04. Mengikhlaskan

111 13 0
                                    

"Hidup bukanlah tentang menghindari cobaan, tapi tentang keikhlasan dalam menghadapinya."

•••

🚒🚒🚒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🚒🚒🚒

Salwa menatap ke sekelilingnya, sejak tadi ia masih terus berdiri menunggu Jingga di parkiran kampus, namun sampai sekarang gadis itu belum datang juga, entah kemana perginya, dari pagi tadi, Jingga tak ada kabar lagi. Salwa sudah mencoba berusaha untuk meneleponnya beberapa kali, namun ponselnya tidak aktif. Jingga seolah menghilang begitu saja, padahal semalam ia dengan Jingga masih saling berkirim pesan seperti biasa. Bahkan mereka sempat video call untuk mengerjakan tugas kampus.

Biasanya Jingga selalu aktif saat pukul tiga pagi karena itu sudah memasuki waktu untuk melaksanakan shalat tahajud. Sebenarnya mereka berdua sudah membuat kesepakatan dari lama, tentang, jikalau sudah waktu sepertiga malam pasti salah satu dari mereka ada yang menelepon untuk mengingatkan, tetapi saat tadi Salwa mencoba menghubunginya, malah anehnya tak ada respons sama sekali dari Jingga.

Rasa penasaran kini menyelimuti pikiran Salwa, selain itu ia jadi begitu mengkhawatirkan sahabat satu-satunya itu.

"Emm, apa mungkin Jingga kesiangan ya?" Salwa bergumam sendiri.

Gadis itu menghela nafasnya pelan, ia menatap jam yang melingkar di tangannya, sebentar lagi kelas sudah mau mulai, tetapi Salwa belum melihat tanda-tanda kedatangan Jingga.

"Apa Jingga sakit, ya?"

Salwa menolehkan kepalanya ke kanan lalu ke kiri, masih tak ada tanda-tandanya juga.

"Hm, yaudah deh Salwa masuk duluan ya Jingga kalau ternyata kamu emang telat hehe. Semangat dan semoga gak ada apa-apa sama kamu." monolognya. Setelah itu, ia mulai membalikkan tubuhnya.

Brakkk

Lagi dan lagi. Salwa menabrak seseorang yang ada di belakangnya. Kali ini sepertinya ini bukan salahnya, tetapi salah orang yang ada di belakangnya. Lagi pula untuk apa dia berdiri di belakangnya? Menghalangi jalan saja.

"Duhh!" Salwa mengusap-usap keningnya sambil memundurkan langkahnya.

Kedua matanya mengerjap saat menatap seseorang yang ada di hadapannya.

"Pak Riki?"

"Eh maaf, Sal. Saya gak sengaja. Saya tadi sebenarnya niat ingin menghampiri kamu, tapi kamunya keburu balik badan. Maaf. Emm, kening kamu luka, kah?"

Salwa dengan cepat menggeleng. Semakin hari, sikap Riki semakin aneh padanya. Riki seperti menaruh perhatian lebih padanya, apalagi pria itu juga sering menghampirinya tanpa sebab. Bukan sekali dua kali, tapi ini berlanjut sampai berkali-kali. Apa benar tentang apa yang dikatakan Jingga sebelumnya? Bahwa sebenarnya Riki memang menyukainya diam-diam. Kalau itu memang benar, ia jadi merasa takut dengannya.

Janji Ksatria BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang