9. Sisi Gelap

1.3K 16 0
                                    

Lana tidak menyangka akan mendengar berita ini lebih cepat, bahkan seminggu pun belum sejak Bara pulang dari Bali.

Namun, papanya berkata sudah  memiliki kekasih! Papanya sudah menemukan wanita yang pria itu inginkan! Benarkah ini? Seriuskah?

"Dia kekasih Papa, hari ini mau datang ke sini."

Lana menatap Bara dalam, pria itu tengah merapikan gesper dan celananya.

"Sebenarnya Papa belum mau ngasih tau kamu, belum minat saling mengenalkan kalian, tapi yang barusan itu kesalah pahaman tak bermoral." Tatapan tajam Bara masih menyala, menusuk Lana berulang-ulang hingga gadis kecil itu merasa sesak dibuatnya. "Jadi, nanti malam bersiaplah, kita dinner bersamanya, di rumah ini, Papa akan mengenalkan dia sama kamu." Setelah mengatakan itu Bara beranjak dari tempat, meninggalkan Lana yang terhenyak dalam diam.

Kesal, marah, sesak. Lana sadar perasaan itu masih bersarang walau juga gamang. Ia tidak mengerti dengan dirinya, ia tidak tahu kenapa ia merasakan perasaan-perasaan itu. Yang pasti ketika membayangkan Bara menggandeng wanita lain, memeluk, mencium, atau sekedar tersenyum, Lana ..., tidak menyukainya.

Tanpa sadar setetes air jatuh dari pelupuk mata Lana, dadanya semakin sesak tak terima. Benar, ia menangis untuk sesuatu yang tidak pasti apa penyebabnya.

Bara sendiri memilih masuk ke dalam kamar, mengusap wajah berulang kali di balik pintu. Tadi itu apa?! Kenapa Lana seperti itu? Seberapa jauh Bara merusak anaknya? Lana yang polos, Lana yang diam, Lana yang manis, tadi seakan lenyap tak tersisa. "Fuck!" mengumpat frustasi. Di saat seperti ini pun bisa-bisanya kejantanan yang tadi sempat diporak-porandakan oleh si gadis mungil ereksi tak terkendali.

Berapa lama Bara menjaga jarak dari Lana? Dua hari? Tiga hari? Ah Lima hari! Ia sudah sengaja menghindari Lana selama lima hari dan selama itu ia mencoba kembali menjadi dirinya seperti tujuh tahun belakangan, tidak mudah turn on, mati rasa! Tapi, nyatanya tak semudah itu, ia sudah mencicipi tangan Lana, tubuh Lana, desahan Lana, keadaan terasa berat.

Soal kekasih, Bara tidak bohong, ia memutuskan menerima mantannya di sekolah menengah atas yang kemarin bertemu di Bali dan terus merong-rong Bara, mengejar-ngejar tanpa gentar.

Rapat event kacau, mantan sinting muncul, sponsor mengamuk, kepala Bara mau pecah saja hari itu, dan satu-satunya obat yang terlintas dipikirannya adalah Lana. Semua pun terjadi, ia menerobos masuk ke dalam kamar mandi saat Lana lengah.

Perilaku Bara itu tidak dibenarkan apapun alasannya, dan ia sadar tidak bisa terus-terusan seperti itu pada Lana. Jadi, menerima sang mantan adalah jalan pintas di kepala Bara. Dia akan mencoba, setidaknya begitu.

Semakin frustasi tak bisa mengendalikan ereksinya, Bara akan melangkah menuju kamar mandi, setidaknya basuh wajah agar otak segar, sebatas itu saja niatnya.

Cklek.

Namun, tiba-tiba pintu kamar terbuka, Bara menoleh mendapati Lana dengan mata memerah berdiri di ambang pintu, bulu mata lentiknya pun sedikit basah, ada yang baru menangis.

Saling menatap satu sama lain, mereka bungkam, membiarkan tatapan yang berbicara hingga mengerti sendiri emosi apa saja yang bersarang di kepala masing-masing.

Pagi cerah itu berubah drastis. Lana masuk beberapa langkah, menutup pintu kamar lalu tak ragu melangkah cepat mendekati Bara. Menghamburkan diri meraih tengkuk papanya, Lana menyambar bibir pria itu, mempertemukan milik mereka berdua tanpa pergerakan.

Kedua mata Lana terpejam, tak bisa ia lihat betapa terkejutnya Bara dengan apa yang ia lakukan saat ini.

Diam tiga detik dalam posisi itu -bibir saling menempel- kemudian Lana memberanikan diri membuka bibirnya. Tangan mencengkram tengkuk Bara kuat-kuat, Lana mencoba melumat walau tidak pernah tahu bagaimana caranya, ia hanya mencoba mengingat-ingat adegan di film yang pernah ia tonton.

LOST - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang