02 : Berbagai Keputusan

88 4 3
                                    

HALLO GUYS!! aku update nih, jangan lupa vote dan komen di setiap paragraf ya! biar aku makin semangat nulis dan makin rajin update!!

REVISI SETELAH END.

||Happy Reading||






Dengan kecepatan tinggi Jingga mengendarai mobilnya menuju rumah sakit, tadi saat di kantor tiba-tiba Herlin menelfonnya dan berkata bahwa Thira saat ini masuk rumah sakit.

Herlin hanya memberitahukan hal itu padanya, Herlin tidak menjelaskan secara jelas bagaimana Thira bisa masuk rumah sakit.

Perasaannya sangat kacau.

Sesampainya di rumah sakit Jingga berlari di koridor untuk mencari dimana ruang rawat Thira, setelah beberapa menit mencari akhirnya ia menemukan Herlin yang sedang berdiri di depan pintu sebuah ruang rawat yang tertutup rapat.

"Gimana keadaan Thira?" tanya Jingga dengan nafas tak beraturan, fikiran-fikiran negatif sejak tadi menghantui benaknya.

Plak!

Herlin menampar wajah Jingga membuat laki-laki itu menatapnya bingung "Kenapa lo biarin Thira sendirian di jalanan? lo tau kan dia gak terbiasa berada di luar rumah selama di Singapura, apalagi di jalan raya kayak gitu!?"

Jingga sudah bisa menebak apa yang telah terjadi pada Thira, kalau bukan tertabrak pasti perempuan itu terserempet kendaraan yang berlalu-lalang. "Tadi gue udah ngelarang dia buat ikut nganterin Alea ke sekolah karena gue gak bisa nganter dia pulang, gue harus buru-buru ke kantor." jawab Jingga menjelaskan alasannya.

"Jadi pekerjaan lo lebih penting dari pada istri lo sendiri? cobak lo fikir pakai otak, giamana nasib Alea kedepannya kalau dia kehilangan Thira."

"Mungkin di mata lo Thira gak ada apa-apanya tapi bagi Alea, Thira itu segalanya. Lo pikir hidup tanpa sosok ibu enak?!" ujar Herlin berusaha agar Jingga mengerti dan memahami apa yang barusan ia ucapkan.

Jingga meraih tangan Herlin kemudian menggenggam tangan itu dengan kedua tangannya "Lo gak tau seberapa semrawutnya pikiran gue selama ini, jadi tolong kali ini jangan hakimi gue."

Herlin terkekeh sebari melepaskan tangan Jingga yang menggenggam tangannya "Mikirin apa? mikirin omongan papa?" yang dimaksud Herlin adalah Dikta, Dikta yang kini menjadi ayah angkatnya.

"Kalau ujung-ujungnya lo yang pusing dan keluarga kecil lo yang bakal jadi korbannya mending dari awal gue terima aja tawaran dari papa yang mau jodohin gue sama cowok pilihannya."

"Lo gak perlu mikirin perasaan gue, siapa orang yang gue cinta. Karena gue udah nerima apapun keputusan papa dari awal, gue gak mau kalian merasa terbebani dengan penolakan."

"Sana masuk, minta maaf sama Thira. Gara-gara lo gak nganter dia pulang dia jadi keserempet mobil kayak gitu, dan stop mikirin yang gak perlu lo fikirin."

"Yang perlu lo pikirin sekarang cuman satu, yaitu istri dan juga anak lo."

****

Jingga berjalan mendekati brankar untuk menghampiri Thira yang masih terbaring di sana "Gimana kondisi lo?" tanya Jingga yang membuat Thira menolehkan kepala kearahnya.

Thira tersenyum "Aku baik-baik aja, kamu gak perlu khawatir."

"Aku boleh nanya gak?"

Jingga menaikan sebelah alisnya bingung "Nanyain apa?"

"Perasaan kamu ke Herlin masih sebesar dulu ya? sampai-sampai kamu seperti gak rela dia dimiliki orang lain."

Jingga's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang