12. Warna Warni Rasa

3.3K 44 3
                                        

Kepala Lana bergerak mencari posisi lebih nyaman dalam tidur, namun, beberapa saat kemudian ia membuka mata yang terpejam. Pemandangan pertamanya pagi ini adalah dada bidang seorang pria.

Lana mengerjap sebentar, otaknya mencerna kejadian tadi malam, dan ketika kilas balik itu berputar kepala Lana langsung mendongak, ia dapati wajah Bara, papanya yang masih terlelap nyenyak, terlihat indah dan damai.

Lana meneguk liur, jantungnya reflek berdegup cepat, tubuh pun mematung takut salah bergerak yang malah bisa membangunkan Bara.

Kedua mata bulat Lana menatap papanya dalam, mereka ..., benar-benar melakukan itu?!

'Ahhh ..., eghhh ..., Mas ahhh ..., Mas Bara nggak mau cepetan dikit?'

'Enak banget ..., Mas enak banget ....'

'Lana mau lebih Mas ..., ahhh ..., YEAHHH ....'

"Shit!" umpat gadis itu melotot lebar, ia tutup mulut yang menganga dengan kedua tangan. Lana syok sekali ketika semua kejadian bahkan detail desahan binalnya terputar di kepala bak film bioskop.

Panik! Tubuh Lana serasa disiram air comberan di pagi hari sehingga ia kedinginan sekaligus merasa kotor, namun, tubuh menggigil itu tak bergerak sedikit pun dari posisinya saat ini.

Lana gemetar, untuk sesaat napasnya tertahan menatap Bara yang mendengkur halus.

Mereka berdua gila 'kah?! Tidak, lebih tepatnya, Lana gila 'kah?! Dia yang menggoda Bara duluan, dia yang merayu papanya masuk ke dalam jurang hina tak bermoral. Walau jika dikaji dan dipikir ulang Bara lah komandan dari semua kejadian yang mereka alami, Lana hanya tertarik ke dalamnya.

Menenangkan diri sebaik mungkin, anak gadis Bara itu bergerak pelan-pelan, ia baru sadar tubuhnya dipeluk hangat oleh dua lengan besar.

Baru dua kali bergerak, tiba-tiba Bara membuka mata, bersitatap dengan Lana yang terkaget-kaget.

"Pa-papa ...."

Bara tersenyum kecil, pria kepala tiga itu terlihat tenang. "Morning ...," ucapnya serak namun jelas kesan lembutnya.

Lana meneguk liur mendengar suara itu, degup jantung yang mati-matian ia tenangkan dalam sekejap berantakan, justru semakin tak beraturan. "Mo-morning, Pa."

Bara merunduk, ia kecup ringan dahi Lana. "Badan kamu ada yang sakit? Pegal-pegal nggak?"

"Enggak!" Lana menjawab cepat, ia bangkit dari posisi berbaring. "Argh!" meringis merasakan bahu dan leher terasa tegang.

Sigap Bara juga bangkit duduk, menangkap tangan Lana yang menyentuh pusat kesakitan gadis itu. "Kebiasaan langsung bangun gitu," ujarnya mengusap sekaligus hati-hati memijat bahu gadisnya.

"Argh, adudu, Papa sakit ih!" Lana melotot galak, satu tangannya memegang tangan Bara yang tidak memijat. Di sana Lana sadar akan satu hal, mereka masih telanjang! "Argh!!!" berteriak nyaring lah dirinya, spontan kembali berbaring tapi dalam posisi telungkup, ia tarik selimut yang ada.

"Lana?!" tegur Bara akan kelakuan panikan gadis itu.

Lana menyembunyikan tubuh di balik selimut. "Kita masih telanjang Papa!" jeritnya teredam bantal.

Bara hela napas, dia sadar dari awal, mana mungkin juga Bara melupakan kejadian semalam yang terasa sangat menyenangkan. Bahkan dalam mimpi pun Bara masih mengulang-ulang adegan tersebut. "Memangnya kenapa? Kan kamu yang nelanjangin Papa."

"Mana ada! Enggak ya! Papa buka baju sendiri!" Lana mengeluarkan kepalanya dari selimut, menatap Bara protes karena dituduh.

Pria itu menahan senyum, lihat wajah Lana, lucu sekali dengan belek dan mimik tak senang itu. "Yakin? Seinget Papa kamu yang buka."

LOST - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang