05 : Semesta Yang Katanya Mendukung

62 2 0
                                    


HALLO GUYS AKU UPDATE!! jangan lupa vote dan komen di setiap paragraf biar aku makin semangat nulis dan makin rajin update untuk kedepannya!

Typo Bertebaran

REVISI SETELAH END.

||Happy Reading||





"Enak banget, ini lo yang masak?" puji Albara sebari memakan dengan lahap nasi goreng yang di berikan oleh Herlin.

"Bukan, itu Thira yang masak."

Albara hampir tersedak mendengarnya, lelaki itu dengan cepat meminum segelas air yang ada di atas nakas. "Pantesan enak, kirain lo yang masak." cibir Albara kemudian kembali memakan nasi goreng itu dengan lahap.

Sementara Herlin, gadis itu melotot mendengar penuturan Albara barusan "Jadi maksud lo kalau gue yang masak gak bakalan enak?"

Albara terkekeh kecil melihat wajah Herlin yang memerah karena kesal "Mungkin, siapa yang tau kan?"

Herlin mendengus, gadis itu berjalan duduk di tepian ranjang dan fokus menatap layar handphone nya.

Ya, mereka berdua sedang berada di dalam kamar tidur Herlin. Albara tadinya enggan makan di dalam kamar dan hendak makan di meja makan namun Herlin melarangnya dengan alasan 'lo gak bakalan nyaman makan di meja makan.' entah apa maksud dari ucapan Herlin.

Albara meletakkan piring kosongnya di atas nakas kemudian memandangi Herlin yang sedang sibuk dengan handphonenya, ia merasa sangat senang berada di dekat Herlin.

Apakah jatuh cinta pada seseorang itu sangat mudah seperti ini?

Ada banyak hal yang bisa di deskripsikan indah pada diri Herlin, namun hanya satu kata yang tersirat dalam benaknya. Yaitu 'sempurna', Herlin sangat sempurna dengan rambut panjang sepinggangnya.

Namun pandangan Albara beralih menatap sebuah foto yang tertempel di dinding, di foto itu terdapat gambar Herlin yang sedang tersenyum ke arah kamera.

Di foto itu Herlin memang cantik, namun ada satu hal yang berbeda.

Ya, rambut gadis itulah yang berbeda. Di foto yang tertempel rambut Herlin terlihat pendek berbeda dengan Herlin yang sedang bersamanya saat ini.

"Herlin."

Herlin menoleh ke arah Albara ketika suara laki-laki itu terdengar memanggil namanya "Apa?"

"Lo terlihat lebih sempurna dengan rambut panjang sepinggang, gue harap kedepannya panjang rambut lo gak pernah berkurang."

Herlin tertegun sesaat, jadi sejak tadi Albara memperhatikan penampilannya? "Setelah lo jadi istri gue, gue gak bakal pernah izinin lo potong rambut."

Herlin memutar bola matanya malas, enak saja laki-laki itu hendak mengatur penampilannya. "Walaupun nantinya lo jadi suami gue jangan harap bisa ngatur segalanya tentang hidup gue." tegas Herlin pada Albara agar lelaki itu tidak kurang ajar dengan cara ikut campur perihal penampilannya.

Karena tubuhnya adalah hak paten miliknya, bukan milik orang lain.

Albara mengangguk paham, kemudian berdiri hendak pergi ke dapur untuk mencuci piring yang tadi ia gunakan untuk makan.

"Mau kemana lo?" tanya Herlin saat menyadari Albara hendak keluar dari kamarnya, gadis itu pikir Albara marah karena perkataannya tadi.

"Gue becanda kali, kalau udah nikah gue pasti nurut. Gue gak mau jadi istri durhaka." jelas Herlin berharap Albara memaafkan perkataannya tadi.

Jingga's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang