Bab 8

36 6 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sedangkan di sisi lain. Niza sedang memasak, membuat Denny dan Andin saling menatap. Tiba-tiba, anak semata wayang yang berjenis kelamin pria itu menunjukkan kemampuan memasak yang mengejutkan.

Niza meletakkan hasil masakannya dan kemudian duduk bersama Andin dan Denny. Ia meminta Andin untuk tidak memasak dan membiarkannya yang menyiapkan sarapan pagi. Menu sarapan pagi yaitu nasi goreng dan bubur kacang hijau.

Denny dan Andin ragu untuk mencicipi masakan anak mereka. Namun, mereka merasa perlu mencobanya karena anak mereka sangat bersemangat saat memasak. Keduanya terkejut ketika merasakan betapa lezatnya masakan tersebut dan bumbu yang pas. Padahal, Azka tidak pernah memasak sebelumnya, biasanya, ia akan meminta ibunya untuk membuatkan hidangan tersebut.

“Azka, rasanya sangat pas,” ucap Andin.

“Bagaimana kamu bisa melakukannya? Ibu sangat terkejut,” lanjut Andin.

“Diajarkan Ibu saya, Tante,” jawab Niza, lalu menyadari ucapannya.

“Ah, maksudnya, aku belajar dari video tutorial masakan. Enggak nyangka juga bisa enak seperti ini,” ucap Niza.

Andin menganggukkan kepalanya dan melanjutkan sarapannya. Kemudian Denny bersuara, “Hari libur begini, tumben kamu tidak olahraga pagi? Biasanya, pagi-pagi buta sudah keluar untuk lari.”

“Itu—itu, eh, belum sempat, soalnya aku lagi pengen masak,” ucap Niza gelagapan. Kemudian Denny hanya mengangguk paham.

Setelah semua selesai sarapan, Andin membereskan sisa-sisa makanan sementara Niza hendak menuju kamar.

“Bagaimana dengan lombamu? Masih ingin lanjut dengan kondisimu saat ini?” tanya Denny saat menghampiri Niza yang hendak masuk ke dalam kamar.

“Hah? Lomba renang?” ucap Niza terkejut.

“Kamu lupa? Di kampusmu ada lomba renang, dan jika kamu menang, kamu berjanji akan meminta Ayah membelikan mobil sport,” jelas Denny.

“Tidak ingin mobil sport?” tanya Denny lagi.

“I–itu, ah, iya, tidak ingin ha-ha-ha,” jawab Niza dengan gelagapan.

“Yakin? Jadi kamu ingin mengundurkan diri?” tanya Denny.

“Masalahnya, aku belum latihan, jadi pasti akan kalah,” ucap Niza.

“Kamu sudah berlatih beberapa hari lalu sebelum kecelakaan,” kata Denny.

Niza ragu untuk melanjutkan lomba tersebut karena sebenarnya ia tidak bisa berenang. Ia meratapi nasibnya dalam tubuh pria yang super aktif, terlihat dari berbagai aktivitasnya seperti olahraga, mengikuti lomba, dan melukis.

Setelah itu, Azka dan Niza memutuskan untuk bertemu di sebuah pantai, tempat yang dipilih Niza karena ia sangat ingin ke pantai.

Setelah tiba, Azka melihat Niza duduk di tepi pantai, menatap ke depan sambil menikmati suara ombak.

“Kenapa? Kabar buruk apa?” tanya Azka, mengingat Niza sebelumnya meneleponnya mengabarkan kabar buruk.

“Kabar buruknya adalah lo ikut lomba renang dan gue terjebak dalam tubuh lo, jadi gue harus menjalani kehidupan lo,” ucap Niza.

“Lo minta sama Bapak lo, kalau lo menang, Bapak lo akan belikan mobil sport, kan?” tanya Niza.

Azka kemudian duduk di samping Niza. “Emang iya,” jawabnya singkat.

“Enggak apa-apa, Niza, gue rela kok, tidak mendapatkan mobil impian gue,” ucap Azka sambil memegang dadanya dengan dramatis.

Niza terdiam, menatap ke depan ke arah pantai dan memilih untuk tidak menjawab ucapan Azka. Sementara itu, Azka melihat Niza dengan senyuman.

“Ternyata gue cakep ya,” ucap Azka.

“Idih, najis!” balas Niza.

Azka memegang kedua pipi Niza. “Lo pasti tertarik sama gue, kan? Kapan lagi lo masuk ke tubuh pria idaman, dengan wajah tampan dan perut berotot?” ucap Azka.

“Lo lihat gue, harus masuk ke tubuh cewek yang enggak bahenol, rata—” ucap Azka terpotong karena sebuah tangan menutup mulutnya.

Tatapan mereka saling bertemu, menatap satu sama lain. Layaknya drama Korea. Diiringi suara ombak yang tenang, Angin yang lembut berhembus dengan suara lembut.

Niza semakin memajukan wajahnya, semakin dekat. Membuat jantung Azka berdegup kencang.

Seperti yang dibayangkan, bahwa Niza seperti hendak mencium Azka. Namun kenyataannya Niza mengambil sehelai daun kering di atas kepala Azka.

"Daun," ucap Niza. Lalu, menjauhkan wajahnya.

“Lah, sejak kapan ada daun, emang di sini ada pohon?” ucap Azka melihat sekeliling dan melihat satu pohon yang tidak jauh.








“Lah, sejak kapan ada daun, emang di sini ada pohon?” ucap Azka melihat sekeliling dan melihat satu pohon yang tidak jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC


.



.




.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Jiwa Tertukar [REVISI BAB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang