“Yupp.” Milk langsung mengangguk. Menerbangkan kakinya untuk berpangku ke paha lain. Perlihatkan celana dalam pink—yang jelas punya Love.
“Maksudnya bagaimana, sih?” View yang masih pusing, malah disuruh mikir. Meski ia memukul kepala biar sakitnya hilang. Namun usahanya terasa percuma. Ia butuh minum air lemon segentong biar melek.
“Milk dan aku sudah pernah jadi kekasih sebelumnya—“ Love menjelaskan.
Tentang masa SMA mereka, jadian pas kuliah. Termasuk putusnya bagaimana. Hingga ia memilih jadi artis hanya untuk bertemu Milk lagi.
“Wah.” View masih memijat belakang kepalanya yang sakit. Merasa takjub sama cerita yang kelewat bohong tapi kenyataan. “Hebat sekali, meskipun sudah coba dipisahkan. Kalian berdua pada akhirnya bertemu dan jatuh cinta lagi.”
“Tapi kalian berdua bilang soal ini pada kita? Jadi artinya?” kalau dihubungan sebelumnya mereka tak berani bicara. Lantas kenapa sekarang mereka terbuka lebar cerita detail begini? Bukankah harusnya jadi rahasia sama seperti sebelumnya?
“We have plans?” Love bicara. Setelah hadapi Milk bangun pagi dengan ingatan sempurna. Wanita itu memang sempat panik, lalu menangis memeluk Love yang baru saja keluar kamar. Dengan mulut bergetar dan pikiran hampir kacau. Si dia bilang padanya;
“Jangan rahasiakan ini lagi. Jangan biarkan Ayahmu melemahkan hubungan kita berdua. Ayo, menikah denganku. Lalu kita buat berita nikah kita dalam jumpa pers. Dengan begitu, Bapakmu tak bisa menghalangi hubungan kita berdua. Karena dia takkan bisa membuat semua orang lupa.”
Jadi rencana mereka adalah;
1. Pernikahan.
2. Meminta restu pada Mami-Papi Milk.
3. Tetap merahasiakam sampai hari pernikahan dari Ayah Love.
4. Menikah di luar negeri menjadi pilihan yang baik, selain tak ada media, mereka ingin melangsungkan acara dengan damai tanpa gangguan.
5. Mereka akan pulang dari pernikahan untuk langsung bicara pada media, katakan bahwa mereka telah menikah.
6. Lalu terakhir, bilang ke Bapak Love tentang ini.
Jangan lupa, beli apartemen kosong di sebelah kediaman Love. Yang dibikinkan pintu rahasia di balik lemari sepatunya.
“Ini cuman buat jaga-jaga.” Kalau rencana mereka berantakan. Setidaknya mereka sudah punya hal lain untuk perbaiki kerusakan yang mungkin terjadi.
“Yupp.” Milk mengangguk setuju. Tidak ada yang tahu apa yang Bapak Love mampu lakukan demi memisahkan keduanya. Hal buruk bisa terjadi kapan saja.
Keduanya menatap kamar yang sudah di dekorasi sedemikian rupa. Berisi foto kenangan, barang, hingga bingkai foto pre-wed yang super besar di samping tempat tidur.
“We can do this.” Milk memegang tangan Love, menatap matanya dengan penuh harapan. Biar kegugupan itu reda, biar keraguan itu sirna. Ia akan perjuangkan mereka.
“Yes, we can.” Love tersenyum meyakini. Melupakan segala risau dalam pikiran. Menarik tengkuk Milk buat turun sejajar dengannya.
Saat tangan besar itu merangkul seluruh pinggang. Ia cium bibir itu dengan kepala mendongak, tangan lainnya masuk meremas rambut. Memperdalam dekap mulut. Mencium seolah hari esok mungkin tak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thin Line
FanfictionJodoh tidak ada yang tahu, hati-hati dengan semua perkataanmu.