2 [melarikan diri]

63 44 7
                                    

Happy reading and enjoy, don't forget to vote and comment ;)

.

.

.

Gelap, dingin, dan sepi. Ellia Charlotte duduk termenung menatap ke luar jendela. Tidak ada yang menarik di luar jendela, hanya taman kosong yang sangat sepi.

Suara detik jam mengisi kekosongan ruangan tersebut. Wajah cantiknya terlihat pucat, pupil hitamnya tidak memiliki sinar kehidupan di dalamnya. Tubuhnya terlihat sangat kurus, bahkan baju rumah sakit yang beberapa minggu lalu dirinya pakai pas dengan tubuhnya, kini terlihat sangat longgar.

Kakinya berayun pelan berusaha menghalau kebosanan yang tengah dia alami. Ruang kosong berbau obat-obatan ini sudah membuatnya muak, dia ingin keluar dan kembali tidur di rumahnya.

Ellia selalu merasa dirinya baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan tubuhnya. Dia menyangkal semua itu, rasa sakit, sesak, dan pusing, semuanya dia abaikan. Dia percaya pada dirinya sendiri bahwa dia baik-baik saja, tapi tubuhnya berkata yang sejujurnya.

Ellia sudah lemah, dia sakit, dia tersiksa karena penyakitnya. Semula sejak kecil baik-baik saja hingga dua tahun lalu dia merasakan gejala-gejala aneh, dia pikir itu hanya penyakit biasa yang bisa disembuhkan dengan satu kali berobat. Tapi setelah kelulusan keadaannya semakin memburuk, batuk-batuk yang berat sehingga membuat jantungnya sakit, dan debaran jantung yang tidak stabil. Membuatnya tidak dapat menahan semua lagi, pada akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk memeriksa semua.

Sejak saat itu orang tuanya lebih protektif dari sebelumnya. Dia memahami akan itu, kedua orang tuanya hanya tidak ingin dia kenapa-napa. Mereka hanya berjaga-jaga, tapi sejak saat itu dia merasa hidupnya terkekang. Ellia ingin berlari dengan bebas namun tubuhnya tidak akan bisa, jantungnya lemah sehingga membatasi pergerakan yang dia lakukan. Dia ingin berteman dengan banyak orang, dia ingin melihat lingkungan kerja, namun takdirnya harus menetap di rumah atau di rumah sakit.

Ellia didiagnosis menderita penyakit jantung koroner, dia tidak bisa sembuh namun bisa bertahan dalam beberapa tahun ke depan jika melakukan perawatan rutin.

Ellia sudah muak dengan rasa pahit obat-obatan yang selalu dia minum, pernah suatu saat dia mengabaikan semua obat itu hingga penyakitnya kembali kambuh dan semakin parah. Itu terjadi enam bulan lalu dan berkahirlah dia di sini menginap sejak beberapa minggu di rumah sakit.

"Lia, mama membawakan pakaian gantimu. Apakah kau merasa sakit, sayang?"

Suara lembut seorang wanita menyapa pendengarannya bersamaan dengan suara pintu besi yang berderit. Sang gadis yang dipanggil namanya tidak menoleh, dia tetap diam melamun.

Wanita yang menyandang sebagai ibu kandungnya itu mendekatinya, menepuk pelan pundak putri pertamanya. Rasanya sangat menyakitkan ketika melihat anak sendiri harus berjuang untuk hidup.

"Sayang, mamamu ini memanggil, loh. Tidak baik mengabaikan panggilan orang tua," tegur sang mama.

Ellia melirik mamanya saat merasakan tepukan lembut pada pundaknya. Dia tersenyum saat melihat wajah cantik sang mama walau sudah kepala empat.

"Eh, mama, maaf ya tadi Lia melamun. Soalnya, Lia, sangat bosan. Lia, ingin pulang dan bermain," uajar Ellia.

Sang mama menghela napas. Ia tau pasti sulit bagi putrinya ini untuk menetap di rumah sakit yang dingin dan sepi ini, ia juga tidak ingin melihat putrinya lemah karena penyakitnya seperti ini, ia hanya melakukan yang terbaik untuk putri pertamanya.

