Bab 2

92 12 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*******

Di dalam ruangan berwarna putih yang dipenuhi aroma obat-obatan, terdapat dua pria dan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun. Sementara itu, seorang remaja laki-laki berdiri di samping mereka, memperhatikan dengan cemas. Ada  seorang wanita berambut panjang terbaring tak sadarkan diri. 

“Kok Kak Niza belum sadar-sadar juga?” ucap Niko, mulai merasa bosan dan gelisah. Setelah pulang sekolah, dia berharap bisa beristirahat, tetapi malah mendapatkan kabar mengejutkan bahwa kakaknya tertabrak mobil. 

Beberapa menit wanita itu mulai membuka matanya perlahan, dan tangannya bergerak pelan.

“Niza!” panggil Delisa dengan nada cemas.

“Badan gue sakit,” batin wanita yang sedang terbaring, merasakan ketidaknyamanan yang menyeluruh.

“Tunggu!” pikirnya lagi. Dia merasakan ada yang berbeda pada dadanya; rasanya seperti membesar. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia mulai memandang ketiga orang yang sedang memperhatikannya dengan ekspresi campur aduk.

“Si—siapa kalian?” ucap wanita itu dengan suara lemah.

“Huu! Aktingmu enggak lucu!” seru Niko sambil melipat tangannya di depan dada, tampak kesal.

“Bro pikir dia sedang amnesia,” sahut Ammar.

“Papa, anaknya lagi sakit malah bercanda,” Delisa menambahkan dengan nada khawatir, menggelengkan kepala melihat tingkah mereka.

Namanya Azka, pria yang menolong Niza, kini jiwanya terperangkap dalam tubuh Niza, seorang perempuan. 

Azka mulai meraba dadanya, matanya melotot penuh kebingungan. Sejak kapan dia memiliki bentuk tubuh seperti ini? Dengan rasa ingin tahu yang menggelora, dia juga meraba kepalanya dan terkejut mendapati rambutnya tiba-tiba panjang.

“Tidak!” teriaknya, suaranya penuh kepanikan.

“Kenapa sih kamu, Niza? Ini rumah sakit, jangan teriak-teriak!” ucap Delisa.

“Ini,” tunjuknya pada dadanya, wajahnya menunjukkan kebingungan.

“Sejak kapan ini tumbuh?” tanyanya, masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

“Lah, emang tumbuh dari sononya, bego!” ucap Delisa sambil menoyor dahi anak gadisnya, membuatnya semakin bingung dengan situasi Niza.

“Lah, saya cowok loh, Tante!” seru seseorang yang merasa dirinya masih pria.

“Cowok? Dari lahir juga kamu cewek, Niza. Ngawur banget kalau ngomong!” balas Ammar.

“Apaan sih, Niza? Jangan aneh-aneh! Lagi sakit malah bercanda,” ucap Delisa dengan nada kesal.

“Siapa yang bercanda? Niza siapa? Saya enggak kenal, saya Azka loh!” seru seorang pria yang mengaku sebagai Azka.

“Kayaknya Kak Niza mulai gila deh, Pa,” ucap Niko, merasakan keanehan yang semakin mencolok dari kakaknya.

“Sepertinya Papa juga mau gila melihat tingkah aneh kakakmu,” tambah Ammar, geleng-geleng kepala.

Sementara itu, di ruangan lain, seorang pria menangis dalam kebingungan dan frustrasi, menyadari perubahan yang dialaminya.

“Kenapa kamu malah menangis, Azka? Kenapa jadi cengeng begini?” tanya Andin, berusaha menenangkan anaknya yang terisak.

“A-Azka? Siapa Tante? Saya Niza!” serunya sambil terisak, menghapus ingus yang mengalir dari hidungnya.

“Niza? Jangan bercanda, Azka,” jawab Andin.

“Plis deh! Tante itu siapa saya enggak kenal, terus kenapa tubuh saya seperti ini,” ucap pria yang mengaku wanita.

“Saya cewek,” lanjutnya.

Lalu pintu kamar rawat itu terbuka menampilkan seorang pria “Mau jadi cewek kamu?” ucapnya.

“Sebetulnya saya seorang cewek. Jangan-jangan om dan tante ini sudah melakukan operasi pada saya ya?” ucap seorang pria yang mengaku sebagai wanita, merasakan perubahan dalam tubuhnya.

Namanya Azka, dan jiwanya harus berada dalam tubuh seorang wanita bernama Niza, begitu juga sebaliknya. Sementara itu, Niza sedang mengalami menstruasi. Apakah Azka perlu menggunakan pembalut? Di sisi lain, cairan darah terus mengalir.

Di sebuah ruangan lain, seorang pria yang berada dalam tubuh wanita mengalami kesulitan untuk memakai pembalut.

“Cepat, pakai pembalut,” perintah Delisa kepada ibu Niza.

“Gimana cara pakainya?” tanya Azka dengan kebingungan.

“Ya Tuhan! Dipakai di situmu, lah. Lama-lama kamu jadi ngeselin, Niza!” Delisa menjawab dengan kesal.

“Gimana? Enggak tahu,” ucap Azka dengan bingung.

“Lo lupa cara pakai pembalut?” tanya Niko yang duduk di kursi.

“Gue enggak tahu cara pakainya,” balas Azka.

“Kayaknya benar deh, Ma, otak kak Niza udah agak bengkok akibat kecelakaan,” ucap Niko sambil berjalan mendekati kakaknya yang sedang kebingungan itu.

“Gini nih,” ucap Niko sambil mengambil pembalut dan mulai memberikan tutorial.

“Lo tempelin di kol*r lo, terus pasang di situnya,” lanjut Niko dengan percaya diri, seolah sudah sangat paham cara pakainya.

“Kok lo tahu? Kan lo cowok,” tanya Azka, merasa heran.

“Tutor YouTube,” jawab Niko santai.

“Ngapain lo nonton tutor kayak gitu?” tanya Azka sambil menyipitkan matanya.

“Penasaran doang,” jawab Niko

“Udah, cepat ganti pembalutmu!” seru Delisa dengan nada sedikit marah.

“Emak siapa sih, marah-marah terus,” balas Azka.

“Berisik! Cepat ganti, sudah tembus itu. Bisa enggak gantinya?” tanya Delisa tegas.

“Dibisa-bisakan,” jawab Azka ragu.

“Kalau enggak bisa, biar Mama yang bantu pasangin,” kata Delisa.

“Astaga! Malu!” seru Azka dengan wajah memerah.

“Pinjam HP lo dong,” pinta Azka kepada Niko.

“Buat apa?” tanya Niko curiga.

“Tutor YouTube,” jawab Azka.














TBC

.

Ketika Jiwa Tertukar [REVISI BAB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang