Sejenak, Bernapas.

22 9 4
                                    

{Menyenangkan saat kita perlu membayangkan, tetapi bisakah kita?}

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

{Menyenangkan saat kita perlu membayangkan, tetapi bisakah kita?}

∆∆∆

Adrianna mendengar sekelibat suara di luar sana dengan mata terpejam bersama posisi berbaringnya yang menyerong ke kanan. Suara itu tidak begitu asing di telinganya.

Seakan ingin memberikan sinyal untuknya bisa beranjak dari kasur, tetapi Adrianna terlalu bergejolak untuk menangkah tenaganya lebih kuat lagi.

Sehingga, hanya akan berakhir di kasur sembari menguping setiap obrolan di luar sana.

"Eh, adek gua mana?" tanya Jael sedapatnya Nicho yang telah membuka pintu. Bahkan sebelum Nicho mempersilahkan Jael dan Kintan untuk masuk ke dalam.

Nicho mendengus. "Lo nggak bisa tenang dikit dulu?" Nicho pun memiringkan posisinya untuk mempermudah mereka masuk ke dalam. Dan Kintan lah yang pertama Kali menyelosor ke dalam ruangan.

"Eh kampret, cuma ada keajaiban yang bisa bikin gua tenang!" Jael pun segera menyusuli Kintan menuju kamar Nicho.

Namun di tengah langkahnya Jael menuju kamar Nicho, Nicho pun lekas memanggil Jael. Membuat sosok yang dipanggil itu menunda langkahnya dan berpaling ke arah Nicho.

"Gua mau ngomong sama lo," ujar Nicho dengan mimik muka yang begitu serius. Jael mengangkat sebelah alisnya sesaat. "Di meja makan," lanjut Nicho yang perlahan menghampiri Jael untuk menggiring pria itu bersamanya ke ruang dapur.

Dan ketika mereka mulai melangkah ke sisi lain, Kintan yang tampaknya tidak peduli sama mereka, memutuskan untuk melanjutkan tujuannya, yaitu, memastikan kondisi Adrianna. Perempuan itu kini berdiri di depan pintu kamar Nicho yang terletak di lantai dua.

Lalu telapak tangannya segera mengetuk pintu.

"Adri sayang, gue boleh masuk?" tanya Kintan dengan nada begitu hati-hati.

Sementara itu .. Adrianna di tempatnya, hanya terpungkur sejenak dalam suara yang cukup memawas diri menyebutkan namanya.

Adrianna membuka matanya perlahan. Ketukan demi ketukan tak ayal menjalar ke sisi benaknya untuk mempertimbangkan apakah ia harus membuka pintunya?

Dorongan itu pelan-pelan menyantumi dirinya seiring panggilan di luar sana tengah berusaha mengambil perhatiannya. Dan sampai pada titik telah berkumpul itu, mereka pun seketika membubarkan diri lantaran sosok dari balik pintu telah memperlihatkan sosoknya sendiri.

Kintan yang berdiri di depan pintu itu, tak perlu menunggu lebih lama lagi segera menghampiri Adrianna di kasur. Bola mata Adrianna lantas bergulir membuntuti Kintan yang mulai mendaratkan pantatnya di pinggir kasur.

Lalu lebih mendekatkan diri ke Adrianna seraya mengelus dahi perempuan itu. "Hai Kin," sapa Adrianna. Seulas senyuman perlahan mengukir di wajahnya.

Kintan pun langsung memeluk perempuan itu sambil berbaring bersama.

ASA YANG MERAJUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang