happy reading and enjoy, don't forget to vote and comment ;)
..
.
.
.
.
Owen membuang napasnya kasar melihat bangunan besar di depannya. Sudah sejak beberapa jam lalu dia berdiri menunggu kedatangan Ellia.
Ya, Owen sejak Ellia pergi bersama Emma dia sengaja mengikuti Ellia dan Emma. Meski sudah menebak apa yang akan terjadi di dalam sana, dia masih tetap diam hingga matahari sudah terbenam.
Bahkan udara semakin dingin menusuk kulitnya. Dia ingin masuk dan melihat apa yang terjadi, tapi dia menahannya. Karena ini belum waktunya, dia harus sabar menunggu. Tugas dia hanya menemani Ellia dan menyadarkan dosa-dosa Ellia.
Perasannya menjadi tidak enak. Padahal dia tau bahwa di dalam sana pasti Ellia sedang disiksa. Tapi tetap saja dia berusaha menyangkal itu dan mengabaikan perasaannya.
Kaki jenjangnya melangkah memasuki gedung tua tersebut. Dengan tenang dia berjalan dan mencari keberadaan Ellia. Dia harap dia tidak datang terlambat, lagipula Ellia tidak akan mati sekarang karena itu belum waktunya.
Telinganya menajam saat mendengar suara teriakan dan tawa seseorang. Dia mendekati asal suara itu.
Terlihat dua orang yang tengah memadu kasih di sana. Owen tidak peduli dengan mereka. Menarik nafas lalu mengeluarkannya pelan-pelan, disaat itu juga tubuh Owen terbalut oleh cahaya ungu gelap.
Melangkah melewati dua insan yang masih memadu kasih, bahkan kedua orang itu tidak menyadari bahwa Owen masuk ke dalam. Karena itu efek dari sihirnya, dia membuat dirinya tembus pandang, tidak akan ada yang dapat melihatnya.
Tangannya terulur membuka knok pintu yang di dalamnya ada Ellia yang sedang mati-matian bertahan dari serangan para bajingan itu.
Owen menatap Ellia dengan tatapan yang sulit diartikan. Lihatlah gadis itu, gadis yang selalu memperlihatkan kesombongannya pada Owen, kini terlihat lemah.
Wajahnya sudah memucat, dan ada beberapa memar diwajah juga didada atasnya. Owen meringis saat melihat itu.
"Permisi, saya harus mengambil gadis saya kembali," ujar Owen.
Ketiga pria besar itu berbalik dengan mata yang melotot karena terkejut. Ketiganya saling memandang satu sama lain, otak mereka tiba-tiba berhenti bekerja, tubuhnya bahkan tidak dapat digerakkan. Seolah mereka terkena hipnotis.
Owen melangkah mendekati Ellia yang meringkuk memeluk dirinya sendiri. Pakaian Ellia begitu berantakan, bahkan sebagian dadanya hampir terlihat.
Owen membuka jaket yang dia kenakan kemudian hendak memakaikannya pada Ellia. Namun Ellia tersentak dan menolak, matanya menyiratkan ketakutan. Pertahanannya sudah runtuh.
Dia takut, dia tidak dapat melawan lagi, dia sudah lelah, dadanya terasa sesak.
Owen memakai sihirnya hanya pada saat dia melewati kedua orang yang tengah memadu kasih di luar ruangan ini. Itu sebabnya ketiga pria itu dapat melihatnya.
"Ini aku, apa kau masih di sana, El?" tanya Owen dengan nada lembut.
Ellia tersentak, dia menatap Owen dengan tatapan kosong. Owen meringis saat ditatap seperti itu, entah kenapa hatinya terasa sakit saat melihat Ellia yang kacau seperti ini.
"Ke mari. Kau akan baik-baik saja sekarang." Owen dengan perlahan mendekap tubuh kurus Ellia, sempat ada pemberontakan beberapa detik dari Ellia.
Saat menyadari Ellia sudah tidak lagi memberontak, dia menatap Ellia yang berada dalam dekapannya sudah pingsan. Dengan segera dia memakaikan jaket miliknya pada Ellia.
Menggendong Ellia ala pengantin, lalu membawanya keluar. Mengabaikan pria-pria berbadan besar itu yang masih dalam pengaruh sihirnya.
Owen memang sengaja membuat para pria itu melihat semua gerakkannya, tapi membuat tubuh mereka tidak dapat bergerak.
"Terima kasih telah mengembalikan gadis saya," ucap Owen.
Kemudian saat pintu itu tertutup bersamaan dengan Owen yang hilang di balik pintu. Ketiga pria berbadan besar itu tersadar saat tubuhnya kembali dapat digerakkan.
Ketiganya saling memandang dengan tatapan saling bertanya. Apa-apaan yang terjadi tadi, pikir mereka. Itu sedikit aneh dan tidak masuk akal.
***
Entah sudah keberapa kalinya untuk hari ini Owen menghela nafas kasar. Kini dia tengah duduk di depan ruang rawat Ellia.
Beberapa jam lalu dia membawa Ellia ke rumah sakit. Punggungnya bersandar pada sandaran kursi. Perasaannya kosong, dia bingung, tidak dapat merasakan apa yang dia rasakan sesungguhnya.
Emosinya, marah, sedih, dan kecewa. Semua emosi itu bercampur menjadi satu sehingga membuat dia bingung sendiri.
Wajah Ellia yang pucat, tak sadarkan diri seperti itu membuat hatinya sakit. Tentu perasaan seperti ini bukanlah hal yang baru baginya, itu hal yang sudah beribu-ribu tahun lalu sering dia rasakan.
Hanya saja saking terbiasanya mengalami perasaan seperti itu, dia sampai tidak dapat lagi membedakan. Pikirannya menjadi keruh.
Suara derap langkah kaki di lorong rumah sakit yang sepi terdengar memasuki pendengaran Owen. Dia melirik ada tiga orang yang berjalan mendekatinya, lebih tepatnya menuju ruang rawat Ellia.
Itu kedua orang tua Ellia dan adik laki-laki Ellia. Sejak pertama dia membawa Ellia ke rumah sakit ini, dokter yang menangani Ellia adalah dokter Ellia sendiri. Beruntungnya dia tidak perlu pusing-pusing mencari alamat rumah Ellia untuk mengabari bahwa Ellia tengah tidak baik-baik saja.
Seorang dokter keluar setelah satu jam lamanya memeriksa Ellia di dalam. Owen dapat melihat keluarga Ellia langsung menghampiri dokter itu.
"Lia, Liaku bagaimana, dok?" ucap mama Ellia dengan cemas.
Dokter itu menghela nafas menatap sendu orang-orang yang sudah tidak asing lagi baginya. Kemudian dokter wanita tersebut menepuk pundak mama Ellia dengan pelan.
"Cobalah untuk tenang dan terus berdoa untuk kesembuhan Lia. Penyakitnya kumat, Saya hampir menyerah saat detak jantung Lia melemah. Lalu —" Belum sempat dokter wanita itu menyelesaikan kalimatnya, mama Ellia sudah menghentikannya dengan cara mengguncang tubuh sang dokter dengan tidak santai.
"APA MAKSUDMU, HAH?!" teriak mama Ellia.
Papa Ellia dan Fabio menarik mama Ellia dan mencoba menenangkannya. Kemudian papa Ellia mengisyaratkan agar sang dokter melanjutkan kalimatnya yang sempat tertunda.
"Beruntungnya dia masih bisa bertahan. Dia hanya koma untuk beberapa waktu. Nyonya dan Tuan, sebaiknya lebih memperhatikan Lia Saya rasa dia baru saja mengalami hal yang sangat buruk sehingga membuatnya drop. Hanya itu saja yang bisa Saya sampaikan, kalian dapat berkunjung besok pagi, biarkan Ellia dahulu," jelas sang dokter.
Kemudian dokter itu berpamitan kepada kedua orang tua Ellia. Papa Ellia menatap sang istri yang sudah menangis tanpa suara seraya memeluknya. Sebagai seorang ibu tentu saja mama Ellia merasa terpukul saat mendengar kondisi putrinya memburuk.
Sedikit ada pemberontakan saat hendak kembali ke rumah. Seperti yang dikatakan dokter mereka harus pulang dan berkunjung besok. Awalnya mama Ellia menolak, ia sangat kekeuh untuk tetap bermalam di sini.
Namun dengan bujukan sang suami pada akhirnya ia menurut. Keduanya berlalu begitu saja.
Sedangkan Fabio dia memilih duduk di samping Owen yang sedari tadi hanya menyimak.
"Ya tentu saja, El, tidak akan mati sekarang. Itu sekitar lima bulan kurang dari sekarang," batin Owen berkata.
"Anda pria yang waktu itu 'kan? Terima kasih telah menyelamatkan kak Lia," celetuk Fabio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity and Destiny
FantasySebuah kebetulan, seseorang yang memiliki keinginan akan keabadian hidupnya dan seseorang yang ingin keabadiannya segera berkahir. Bertemu menjadi teman, sahabat, dan kekasih. Berbagi cerita yang begitu menyenangkan, dan menyedihkan. Bercengkrama da...