[ SHANKARA #02 ] ⚠︎ Mature themes, Contents kissing scene, and Bilingual.
When he closed his eyes, he saw only the shadow of his lover, who loved to colonize the contents of his head. Many men admirer her in secret, and Zakiel has the privilege of h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• There are many reasons why this story was created, so i hope you will appreciate it as much as I appreciate every comment. 🤍
Hari ini cerah. Secerah senyum Naleeya disetiap langkah. Sang penyinar bumi pun tersipu malu melihat wajahnya yang cantik jelita.
Namun langkah riangnya berjalan harus berhenti ketika ada seorang yang memanggil dari sisi lain. Terkejut mengetahui ada sekitar tiga belas orang yang mencegat Naleeya melangkah. Wajah mereka menampilkan ekspresi aneh menurut pengamatan Naleeya. Senyum-senyum itu, agak terlalu lebar bahkan hampir melengkung sempurna ke arah telinga. Mengerikan. Naleeya mundur selangkah kala salah satu dari mereka bergerak maju, dia harus bersikap waspada dan berhati-hati.
“Naleeya, kan?” Suara itu bertanya tapi intonasinya seperti sedang menuduh.
Ketika Naleeya mengangguk mereka serentak memberikan setangkai bunga mawar merah padanya sembari melontarkan kalimat pujian yang berangsur-angsur hilang seiring dengan perginya mereka satu-persatu.
Naleeya linglung. Mencerna situasi macam apa yang sedang dia alami. Terlalu mengejutkan. Tidak ada yang memberitahu apa yang sedang terjadi. Orang-orang hari ini nampak aneh. Dia melanjutkan langkah dengan pikiran mengacu pada kejadian barusan. Tetapi tidak menerima praduga yang cocok.
Menaiki deretan anak tangga. Sampai di lantai tiga, Naleeya harus kembali dikejutkan dengan penyergapan sejumlah murid. Berbeda dari sebelumnya. Kali ini ekspresi mereka lebih tenang dan tak berlebihan. Dia mendesah tak karuan.
Satu orang perempuan dengan rambut sebahu mendekati, tersenyum ramah. Naleeya tak mengenalinya, tapi tetap balas memberikan senyuman. Perempuan itu berucap. “Halo! Lo pasti Naleeya, soalnya yang matanya biru cuman lo doang disini. Jadi, ini bucket tulip buat lo. Have a great day, ya!” Menyodorkan satu bucket bunga tulip.
Kewalahan. Naleeya bahkan bingung menerimanya karena tak bisa membawa lebih banyak lagi di kedua tangannya yang telah tergenggam tiga belas tangkai mawar. Tetapi dia tetap mencoba dengan memberikan gestur berkata 'tunggu' pada delapan murid yang menggenggam bucket tulip dengan warna berbeda, dua putih, merah, kuning, merah muda, ungu, oranye dan hitam, masing-masing memiliki simbolisasi tersendiri. Jumlahnya jika dihitung pertangkai jelas lebih banyak dari mawar, masing-masing dalam bucket terhitung puluhan. Ketimbang mawar, Naleeya memang lebih tertarik pada tulip, terkesan sederhana namun juga elegan, pun memiliki simbolisasi yang mendalam.
“Terima kasih ya, kalau boleh tau, kalian ngasih aku bunga dalam rangka apa?”
Mereka saling pandang sebentar, lalu tersenyum malu-malu dan melenggang pergi tanpa harus menjawab pertanyaan Naleeya. Membuat perempuan tersebut diserang kebingungan luar biasa, beberapa murid disekitarnya bertingkah laku aneh juga, seperti menatap dengan sorot iri tapi kemudian menampilkan ekspresi menggoda.