Riak yang Menggenang

13 6 6
                                    

{Apa yang Tersembunyi di Dalamnya?}

∆∆∆

Ketiga orang yang tengah diusir dari kamar itu, akhirnya berada di dapur. Tepatnya menduduki deretan kursi yang terletak di mini bar sana. Namun di keheningan mereka yang masih memasok ruangan, tiga dari di antaranya, yaitu, Nicho, memutuskan untuk mangkir dari tempatnya seraya menuju ke kitchen set.

Kedua tangannya, ia topang di ujung meja dalam posisi memunggungi kedua orang di belakangnya.

Kintan sendiri memasang ekspresi bingung dan cemas di wajah cantiknya. Sesekali ia juga menggigit jarinya untuk melepaskan rasa cemasnya itu.

"Gua nggak tahu harus mulai darimana."

Kintan yang sedari tadi menggigit jarinya, menoleh ke arah Jael yang tengah meremas rambutnya.

"Gue coba tengok Adrianna dulu lagi kaliya?"

Jael menggeleng lalu menengok ke arah Kintan. "Lo tahu kan Adri tuh kalo susah, bisa jadi susah banget pokoknya."

"El, kita nggak bisa lama-lama ngebiarin Adrianna kayak gini. Kita harus cari tahu." Nicho memutar tubuhnya mengarah ke Jael. "Dari awal gue udah nyoba tenang. Tapi sikapnya Anna kayak begini, gue nggak bisa diam aja. Gue mau bertindak dengan cara gue, tapi nyatanya yang gue lihat dia sekarang adalah bukan Anna yang biasa gue kenal. Sekalipun diamnya dia ini."

Jael berdecak ke arah Nicho. Tidak tahukah lelaki itu bahwa Jael tak kalah pusing untuk menyikapi segala hal yang terjadi pada Adrianna dalam satu waktu dan berdatangan secara sekaligus tanpa permisi?

Jael sendiri masih sibuk berkutat dengan pikirannya, memikirkan usahanya untuk memulai ini semua.

Jael tidak bisa menyingkirkan pikiran lainnya tentang hal-hal yang akan melibatkan usahanya atau dampaknya ke depan untuk Adrianna sendiri. "Jael! Lo dengar gue nggak sih?" Jael sontak melirik kembali ke arah Nicho.

"Eh, lo kata gua budek?!"

"Lo lagian diem aja. Minimal respon kek!"

"Lah minimal gimana sih Nich? Gua tadi lihatin lo ngomong, lo pikir gua budek?!"

"Ck, bisa diem nggak sih kalian?" sentak Kintan yang benar-benar jengah sama kelakuan dua orang di depan dirinya. Bukannya mencari solusi, kedua orang itu malah memperdebatkan suatu hal yang membuang waktu saja.

"Gua nggak bisa Kintan. Gua juga lagi mikirin gimana caranya tuh anak bisa makan dulu."

"Ya, makanya kita tengok dulu aja. Mungkin Adri udah berubah pikiran?"

"CK!" Jael pun berdecak seraya memukul pahanya.

"Kenapa sih?"

"Nggak mungkin Kin! Satu-satunya yang bisa membujuk Adri, ya, si Chico!"

"Eh, apa-apaan lo?"

Jael menengok ke arah Nicho. "Maaf Nich, gua nggak maksud mancing emosi lo. Gua cuma berusaha realitis aja."

Nicho menggeram. "Gue nggak mengerti realitis maksud lo apa!"

"Ya, lo lihat sekarang, kita bujuk kayak apaan tahu, nggak akan mengubah Adri kan? Malah sekarang kita diusir!"

Nicho pun lalu melangkah menuju Jael. Namun langkahnya seketika tertunda oleh sigapnya Kintan untuk menghentikan itu.

"Maksud Jael, Chico bakal ke sini. Dan cuma dia satu-satunya harapan buat kita biar bisa bujuk Adri."

Nicho membulatkan mata. Jael yang melihat reaksi Nicho yang berlebihan itu, mendengus sejenak. "Lo kan nggak ada masalah sama dia. Harusnya biasa aja sih kalau dia ke sini berniat buat ngebantu kita aja. Lagian, gua juga yang menyuruh," ungkap Jael dengan diakhiri alibinya sejenak.

ASA YANG MERAJUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang