Noted; author nya galak, ga usah ada kepikiran buat jiplak😾🫵🏻
☆
☆
☆☆
☆
☆
☆☆☆☆☆Malam itu, sepulangnya arsam dari rumah kediaman jenderal Haidar, ia memutuskan untuk segera memasuki kamarnya sesaat setelah salam masuk ia ucapkan. Seperti malam sebelumnya putra sulung keluarga purnama Kembali membuat kedua orang tuanya kebingungan akan tingkahnya.
“sudahlah pak, mungkin dia cape. Biarkan dia istirahat, untuk makan makan-nya biar ibu yang antarkan” saut bu dira kala sadar akan sang suami yang menatap sinis ke arah sang putra. Wanita itu mendekati suaminya, tersenyum lebar dengan membantu melepaskan kacamata kotak kesayangan sang suami. Memastikan serta, meyakinkan jika semuanya akan baik-baik saja.
Berbeda dengan arsam yang kini sudah siap dalam posisi tidur rebahannya. Menatap langit-langit rumah seakan membayangkan berbagai bintang yang harus ia dapatkan. Tidurnya erat memeluk telfon jadul era 80 an. Bagaimana tidak-? Pulang dari rumah besar jenderal haidar yang biasanya hanya mendapat bentakan kini pulang bak membawa serta piala bergensi club.
Tak pernah sejauh ini sebelumnya ia berharap tentang putri jenderal Bintang empat itu. Begitupun dengan rena, tolakan yang sebenarnya menutupi rasa salah tingkahnya kini benar-benar membuatnya akan dijaga oleh pria yang selalu mengisi fikirannya selama ini.
“seperti sajak puisi Sejarah, fikiran ini tak bisa melupakkan-nya.” bisik rena dalam sunyinya malam, menatap atap kosong dengan pandangan penuh angan dan harapan esok hari. Detik selanjutnya ia memejamkan matanya, berdoa agar tidurnya taka da yang mengganggu meski dalam bentuk mimpi.
*****
Ahad, 02 juni 1987
Malam hari itu arsam bersiap cukup lama, mengenakan baju dinas dengan rompi hitam untuk atasannya. Laki-laki itu masih saja bergulat dengan beberapa baju yang ia siapkan kedalam ransel besarnya. hingga beberapa menit kemudian setalah semuanya dirasa cukup untuk keperluannya nanti, laki laki itu kini keluar dari kamarnya, meminta izin dan doa dari kedua orang tuanya.
Entah apa yang tengah ia rasakan malam itu, dirinya perlahan menjalankan motornya keluar dari perkarangan rumahnya. Arsam merasakan ada getaran hebat dalam fikiran dan hatinya. Amanah begitu besar dari jenderal Haidar merupakan salah satu dari sekian banyak amanah yang ia tanggung menjadi Amanah dengan beribu-ribu ketakutan.
Motor besar berwarna abu dengan nuansa 80 an yang begtu melekat, seketika berjalan begitu cepat bak kereta inggris pada jamannya. Bukan hanya tak sabar bertemu dengan sang pujaan hari, tetapi ia juga takut jika datang dengan terlambat meski 10 detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Expulsion
Fanfiction"Cantik, harapan saya kali ini adalah menjadi masa depan mu ren" bisik arsam pelan yang hanya terdengar oleh angin malam yang kian menusuk tubuhnya.