happy reading and enjoy, don't forget to vote and comment;)
..
.
.
.
Mint Ville, dahulu kota besar ini adalah ibu kota kerajaan Eclipsara, kerajaan yang melahirkan penyihir sakti dan keturunan keturunan ksatria yang hebat.
Kerajaan Eclipsara konon katanya dibangun oleh Dewa Angin yang dahulu mengalami hukuman karena melakukan kesalahan di tempatnya, sehingga ia dihukum untuk tinggal bersama manusia yang tidak memiliki hati.
Manusia pada zaman dahulu tidak pandang bulu, mereka akan membunuh satu sama lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup, bertarung melawan monster-monster.
Hingga saat Sang Dewa Angin turun ke bumi, semuanya perlahan berubah. Sang Dewa menanamkan inti sihirnya pada salah seorang manusia yang telah menerimanya dengan senang hati.
Sangat mustahil untuk menemukan seseorang yang memiliki hati di zaman sekarang. Sang Dewa Angin bersyukur telah menemukan seseorang yang masih memiliki hati nurani.
Pada akhirnya ia memutuskan untuk membangun sebagian wilayah bumi yang hancur ini. Ia membuat manusia yang telah dirinya warisi inti sihir, mewariskan lagi pada keturunan manusia tersebut.
Hingga beberapa tahun berlalu semuanya berubah, Sang Dewa telah selesai dengan hukumannya dan ia mempercayai kerajaan yang telah ia bangun kepada sang pemilik inti sihir.
Sang raja kerajaan Eclipsara, sangat bijak dalam mengayomi masyarakat. Pada awal-awal ia memang kesulitan untuk menangani semua manusia yang tidak memiliki hati, namun dengan kesabaran juga restu Dewa yang telah ia dapatkan, ia bisa melewati semua itu.
Beberapa tahun berlalu, sang raja menikahi salah satu gadis muda yang polos. Membuat keturunan untuk masa depan yang telah ia susun berharap akan bahagia dan baik-baik saja.
Semuanya baik-baik saja selama pemimpin pertama kerajaan Eclipsara. Hingga kerajaan itu sudah lama berdiri, kini dipimpin oleh raja keturunan ke-tiga.
Peperangan, perselisihan, pemberontakan, semuanya sudah berlalu. Meski setiap tahunnya pasti akan terjadi hal yang serupa.
Pada suatu saat sang ratu dari pemimpin ke-tiga, melahirkan seorang anak lelaki yang sangat tampan. Anak itu tumbuh dengan sangat sehat, dan juga penurut. Setidaknya hingga umur anak itu 15 tahun.
Di luar dugaan semua orang, sang pangeran tumbuh menjadi orang yang sangat angkuh juga arogan. Sangat kejam dan pongah.
Mungkin memiliki kekuatan murni langsung dari Dewa Angin membuatnya menjadi anak yang arogan dan angkuh. Anak itu membanggakan dirinya, tatapan mata emasnya menusuk siapapun yang berani meremehkannya.
Anak itu Owen Phoenix, sang pangeran yang dijuluki Dewa Kematian. Seharusnya diusianya yang masih sangat muda dia harus lebih fokus untuk belajar memimpin kerajaan besar ini sebagai penerus selanjutnya.
Tetapi, anak itu malah bermain-main dengan kekuatan yang dia miliki, dia memanfaatkan sihir hebat yang dia miliki untuk kesenangan dirinya.
Hingga suatu ketika, mungkin Dewa sedang menghukumnya karena dia telah menyalahgunakan kekuatan juga membantah kepada kedua orang tuanya.
Owen, jatuh sakit. Dia tidak dapat berdiri dan menggerakkan anggota tubuhnya. Bahkan rasanya untuk membuka matanya pun sangat sulit.
Dia frustrasi, rasanya dia akan mati. Namun Dewa seolah sedang mempermainkan nyawanya. Dia tidak bisa mati, dia juga tidak bisa sadarkan diri.
Selama tubuhnya terbaring lemah, entah kenapa indra pendengarannya berfungsi dengan baik. Dia mendengar ibunya selalu bolak-balik dan menangis saat melihat kondisinya.
Perasaannya sangat sakit, hatinya seolah hancur ditusuk-tusuk oleh pedang. Dia menyesali semua prilakunya, dia pikir setelah dia menjadi anak yang kurang ajar dan angkuh orang tuanya tidak akan memperdulikannya, namun dia salah.
Dia berjanji setelah dia sembuh dan bisa membuka matanya dia akan menuruti semua perintah dan larangan kedua orang tuanya. Dia akan lebih memanfaatkan sihir yang dia miliki untuk kebaikan dan bukan kesenangan dirinya.
