Chapter 9

33 2 1
                                    

Sarasvati membalikkan meja makannya setelah mendengar kabar bahwa adiknya akan dihukum mati. Semua orang yang berada di sana pun bersujud ketakutan melihat hal itu.

"Beraninya mereka bermain dengan nyawa adikku." geramnya. Matanya memerah menahan amarah.

"Siapkan kereta! Kita akan ke Pakuan!"

○○○○

Hayam Wuruk menatap Pitaloka yang tampak lesu seharian.

"Ada apa? Kau sedang tidak sehat?" tanya Hayam Wuruk.

"Tidak."

"Lalu, kenapa kau terlihat tidak bersemangat? Bukankah kemarin pukulanmu itu sungguh luar biasa." ejek Hayam Wuruk.

Pitaloka memukul lengannya, "Seperti ini hm?"

"Iya, iya, aku tahu kau sangat kuat. Ampun." Hayam Wuruk menangkupkan kedua tangannya memohon ampun dan membuat Pitaloka tertawa.

"Kau terlihat cantik jika tertawa seperti ini." puji Hayam Wuruk yang berhasil membuat wajah Pitaloka memerah.

"Ingin menceritakan sesuatu?" tanyanya lagi setelah melihat suasana mulai membaik.

"Hmm.." angguk Pitaloka, "Aku hanya memikirkan tentang gadis yang dicelakai oleh pedagang itu. Hari ini pedagang itu akan dihukum mati di depan banyak orang. Mungkin pedagang itu akan menerima hukumannya. Namun, gadis itu juga tidak akan melepaskan bayang-bayang menyakitkan itu. Ntah apakah dia akan membaik dari traumanya atau tidak." Pitaloka melempar pandangannya ke luar, melihat orang yang berlalu lalang di bawah sana.

'Trauma? Apa itu?' pikirnya Hayam Wuruk, "Meskipun aku tak sepenuhnya memahami perkataanmu, tapi aku percaya, gadis itu akan baik-baik saja. Tindakan yang kau lakukan sudah benar. Dengan begitu, akan mengobati sedikit lukanya." Hayam Wuruk menggenggam tangan Pitaloka menenangkannya.

"Benarkah begitu?" Pitaloka menatap mata Hayam Wuruk dalam. Ntah mengapa, mendengar perkataannya membuatnya begitu tenang.

Hayam Wuruk mengangguk dan tersenyum lebar, "Untuk itu, kau tidak perlu khawatir. Mereka akan baik-baik saja." ujar Hayam Wuruk.

Semua orang telah berkumpul di halaman kantor peradilan. Tampak beberapa algojo sudah berdiri di tempatnya masing-masing dan bersiap melakukan hukuman. Pitaloka dan Hayam Wuruk pun tiba, mereka segera mengambil tempat di depan untuk menyaksikannya.

"Pelaksanaan hukuman mati, Waranggana, seorang pedagang dari Majapahit akan dilaksanakan." teriak Kepala Kantor Peradilan.

"Ia telah melanggar hukum dan membuat keresahan di Ibu Kota Pakuan Padjajaran dengan menjual barang dengan harga tinggi dan menjadikan wanita sebagai jaminannya. Wanita itu kemudian dinodai tepat dihadapan neneknya sendiri. Selain itu, ia juga memukul nenek tidak berdaya itu hingga terluka. Untuk itu, mengingat betapa kejinya perbuatan itu, Waranggana, dijatuhkan hukuman mati." Kepala Peradilan membacakan hukumannya.

Semua orang pun mulai bersorak geram. Mereka sangat ingin melihat Waranggana segera dihukum. Hayam Wuruk melihat wajah Pitaloka yang terlihat menahan diri.

"Hayam Wuruk, maafkan aku harus menghukum rakyatmu tanpa dirimu disini." gumam Pitaloka yang terdengar oleh Hayam Wuruk. Hayam Wuruk tersenyum lalu menggenggam tangan Pitaloka.

"Aku sebagai perwakilan Majapahit meminta ampun padamu karena telah membuat kerusakan. Kuharap kau tak membenci Hayam Wuruk." bisik Hayam Wuruk kepada Pitaloka. Pitaloka menatap Hayam Wuruk dalam sebuah senyum pahit terukir diwajahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SANDYAKALA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang