1. Lost

13.4K 65 0
                                    

"Hkm!"

Bara menoleh ke asal suara saat mendengar deheman menegur, kedua mata tajamnya mendapati remaja cantik nan mungil berkacak pinggang dengan mimik belagak galak, jangan lupa tatapan protes serta alis bertaut. "Udah berapa kali Kakak bilangin jangan ngerokok Papa!" Lana, gadis itu adalah Lana Cantika, anak angkat Bara yang menjadi satu-satunya alasan ia masih bertahan di muka bumi ini, andai Lana juga pergi meninggalkannya, mungkin Bara memilih mati menyusul sang istri ke alam baka.

Bara terkekeh pelan mendengar kalimat sang anak, ia matikan rokoknya dengan cara menekan ke dinding, kemudian membuang sembarang ke halaman rumah.

Saat ini papa dan anak itu tengah berdiri di teras, satu dengan pakaian kerja sedang satu lagi dengan seragam sekolah.

"Oke sorry, Kak." Bara mendekati Lana, mimik gadis itu masih galak, tapi tatapannya melembut ketika Bara sudah berdiri di hadapannya.

Lana hela napas pelan, ia bawa naik kedua tangannya merapikan dasi Bara. "Papa itu udah tua, harusnya jaga diri biar tetep sehat. Kakak belum lulus sekolah loh, Pa, nggak lucu Papa sakit terus ninggalin Kakak. Siapa lagi coba yang mau beliin Kakak ini itu kalo bukan Papa?!"

Bara memerhatikan setiap perubahan mimik Lana, anaknya ini memang bawel, mulutnya tidak bisa terkunci lama, tentu kecuali jika sedang merajuk. Entah sejak kapan jelasnya, tapi wajah bocil kematian yang dulu selalu membuat Bara terbahak akan tingkah menyebalkan, kini berubah menjadi gadis yang sangat cantik. Di usia Lana yang menginjak tujuh belas tahun, agaknya perubahan tubuh gadis ini di luar kebanyakan anak sesusianya.

Bara bisa melihat bulu mata Lana yang begitu lentik, juga leher putih yang pasti beraroma bayi, turun lebih ke bawah ada dua buah sekal yang tampak padat tapi tidak besar. Bara menghembuskan napas kasar, terdengar seperti mendengkus.

"Kenapa?! Papa mau protes?!" Lana kembali berkacak pinggang mendengar itu.

Bara usap wajah Lana dengan telapak tangan kanannya, kemudian melenggang pergi masuk ke dalam rumah bersama senyum tipis.

"Papa bau rokok!!!" teriak anak itu mengejar Bara, melompat naik ke atas punggung si papa sampai tubuh Bara merunduk hampir jatuh mendapatkan serangan tersebut.

"Lana!" tegur Bara sigap menahan kedua paha Lana agar tidak terjatuh.

Bukan merasa bersalah, Lana justru menciumi rahang Bara, meninggalkan segudang jejak diantaranya lipstik dan liur.

Rahang Bara mengeras, kedua telapak tangannya bisa merasakan betapa mulus paha Lana yang saat ini sedang ia tahan, belum lagi belah bibir gadis itu terasa begitu lembut.

Sejak kapan Bara mendalami setiap sentuhan mereka seperti ini?! Dan apa yang terjadi dengan kejantanannya? Kenapa ikut-ikutan mengeras seperti rahangnya?! "Kak, stop! Turun!" tegas Bara merinding merasakan hawa tubuh yang mulai memanas. Sudah lama sekali ia tidak merasakan yang begini-begini, tepatnya sudah tujuh tahun sejak kematian sang istri.

Bara juga tidak tahu dan tidak mengerti kenapa ia tidak bisa turn on pada wanita lain, kematian istrinya begitu memberikan luka hingga Bara merasa sudah impoten diusia kepala tiga. Namun, lihat sekarang! Ia mengeras hanya karena dicium dan menyentuh paha Lana, anak angkatnya sendiri! Anak yang bersamanya sejak berumur lima tahun hingga detik ini. Damn! Bara merasa gila dengan apa yang ia rasakan, kenyataan macam apa ini?!

"Papa, hari ini pulang cepet ya? Kakak pengen makan malem sama Papa." Lana menggoyang-goyangkan tubuhnya di punggung Bara.

Silakan tampar papa angkat yang tidak berotak itu karena bukan fokus pada permintaan si anak, ia malah fokus dengan gesekan dua buah kenyal milik Lana yang merangsang punggung hingga ke kejantanannya. Brengsek!

Bara memejamkan mata dua detik, lalu menurunkan tubuh Lana dengan paksa. Si anak merengut tapi tak berani melawan, papanya mode galak.