Beruntunglah dia. Owen, sembuh total. Dia tidak lagi berbaring lemah diatas tempat tidurnya. Dia pernah berjanji jika dia telah sembuh, dia akan menjadi anak yang penurut dan tidak angkuh juga arogan lagi.
Namun, dia mengingkari janji itu setelah umurnya 20 tahun. Dia tau dirinya sangat bodoh, seharusnya diumurnya yang sudah terbilang dapat mengambil keputusan sendiri. Dia justru dibodohi oleh seseorang, sehingga dia kembali menjadi orang yang angkuh dan arogan.
Dia kembali menggunakan sihirnya untuk melakukan apa yang dia inginkan. Seseorang saat itu mempengaruhinya.
"Pangeran, apakah Anda tidak ingin menjadi abadi? Abadi itu menyenangkan, Anda dapat menguasai kerajaan ini hingga Anda bosan."
Bisikan itu membuat hati seorang Owen Phoenix tergiur. Sangat bodoh dengan alasan seperti itu. Owen tidak ingin mati, dia tidak ingin merasakan sakit seperti saat umurnya 15 tahun. Kematian itu sangat menyakitkan.
Sehingga bisikan seperti itu mampu membuatnya menjadi orang yang sangat tamak. Dia mengembara jauh untuk mencari bagaimana caranya dia bisa abadi? Dia bahkan mencari buku-buku sihir yang ditinggalkan leluhurnya.
Hingga dia sudah frustrasi dan menjadi gila karena tidak dapat mencapai apa yang dia inginkan. Dia berteriak frustrasi dengan senyum menyeramkan diwajahnya.
"Aku akan hidup abadi! Keabadian adalah kebahagiaan yang tiada tara!!" Dengan tangan yang terkepal kuat, dia berteriak dibalkon besar kerajaannya.
Semua rakyatnya hanya menatap dengan tatapan yang berbeda-beda pada pangeran mereka. Bahkan sang raja dan ratu yang melihatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Putranya sangat sulit dikendalikan untuk saat ini.
Jderr!!
Suara petir yang mengejutkan semua orang membuat semua orang berbondong-bondong melarikan diri untuk menyelamatkan diri.
Petir tersebut mengenai tubuh Owen yang berdiri tegap dengan angkuhnya. Owen, sudah gila dia bahkan menyeringai seperti orang gila saat sengatan petir tersebut membuat tubuhnya mati rasa.
***
Owen terbangun dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran dari pelipisnya hingga lehernya. Tertunduk memegangi kepalanya. Setelah ribuan tahun dia hidup, mimpi tersebut terus menghantuinya.
Dia sudah sangat frustrasi karena kesalahannya dimasa lalu. Dia sudah berbicara pada Dewa dan memohon untuk kematiannya, namun itu percuma. Sangat mustahil untuk dia mendapatkan pengampunan dari Dewa Angin.
Sial. Dia benar-benar sangat menyesal. Seharusnya ini tidak terjadi. Hidup abadi hanyalah penderitaan yang dia dapatkan dan juga rasa kesepian.
Saat itu mungkin dia menikmati hidup abadinya tanpa rasa bersalah ataupun penyesalan, dia bahkan mengakui dirinya sebagai Dewa. Tapi seiring berjalannya waktu dia mulai menyesalinya, dia benar-benar menyesal.
Bahkan berbagai hal gila untuk bunuh diri sudah dirinya lakukan, tapi itu sama sekali tidak berdampak pada dirinya sama sekali. Sangat amat menyebalkan!
Kamar gelap dengan sedikit pencahayaan itu membuat kesan memilukan bagi seseorang di dalamnya. Owen beranjak dari tempat tidurnya, meraba-raba tembok untuk mencari sakelar lampu.
Cahaya putih menyorot matanya saat lampu itu mulai menyala. Melirik jam yang ada diatas nakasnya, menunjukkan pukul 3:10 am. Untuk mendinginkan pikirannya dia akan berendam.
Orang gila mana yang berendam saat pagi-pagi buta seperti ini? Owen lah orang itu. Dia hanya ingin mendinginkan tubuh juga pikirannya.
"Ya Dewa, apakah aku masih belum dimaafkan?"
***
cie pangeran Owen (⊙_◎)
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity and Destiny
FantasySebuah kebetulan, seseorang yang memiliki keinginan akan keabadian hidupnya dan seseorang yang ingin keabadiannya segera berkahir. Bertemu menjadi teman, sahabat, dan kekasih. Berbagi cerita yang begitu menyenangkan, dan menyedihkan. Bercengkrama da...