Mama Ellia mengambil duduk di sebelah Ellia. Dengan lembut ia mengusap punggung sempit putrinya itu.

"Lia, harus sembuh dulu baru bisa main. Minum obatnya yang teratur biar cepat sembuh, jangan bohongi mama sama dokter kalau kau sudah minum obat dengan teratur," ucap sang mama dengan nada lembut.

Ellia hanya terkekeh dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sepertinya mamanya ini sangat memperhatikan dia sekarang.

***

Beberapa menit mengobrol dengan sang mama, waktunya jadwal pemeriksaan. Ellia berbaring di atas ranjang tidurnya. Dokter wanita paruh baya yang memeriksa terlihat begitu teliti dan penuh kehati-hatian.

Setelah mengecek dan membicarakan kemajuan kesehatannya, kini Ellia kembali sendiri di dalam ruangan dingin tersebut. Sang mama izin untuk pulang terlebih dahulu karena ini sudah waktunya anak-anak sekolah pulang dan sang mama harus menjemput adiknya.

Dia sangat bosan dan kesepian. Kakinya bergerak turun dari tempat tidur, dengan perlahan dan penuh kehati-hatian dia mencabut selang infus yang tertancap dipunggung tangannya. Dia meringis saat merasakan perih yang menjalar diseluruh tangannya.

Dengan cepat dia menyambar jaket merah yang ada di dalam tas besar berisikan pakaian ganti miliknya. Dia memakainya, diliriknya dahulu jam yang ada didinding.

Pelan namun pasti dia melirik kanan dan kiri sebelum benar-benar keluar dari kamarnya. Begitu banyak suster dan dokter yang berlalu lalang juga beberapa pasien.

Dia meraih penutup kepala yang berada di belakang jaketnya, menutupi sebagian kepala hingga wajahnya. Dia terkikik sebelum benar-benar keluar.

Dengan cepat dia berlari; sehingga menimbulkan keributan di lorong rumah sakit. Secepat kilat dia berlari tanpa melihat ke belakang dan tidak memperdulikan orang-orang yang meneriaki namanya.

Rasanya sudah cukup jauh dia berlari, hingga dengan tidak sengaja dia menubruk tubuh seseorang begitu kencang. Tubuhnya hampir saja terhuyung ke belakang dan bisa saja dia jatuh jika tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya.

Dia mendongak menatap pria jangkung di depannya, dia bahkan sedikit kesulitan untuk menatap pria yang baru saja dirinya tubruk. Begitu tinggi baginya dan matanya juga sebagian tertutup karena tudungnya.

"Eh ... Hehe, maaf ya aku tidak sengaja," sesal Ellia.

"Nona Ellia!"

Ellia menolehkan kepalanya ke belakang, terlihat satu perawat perempuan dan dua lelaki berbadan besar mengejarnya. Tanpa dia sadari dia menarik lengan kekar orang yang ada di depannya, membawanya berlari untuk menghindari orang yang mengejarnya.

Hingga dirasa sudah sangat jauh dari kejaran. Ellia tertunduk menumpukkan tangannya pada lutut, mencoba mengatur nafas yang tersengal-sengal. Rasanya sangat menyenangkan setelah sekian lama tidak berlari-lari seperti ini.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kini dadanya terasa sangat nyeri dia bahkan mencoba tetap dalam kesadarannya agar tidak pingsan.

"Apa kau pencuri atau penculik?"

Suara berat dan serak itu membuat Ellia bergidik ngeri, dia menoleh ke belakang didapatinya seorang pria jangkung dan tampan. Untuk beberapa saat dia terpesona akan keindahan wajah pria di depannya ini.

Hingga dia tersadar telah membawa lari seseorang bersamanya, tapi kenapa juga pria ini mau mengikutinya?! Itu bukan salahnya.

"Hei! Aku bukan pencuri ataupun penculik! Yang benar saja masa gadis cantik dan baik sepertiku melakukan hal seperti itu," ketus Ellia.

Pria di depannya itu memutar bola matanya malas saat mengetahui gadis di depannya ini sangat amat percaya diri.

"Kau membawaku lari, itu artinya kau menculikku," tuduh pria tersebut.

****

Thanks and see u ;)

Eternity and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang