8. Hiburan Semata

16 2 5
                                    

.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca 💐🙌🏻

***

Bulan telah berganti dengan mentari. Langit cerah mengesankan keindahan di bentala. Ribuan serangga indah menari, menikmati keindahan yang diciptakan tuhan.

Satu daun serta daun-daun lainnya, saling bertautan mengalirkan air yang ditumpah sang awan pada langit malam.

Ruangan kamar dikelolah oleh pemiliknya. Bantal yang berceceran di taruh tempat semestinya. Sarung kasur yang terlepas diperbaiki. Sampah yang berserakkan, di buang ke tong sampah.  Terciptalah kenyamanan pada ruangan kamar yang dimiliki pemuda pencinta seni lukis.

Gelar tawa selalu menjadi bukti kebahagian. Ghargandi tengah mengerjakan tugas bersama. Walaupun kelasnya yang ditempati segenap berbeda, namun kebersamaan takkan hilang, hanya karena jarak.

"Capek banget serius." Keluh Gufta, diringi teriakkan Ratan. "CAPEKK BANGET BUK. SOPAN KAH MEMBERI KAMI TUGAS SEGUNUNG?" Sontak mereka semua menyipitkan sudut mata.

Seorang pemuda jangkung nan berkulit putih bersih, mengangkat kedua tangannya, layaknya bagai buronan yang menyerah. "Makkk capek makk."

Gufta menyambar jus mangga kesukannya, sembari memegangi kepalanya yang seakan ingin melembur. "Kasihan lo Gar!"

"Kalian pusing? IYA? tenang, itu urusan kalian." Sambungnya bersamaan dengan tawa ledek yang diberikannya.

Jaya melempar penanya sembarang, mengambil sepiring nasi yang sudah disediakan Dipta. "Makan dulu. Nanti stres lo pada."

"Amit-amit!" Ucap mereka berbarengan.

Seseorang melintasi mereka yang asik bergelud dengan tugas sekolah. Pandangan mata menuju kantong plastik yang dibawa pemuda bermata sedikit sipit dan berkulit putih.

Gufta dan Dipta saling tarik-menarik wafer favorit yang hanya terdapat satu bungkus, sehingga membuat mereka saling rebut hak milik. Mereka berdua berteriak serentak. "Punya gue!"

Sagara sedikit berlari, merampas wafer dengan kuat. Menyiniskan mata. "Gue yang nitip!"

Wajah mereka berdua memerah, membukakan mulut lebar. Bahkan matanya tak berkedip sama sekali.

Dipta dan Gufta melirih bersamaan. Memandangi punggung Sagara yang kian menjauh. "Kok?"

"Itu punya Sagara. Tadi dia nitip sama gue. Salah lo pada toh gak nitip? Kalian gak bilang apa-apa," ujar Chandra yang membuka kantong plastik, mengeluarkan cemilan punyanya.

Tubuh mereka merosot lemah, melipat kedua tangan. "Tau ah." Kesal Gufta, beriringan dengan umpatan Dipta. "Tai!"

"Dari pada lo dua ngamuk gak jelas. Mending main uno kita." Manggala memberikan saran, disertai jari telunjuk yang mengarah kedua temannya itu.

"Gas!" Ujarnya serentak.

Kartu dibagikan satu-persatu oleh Manggala sebagai ketua penyelenggara dari permainan yang ingin dimainkan mereka. Segenap ghargandi menunggu pembagian kartu secara merata dengan santai. Seraya menyatap cemilan yang dibeli Chandrakanta.

Hawa yang sejuk ini tidak membuat mereka merasakan panas. Rumah yang dimiliki Ratan memang sangat sejuk untuk dijadikan sebagai tempat tongkrongan. Tetapi rumah Manggala tak jauh berbeda.

Kicauan burung menjadikan suasana terteduh sepanjang masa, itu menurut ghargandi. Sebab bagi mereka, kicauan burung dapat menenangkan para hati ghargandi yang lagi kacau balau.

Samsara GhargandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang