7

6 2 0
                                    


Hawa mengetukkan jari ke meja berkali-kali, ke dua bola matanya mengedar ke seluruh penjuru cafe. Ia menyanggupi pertemuannya dengan Adam. Ia berusaha tenang dan tidak gugup, tetapi berkali-kali Hawa menghela napas panjang.

Adam mengajak bertemu di cafe dekat kampus, supaya Hawa tidak terlalu jauh saat pulang ke rumah. Lelaki itu sangat baik, ia sudah memesan minuman dan makanan untuk Hawa. Adam masih ada jam kuliah, sementara Hawa sudah free. Hawa disuruh menunggu tiga puluh menit hingga Adam datang.

"Jangan baper Hawa, ini cuma makanan dan minuman!"

Hawa terus merapalkan kalimat itu, takut banget hatinya luluh sebab Adam memberikan treatment tak biasa. Baru kali ini Hawa mendapatkan perlakuan seperti ini, biasanya jika ada janji dengan siapapun, dia hanya menunggu tidak dibelikan camilan atau minuman. Saat dengan Malik dulu juga gitu, ia pernah menunggu Malik hampir satu jam dan Malik pun datang dengan wajah tanpa dosanya, Hawa justru yang membayar minuman cowok SMP tersebut.

"Loh, Hawa?"

Hawa menoleh dan menganga terkejut, reflek ia menggeser kursi ke belakang dan berdiri. Kenapa di tempat seperti ini pun gue harus ketemu sama nih orang? Seharusnya tadi gue nggak usah batin nama dia! Males banget!

"Ngapain lo?" Hawa mendelik tak suka ke arah Malik dan Yohan hanya melirik tanpa mau ikut campur, dalam hati lelaki berjaket jeans navy itu, cantik-cantik galak banget!

Malik terkekeh. "Ya, gue mau nongkrong lah di sini," kata Malik kalem dan sabar dengan respon Hawa yang berlebihan jika bertemu dengannya.

Hawa kembali duduk sambil menyesap  hot chocolate yang sudah dipesankan oleh Adam. Perempuan berambut sebahu ini tak melirik sama sekali Malik dan Yohan yang masih berdiri menatap ke arahnya. Merasa diacuhkan, Malik berdeham pun Hawa tetap dengan posisi membelakanginya.

"Gue cari tempat duduk dulu, Mal," ujar Yohan yang di sini dia hanya sebagai nyamuk. Sebenarnya posisi Malik juga sama. Sama-sama tak dianggap keberadaannya oleh Hawa. Malik mengangguk samar, ke dua netranya masih menatap minat Hawa.

"Wa?" Malik memanggil namanya seraya menyentuh pundak Hawa. Tanpa diduga, Hawa mengguyurkan cokelat panasnya ke baju Malik. Beberapa pengunjung termasuk Yohan yang posisinya tidak jauh dari mereka berdua terlonjak kaget.

"Anjrit! Anjrit, panas!" pekik Malik reflek sambil mengibaskan kemejanya dan mengambil banyak tissue untuk mengelap kemeja yang sudah setengah basah karena ulah Hawa.

Malik menatap sendu pada Hawa yang hanya bergeming dengan wajah datar, tanpa senyum dan tatapan mata yang begitu menusuk tajam.

"Nggak usah sentuh-sentuh gue! Najis tau!" Kasar sekali perkataan Hawa, Malik tertegun. Ia tak menyangka Hawa bisa sangat kasar dan tega kepadanya. Ucapannya begitu menyakitkan, padahal Malik hanya ingin mendapatkan sapa balik darinya bukan penghinaan seperti ini.

"Eh, lo nggak apa-apa? Yohan mengecek kemeja Malik yang basah dengan warna kecoklatan. Untung saja kemejanya berwarna gelap, jadi tidak terlalu terlihat. Yohan menatap tajam Hawa, perempuan itu hanya membalas tatapan  dengan tanpa minat. "Gila lo, cewek kok kasar amat!"

Hawa mendelik tak terima dikatain cewek kasar. "Apa lo? Nggak usah ikut campur urusan kita!" sahut Hawa dengan nada ketus. Ia sudah sangat muak dengan dua orang di depannya.

"Lo?" Yohan menunjuk Hawa, wajahnya begitu murka. Yohan tidak terima sahabatnya dipermalukan depan banyak orang. "Minta maaf lo sama Malik!"

"Eh, bro! Udah! Ayo, kita pergi aja!" sela Malik, ia menarik lengan kemeja Yohan dan mengajaknya pergi dari cafe. Tanpa berpamitan dengan Hawa, Malik melirik sekilas perempuan di depannya. Ia menghembuskan napas dan pergi dari hadapan Hawa.

Hawa kembali duduk dan termenung beberapa saat hingga Adam tiba-tiba sudah duduk di depannya. Hawa mengedipkan mata, dadanya kembali bergetar tidak seperti biasanya.

"Maaf ya, lama, tadi masih ada quiz," kata Adam seraya melepas ransel dari pundaknya. Tangannya terlipat di depan dada dan menatap lembut Hawa. Sementara itu yang sedang ditatap melawan sekuat hati untuk tidak luluh.

"Oke, nggak masalah!" Hawa berdeham singkat, "kamu mau ngomong apa?"

"Ehm, aku mau minta maaf soal kemarin, omonganku mungkin agak kasar. Nggak seharusnya aku berkata seperti itu. Maafin ya, Hawa?"

Hawa mengangguk mengerti. Adam tidak salah, perilakunya saja yang tidak sopan, tiba-tiba saja pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Patah hati boleh, tetapi tidak seperti itu juga.

"Kita masih bisa temenan kalau kamu mau?" tawar Adam dengan senyuman indah mematikan.

"Boleh, by the way, aku juga minta maaf soal kemarin, nggak seharusnya sikapku begitu, main pergi aja tanpa pamitan. Maafin aku juga ya?" Hawa mengulum senyum-- lebih tepatnya senyuman palsu.

Jujur saja, masih sakit hatinya mengingat Adam dengan entengnya mengatakan bahwa dia sudah mempunyai seseorang yang spesial? Hak dia juga sebenarnya berkata seperti itu, ah, memang Hawa saja yang lagi baper dan sensi. Kalau Hawa di posisi Adam, pasti dia juga akan berkata seperti itu, mengagungkan orang yang disukai kan tidak ada salahnya!

Adam kembali tersenyum, sungguh Hawa kliyengan jika terus-menerus diberi senyuman mematikan Adam. Apakah lelaki itu tidak sadar, bahwa dirinya sangat tampan, manis dan mempesona? Tolonglah, Hawa ini sedang masa perbaikan hati, ia makin gagal move on kalau terus-menerus diberikan virus memabukkan ini!

Mari kita deskripsikan Adam versi Hawa saat ini! Adam sekarang memakai kemeja berwarna hitam dengan lengan kemeja yang ditekuk sampai siku. Rambutnya hitam legam dengan model curtain haircut, badannya begitu proporsional untuk ukuran lelaki. Hidungnya tak terlalu mancung, alisnya tebal, dagu yang runcing dan wajahnya begitu bersih. Senyumannya yang membuat Hawa harus menelan ludah berkali-kali, karena sangat manis dan tidak bikin bosan! Ini lah alasan mengapa Hawa sangat senang jika harus menatap Adam lama-lama.

Ah, sial! Kenapa Adam begitu ganteng dan sempurna? Huhuhu.

"Ngapain kamu minta maaf? Aku nggak masalah kok. Oke, deal ya? Kita berteman lagi!" Adam memajukan tangannya, berharap disambut oleh Hawa. Perempuan berambut kecoklatan itu membalas jabatan tangan Adam. Mereka berdua pun reflek tertawa, mengingat tingkah laku mereka ini seperti anak-anak yang kalau habis marahan pasti saling bermaaf-maafan.

Dari luar cafe, tanpa mereka sadari, Juna menatap ke keduanya dengan sorot tajam bak elang yang akan menguliti mangsanya. Juna mengepalkan ke dua tangannya, ia merasa Hawa tidak mengindahkan peringatannya.

Juna seperti mempunyai firasat yang tidak enak dengan apa yang akan dilakukan Adam di belakangnya. Oleh karena itu, ia mengikuti Adam hingga berakhir di luar cafe. Lelaki itu tak menyangka, Adam berani membohonginya. Adam memang menolak dijemput olehnya dengan alasan ada kerja kelompok. Kenyataannya, kerja kelompok yang Adam maksud adalah bertemu dengan Hawa. Semenjak hari ini, Juna mengibarkan bendera perang dengan Hawa. Juna menganggap Hawa perempuan centil yang suka menggeniti lelaki yang sudah punya pacar!

Sialan nih cewek, nggak takut sama ancaman gue! Awas aja lo!

**

Haloooo... Ya, ampun nih cerita sepi bgt wkwkwkw mungkin ceritanya prik ya jdi sepi pembaca. Gk masalah lah, yang penting aku hepi menulis.

Btw, itu yg di atas, ekspresi Juna saat marah! Wkwkwkw mata yg setajam elang siap menguliti Hawa! Pleasee, Hawa! Hati-hati sama Juna! Juna cemburuan hehe!

Ehh,,,, bentar lagi ultah anakku (aka Jaemin) gaa sabar bangettt heheeh.

See you nexc chap yawwwww!!!

10 Agustus 2024
Shinessy

Lelaki CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang