"Lo okay?"Hawa mengusap kasar kedua matanya lantas mendongak menatap sosok pemuda berjaket hitam di hadapannya. Haidan mengamati Hawa dengan kening berkerut dalam.
"Oke kok, hehe," Hawa mengangguk sambil mengulum senyumnya. Ia memutus kontak langsung dengan Haidan yang masih mengamati pergerakannya. Hawa menoleh ke kanan dan kiri, ia membelalakkan mata tak sadar bahwa telah menyeret Haidan hingga ke jalan besar yang cukup jauh dari pedagang kaki lima.
"Eh? Kita dimana ini? Aduh, Haidan maaf ya, gue tadi tiba-tiba aja reflek nyeret lo sampe sini," kata Hawa dengan suara pelan tak enak hati. Suaranya yang sudah pelan teredam oleh bunyi kendaraan yang simpang siur.
"Gue juga heran, lo asal jalan aja nggak liat arah juga," balas Haidan. "Lo tunggu sini dulu, gue mau ambil motor, jangan kemana-mana!"
Hawa mengangguk, mendadak perasaannya cemas. Karena ia tidak tahu posisinya sekarang dimana. Hawa dengan kemampuan mengingat jalan yang sangat lemah. Memang dasar anak rumahan! Hawa melihat Haidan yang berlari menuju ke tempat penjual makanan pinggir jalan, dari arahnya memang terlihat tapi lumayan jauh. Hawa meruntuki kebodohannya sendiri, ia bahkan tadi tidak berpamitan dengan Adam. Ah? Adam? Hawa menggelengkan kepala, ogah mengingat nama itu lagi. Sudahlah, ia mau melupakan Adam.
"Lo ngelamun di pinggir jalan gini, nggak takut kesambet setan?"
Hawa terlonjak kaget, tiba-tiba saja Haidan sudah berada di depannya dengan motor dan juga helm yang terpasang di kepalanya. Hawa cengengesan sambil menggaruk rambutnya yang lepek.
"Gih naik, gue antar lo pulang," titah Haidan. Hawa langsung naik ke jok belakang.
Selama perjalanan, tidak ada yang membuka obrolan. Haidan melirik spion untuk melihat Hawa. Perempuan itu terlihat melamun lagi. Rambutnya yang tergerai bergerak bebas menutupi sisi-sisi wajahnya yang cantik. Haidan sangat menyukai pemandangan ini, menatap Hawa lama membuatnya candu. Haidan yang tak biasa diam, berhasil menarik perhatian Hawa.
"Lo ada kegiatan hari ini, kok pulang sampe malam?"
Suasana jalan yang tidak terlalu rame dan Haidan yang mengendarai motor dengan santai, pertanyaaan lelaki itu mampu ditangkap oleh Hawa. Perempuan itu sedikit condong ke depan, supaya suaranya bisa di dengar oleh sang pengemudi.
"Iya, gue ada seminar sama dosen gue."
"Sama Adam juga?"
Hawa diam dan kebetulan Haidan bisa melihat perubahan mimik wajah Hawa yang berubah tegang.
"Heem."
Begitulah jawaban singkat Hawa. Haidan mengangguk mengerti. Obrolan singkat itu pun selesei bersamaan motor berhenti di depan rumah besar. Hawa turun dan tersenyum.
"Makasih Haidan, sorry ya gue jadi ngrepotin lo malam ini."
Haidan melepas helm, mengacak rambutnya lantas mensejajarkan pandangannya ke Hawa. Sekali lagi, Haidan menatap intens Hawa sementara yang ditatap mendadak gugup.
"Kenapa, Dan?"
"Ehm, seharusnya gue nggak berhak bertanya ini, tapi sedaritadi gue penasaran aja. Lo boleh jawab atau nggak, bebas. Lo ada apa sama si Adam tadi? Eh? Adam kan ya namanya, ketua Ukm Fotografi?"
Hawa menggaruk pipinya, kedua matanya mengedar kemanapun dan tidak menatap balik Haidan yang masih menatapnya intens.
"Nggak ada apa-apa sih, kita cuma makan aja tadi hehe." Hawa menggigit bagian dalam pipinya, suaranya mendadak menjadi parau.
Haidan menyadari kondisi Hawa yang mulai tidak membaik. Ia tak seharusnya bertanya hal itu. "Ehem, kalau gitu lo masuk sana. Mandi terus istirahat, besok kan harus kuliah. Gue pamit, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Cadangan
Teen FictionNamanya Hawa Ayu, ia salah satu anggota Paduan Suara Mahasiswa. Hawa memiliki kebiasaan mengamati sosok Adam Nelson dari Jurusan Teknik Informatika secara diam-diam dan mengirimi pemuda manis itu surat tertanda inisial namanya. Sampai suatu hari, te...