Tubuh Bara berbalik menghadap Lana, satu umpatan lolos dalam hatinya mendapati seragam si anak yang acak acakan. "Papa belum tau pulang jam berapa, Kak. Hari ini ada rapat event prodak baru, nanti Papa cari waktu buat kita ya." Kedua tangan Bara cekata merapikan seragam Lana, tapi jakunnya naik turun tidak stabil, sialan.

Lana cemberut mendengarnya, bibir mengerucut dan tangan menepis lembut tangan Bara yang masih merapikan seragamnya. Gadis yang duduk di bangku sekolah menengah atas kelas akhir itu melangkah meninggalkan si papa.

Ngambek mode on.

Bara meneguk liur berat, menunduk mengintip kecil gundukan pusat tubuhnya. Mau tak mau! Bara juga mengambil langkah, namun bukan menuju ruang tengah, melainkan kamar mandi dapur. Ini kali pertama setelah tujuh tahun, harus ia rasakan dan nikmati.

"Papa mau ke mana?"

"Kamar mandi," jawab Bara singkat tanpa menoleh menatap Lana, bisa gawat andai ia lepas kendali dan malah menyerang anak sendiri. Fuck! Bara pernah memandikan Lana saat masih kecil, tidak mungkin sekarang ia bergairah melihat gadis kecilnya.

Namun, kenyataan memang begitu. Di dalam kamar mandi Bara membuka celana sendiri sembari membayangkan wajah Lana.

"Papa, jangan lama-lama! Kakak nggak mau telat!"

Menyentuh diri sendiri sembari mendengarkan suara Lana. "Hah ...." Napas Bara memberat, ia  kocok teratur kejantanannya yang tadi sudah menegang merasakan paha mulus anaknya. "Ahhh ...," mendesah pelan, Bara terus mencari kepuasan dengan menyentuh kelamin sendiri. "Nghhh ..., enak banget, Lan, terus Nak, ahhh ..., enak banget," meracau kecil, Bara membiarkan celananya merosot hingga ke mata kaki, peduli setan!

Bayang wajah Lana terus muncul dan dia semakin menggila karena itu.

"Papa, Kakak nunggu di mobil ya! Kunci mobilnya mana, Pa?"

"Ahhh ..., kepalanya, Sayang. Sentuh kepalanya, Kak." Bara menyentuh kepala kejantanannya dengan ibu jari, langsung pening tapi keenakan sendiri.

"Papa!!!"

Kocokan Bara membrutal, napasnya tambah memburu merasakan gelombang nikmat akan datang.

Tok, tok.

Pintu kamar mandi diketuk, Bara menunduk menatap kejantanannya yang semakin mengeras.

"Pa, kunci mobil di mana? Kakak mau nunggu di mobil aja."

"Nghhh ..., ahhh ..., arghhh!" Bara sampai, putihnya keluar dengan beberapa tembakan kecil. Rasanya enak sekali, rasa yang sudah lama tidak ia rasakan.

"Pa, are you oke? Kok diem aja?"

Mengatur napas sebentar, Bara menyahut, "Ya, kunci mobil sama Papa, sebentar ya Kak." Suara Bara serak.

"Kok suara Papa serak? Papa beneran oke?"

"Iya, Kak." Bangsat! Kenapa kejantanan Bara tegang lagi?! Bagaimana ini? Bisa-bisa ia dan Lana benar-benar telat.

Mengintip jam yang melingkari pergelangan tangannya, tidak mungkin sempat secepat apapun ia klimaks!

Cepat-cepat Bara membersihkan pusat tubuhnya, kemudian kembali memakai celana dan mencuci tangan.

Walau masih tegang, walau ingin dipuaskan lagi, Bara mencoba mengendalikan diri agar bisa menidurkan yang di bawah sana.

Cklek.

Membuka pintu kamar mandi, Bara langsung mendapati tubuh Lana akan ambruk ke bawah sebab gadis itu menguping menempelkan daun telinga ke daun pintu.

Tentu Bara menangkap, memeluk ringan pinggang Lana yang sangat terkejut ketahuan begini.

"Ngapain, Kak?" tanya Bara pura-pura tidak tahu dan ingin mengetahui sejauh apa Lana jujur padanya.

"I-itu ..., hehe ...." Lana menyengir takut. "Kakak khawatir sama Papa, soalnya nggak kedengeran suara apa-apa, suara air juga enggak," ujarnya dengan tampang polos yang sangat menggemaskan.

Kurang ajar!!!! Kejantanan Bara yang tadi masih bangun kini tambah tegak menantang.

LOST - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang