8

7 2 0
                                    


Pintu studio FISIPOL terbuka lebar menampakkan dua pemuda tampan yang satu berwajah datar dan satunya berwajah sangat bete. Dari cafe sampai Fakultasnya, Yohan menahan gejolak marah. Selama di motor, ia sama sekali tak mengeluarkan suara. Yohan sangat marah dengan Hawa. Sementara Malik banyak yang dipikirkannya.

Malik membuka kemejanya yang setengah basah menyisakan kaus polos hitam. Haidan kebetulan berada di dalam ruangan studio memerhatikan dua temannya yang datang dengan aura berbeda. Ia mengernyitkan dahi melihat kemeja Malik basah.

"Kenapa baju lo, Mal?"

"Diguyur sama mantannya. Gila, cewek kok sadis banget! Sehat-sehat yang jadi pacarnya nanti!" dumel Yohan memasang tampang super bete. Pasalnya ia pingin nongkrong di sana, sekalian mau tebar pesona dengan pelayan cantik di cafe itu, namun semuanya gagal gara-gara insiden Malik dengan Hawa.

"Hah? Maksudnya?"

Yohan melirik malas Haidan, tumbenan pemuda itu lemot. "Hawa, mantan Malik si Hawa itu. Cewek yang lo suka juga! Sifat dan perilakunya sama persis kayak nenek lampir!"

Malik melempar stik drum dan tepat sasaran mengenai kening Yohan. Pemuda keturunan bule itu menjerit kesakitan!

"Bangsat! Lo ada dendam apa sama gue, Mal? Anjir!" umpat Yohan sambil mengelus keningnya, ia balik melempar stik drumnya ke sembarang arah. Apes banget si Yohan hari ini!

Haidan menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. Pikirannya mulai berkecamuk dan bertanya-tanya apakah benar yang dikatakan Yohan? Hawa bisa setega dan senekat itu? Haidan sangat paham dengan masa lalu Malik dan Hawa. Hanya kesalahpahaman dan ke duanya memang sama-sama punya salah. Tetapi, ia tidak menyangka kalau Hawa akan se-dendam itu dengan Malik hingga sekarang.

"Emang apa masalahnya kok lo sampe diguyur gitu, Mal?"

Malik menatap malas Haidan, ia hanya mengangkat bahu tanda tak mau menjawab dan fokus dengan aktifitasnya menyetel drum supaya suaranya enak. Yohan siap menjawab, namun ia urungkan kembali. Ia masih tidak mood, ditambah keningnya juga nyut-nyut gegara Malik. Ini bukan urusan dia.

Haidan merasa diacuhkan oleh dua orang dengan mood berbeda, dia pun berakhir diam dan mengetikkan sesuatu diponselnya.

Hawa, nanti malam ada acara? Mau keluar sama gue?

"Nanti kita jadi, kan? Gue udah chat sama mas Arya, kita nanti tampil di jam 8 malam."

Haidan menengok dan menepuk jidatnya. "Buset, iya ya, kita nanti ada perform di Balai Pemuda?" tanyanya entah pada Yohan atau Malik, lebih tepatnya dia me-reminder dirinya sendiri. Pesan yang dikirimkan ke Hawa langsung dihapusnya. Ia ada acara malah mengajak orang lain keluar.

"Lo lupa?" tanya Yohan menyipitkan mata.

Haidan memamerkan deretan giginya yang lucu seraya mengangkat dua jarinya membentuk tanda peace.

Yohan mendengus. "Lo mau ada acara?"

"Nggak! Gue lupa aja, pantesan kok kalian kemari, mau latihan sekalian kita?"

"Sebenarnya tadi sih nggak ada niat latihan, gue mau tebar pesona ke pelayan café, eh, malah kejadian tak diinginkan terjadi. Gagal deh!"

Haidan tersenyum miring. "Jadi, cewek yang lo incar sekarang seorang pelayan?"

"Dia kerja part time kayaknya, aslinya juga mahasiswa di sini, entah jurusan apa."

"Buset, lo udah sejauh mana deketin dia?" tanya Haidan penasaran.

"Kepo lo!" cibir Yohan, "udah yok! Kita latihan aja, si Malik udah siap!"

Haidan mendengus, ia pun mengambil alih bagian vocal. Haidan memiliki suara emas, kata para dosen dan teman-teman se kampusnya. Suaranya begitu khas dan indah. Malik dan Yohan pun mengakui.

Lelaki CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang