10

6 1 0
                                    

"Gimana malmingan lo?"

Hawa mengeluarkan senyuman misterius membuat ke dua teman baiknya mengerutkan kening bersamaan.

"Hawa malmingan sama si Dika?" Lani yang super lemot memberikan pertanyaan yang seharusnya dia sendiri sudah tahu jawabannya.

Hawa meletakkan tas ranselnya di kursi sebelahnya yang kosong, Lani dan Nindi duduk berhadapan dengannya. Nindi tampak paling semangat menunggu jawaban dari Hawa. Nindi yang mengenalkan Dika, dia berharap ada cerita seru dan mendebarkan dari Hawa.

"Gimana beb?" Nindi menunggu jawaban dengan kedua tangan menopang dagu sambil menaik turunkan alisnya. Hawa sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan dua temannya, ia justru sibuk menatap layar hape membalas pesan dari laki-laki yang jadi topik pembahasan mereka sekarang.

Ke dua matanya membulat sempurna saat ada notif pesan berasal dari Adam? Hawa menegang sesaat, namun ia tidak segera membuka pesan tersebut. Ada perasaan ragu yang tiba-tiba datang menyergap.

"Woi! Kok lo cuekin kami sih!"

Hawa mendongak dan mengedipkan mata. Nindi dan Lani memasang tampang super bete karena merasa diacuhkan.

"Apaan?"

Nindi menghembuskan napas kasar. "Lo lagi chattingan sama Dika, ya? Mangkanya kami dicuekin! Dasar orang bucin memang suka lupa keberadaan temannya!" cerocos Nindi dengan bibir dimaju-majukan seperti ikan lohan.

"Mana ada!"

"Terus? Lo kemarin gimana sama Dika? Seneng nggak? Lancar malam mingguannya?"

Hawa mengangguk. "Lancar kok Nindi sayang! Dika baik banget, bener kata lo, dia anaknya loyal. Gue dijajanin banyak sabtu kemarin, bahkan saat kami pulang, Dika berhentiin mobilnya di pinggir jalan hanya untuk beliin gue nasi goreng, katanya jangan sampe kelaparan sebelum tidur. Gue udah nolak, malah dimarahin, yaudah gue terima aja nasgornya! Padahal gue udah kenyang banget!"

"Wah enak banget, gue juga mau sama Dika!" celetuk Lani dan membuat dahinya mendapatkan toyoran dari Nindi dan Hawa.

"Gue bilang juga apa!"

Hawa mengusap hidungnya. "Gue disana ketemu Malik dan Haidan."

"Hah? Serius? Ngapain mereka?"

Hawa menjelaskan kepada dua sahabatnya. Mereka sangat terkejut, kemarin Hawa juga sama terkejutnya, apalagi saat menonton penampilan Malik dkk, baru kali ini Hawa terpesona dengan penampilan Malik di panggung besar. Dulu saat mereka masih SMP, Hawa selalu menemani Malik latihan dan sekarang Malik sudah setengah perjalanan menjadi seorang musisi. Hawa bangga, mantannya itu bisa mewujudkan impiannya. Malik memang berbakat, dia bisa membuat lagu, memainkan alat musik dan bahkan bernyanyi.

"Lo udah baikan sama Malik?"

Hawa mengerutkan kening dan menggelang. "Tiba-tiba banget?"

"Ya, gue ngira udah baikan. Lo tumbenan cerita Malik tanpa emosi hehe."

Hawa tersenyum miring. "Gue udah berpikir seharian kemarin, gue rasa gue harus bersikap dewasa. Gue harus bisa menerima masa lalu gue dan gue mungkin akan berbaikan sama Malik."

Nindi dan Lani membulatkan mata tak percaya. Apakah hari sabtu kemarin terjadi hal-hal yang tidak terduga? Hawa yang begitu keras hatinya, bisa luluh setelah bertahun-tahun lamanya. Malik sepertinya akan mandi kebahagiaan kalau tahu Hawa ingin berbaikan dengannya.

"Lo oke?"

"Oke," Hawa menjeda kalimatnya, kedua matanya memandang ke lain arah, "gue rasa selama ini yang paling menderita adalah gue, tetapi Malik kemarin menunjukkan kepada gue bahwa dia pun juga menderita karena keras kepalanya sifat gue."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lelaki CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang