Happy reading and enjoy, don't forget to vote and comment;)
*
*
*
*
Entah bagaimana ceritanya, Ellia tidak tau pasti, intinya dia sedang berbaring lemah. Beberapa hari berlalu dari kejadian melarikan diri kemarin-kemarin. Keadaannya semakin memburuk, bahkan tubuhnya semakin lemah kali ini.
Dua hari dia tak sadarkan diri, saat bangun rasanya semua tubuhnya sangat sakit seakan bisa hancur kapan saja. Saat ketahuan dia melarikan diri kedua orang tuanya memarahinya.
Dia hanya pasrah saat papanya langsung turun tangan untuk memarahinya, tidak benar-benar dimarahi sebenarnya. Papa Ellia hanya menasehati dirinya agar tidak melakukan hal seperti itu lagi.
Beberapa menit lalu dia baru saja kembali diperiksa oleh dokter yang bertanggung jawab atas dirinya. Sepertinya keberuntungan kali ini tengah berpihak pada dirinya, dikatakan bahwa dirinya semakin membaik atau dengan artian keadaannya tidak seburuk beberapa hari lalu.
Ellia sumringah saat tau keadaannya membaik dengan seribu alasan dan rengekan untuk membujuk mama dan papanya, dia berhasil untuk segera keluar dari rumah sakit ini. Dia akan pulang dokter sudah mengizinkannya, dengan syarat harus cek up setiap tiga minggu sekali.
Dia bersenandung ria seraya membersihkan tempat tidur rumah sakitnya itu dan juga mengemasi barang-barangnya untuk segera dia bawa pulang. Rasanya seperti dia baru saja keluar dari sebuah ruangan yang telah mengurungnya lama.
"Kenapa, kakak, harus pulang sih? Aku kan tidak ingin direpotkan."
Protesan seseorang membuat Ellia menghentikan kegiatannya. Dia berbalik menatap seorang remaja lelaki tinggi yang tengah bersandar di dekat pintu masuk tengah menatapnya seraya bersedekap dada.
Ellia mengerutkan keningnya, menatap tajam adik laki-lakinya. Nama adiknya Fabio Charlotte, dia baru saja duduk dibangku kelas satu sekolah menengah atas. Ellia memiliki dua adik, adik bungsunya berjenis kelamin perempuan yang berumur 9 tahun.
"Dasar kau, sialan, siapa juga yang ingin merepotkanmu? Aku tidak akan merepotkan siapapun!" sungut Ellia.
Fabio hanya berdecak, kemudian dia melangkah mendekati kakak perempuannya itu. Meraih tas yang berisikan baju ganti kakaknya. Meski kakak perempuannya ini sangat amat menyebalkan dan angkuh, dia tetap menyayangi Ellia dan juga mengkhawatirkan Ellia.
"Kau ini, Kak, jangan sering mengumpat atau kau akan cepat mati." Fabio melenggang pergi meninggalkan Ellia.
Kedua adik kakak itu memang selalu berbicara blak-blakan, tidak akan ada yang tersinggung. Jika saja ada seseorang yang mengejek salah satu dari mereka maka salah satu dari mereka juga akan mengamuk tidak terima.
"Jika aku mati tidak ada yang akan menghentikan para gadis penggemarmu itu. Dengar ini, Fabio, aku tidak akan mati secepat itu aku ini kuat dan baik. Kau tau orang baik tidak akan mati dengan cepat." Ellia mengikuti langkah kaki sang adik seraya terus berceloteh.
Fabio hanya memutar bola matanya malas, melirik sekilas kakaknya yang sudah berjalan di sampingnya. Kakaknya ini terlalu berbangga diri dan juga berfikiran positif, terkadang dia berpikir apakah Ellia tidak pernah merasa takut dan frustasi akan hidupnya? Yang dia tau Ellia selalu memuji diri sendiri dan juga hidupnya.
Keduanya berjalan beriringan, sepanjang lorong.
Fabio dan Ellia terus berbicara dan sesekali mengejek satu sama lain hingga membuat mereka tertawa.Hubungan kakak beradik yang seperti ini sangat menyenangkan. Jarang sekali bertengkar dengan ada emosi yang berlebihan didalamnya.
"Nah, setelah ini aku tidak akan pernah masuk rumah sakit ini lagi. Aku akan pergi ke puncak gunung, melihat kota ini dari sana." Ellia berjalan mundur seraya merentangkan tangannya, bermaksud untuk memperagakan apa yang sedang dia katakan.
Fabio yang melihat tingkah laku kakaknya yang terus berceloteh itu hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanggapan. Ellia terlihat begitu bahagia setelah keluar dari rumah sakit ini. Ellia begitu indah dan hebat bagi Fabio.
Duk!
"Aduh, siapa sih! Kau ini kalau berjalan lihat-lihat dong!" omel Ellia.
Kemudian dia membalikkan badannya menatap sengit pria jangkung yang baru saja dirinya tubruk. Dia merengut kesal seraya mengelus belakang kepalanya.
Fabio yang melihat itu lagi-lagi hanya menghela napas lelah. Kakaknya ini memang sangat ceroboh dan payah.
"Jalan itu melihat ke depan bukan ke belakang," cetus pria jangkung tersebut.
Ellia mendelik tidak suka, mungkin otaknya baru saja bergeser sedikit saat menubruk pria di depannya ini. Di sini memang dia yang salah, tapi bukan Ellia jika tidak terus mengelak akan kesalahan.
"Kau! Kau pria mesum waktu itu 'kan?! Sialan kau bajingan, kenapa aku setiap bertemu denganmu sial terus sih!" sungut Ellia.
Pria tersebut, Owen. Dia hanya bisa memutar bola matanya malas, Ellia ini sangat tempramen ternyata. Gadis yang sangat menyebalkan, wajahnya memang cantik dan sangat mirip dengan sosok wanita yang dia sebut ibu. Namun sifatnya sangat buruk!
"Sepertinya aku yang sial kali ini, kembali bertemu dengan gadis gila sepertimu. Apa kau kabur lagi dari rumah sakit jiwa?" tanya Owen dengan santai.
Fabio yang sedari tadi diam tanpa minat untuk melerai keduanya, hampir saja dibuat tertawa oleh penuturan pria jangkung di depan kakaknya itu. Jika biasanya dia akan mengamuk saat ada yang mengejek kakaknya, entah kenapa kali ini dia merasa biasa saja, bahkan hampir dibuat tertawa.
Sedangkan Ellia, gadis itu merengut kesal telunjuknya menunjuk wajah tampan Owen. Dia menggeram dengan wajah yang memerah menahan amarah.
"Kau buta, ya?! Aku ini keluar dari rumah sakit biasa bukan dari rumah sakit jiwa, bajingan! Dan aku tidak gila!" bentak Ellia.
Owen hanya memasang wajah datar, di dalam hati dia tertawa puas. Entah kenapa melihat wajah pucat yang memerah menahan kesal itu sedikit membuatnya terhibur.
"Orang waras mana yang berjalan berlawanan dengan tujuan dia seraya merentangkan tangannya seperti siap ditabrak oleh mobil truk," sindir Owen.
Sial, Fabio tidak bisa menahan tawanya lagi. Ini kali pertamanya dia melihat seorang pria mengejek abisa-abisan kakaknya. Biasanya dia melihat setiap pria akan tunduk pada kecantikan kakaknya bahkan tidak peduli jika sang kakak selalu berbicara kasar dan terus mengumpat.
Fabio menarik pergelangan tangan kakaknya sebelum benar-benar pergi dia sedikit menunduk untuk memberi hormat sekaligus meminta maaf pada pria di depannya ini.
"Maaf, kakak saya memang bodoh. Saya pikir dia juga memang sedikit gila, maafkan atas kesalahan kakak saya sekali lagi, ya," kata Fabio kepada Owen dengan nada menyesal.
Ellia melotot pada adiknya itu, ada apa dengan hari ini? Kenapa kedua pria ini menyebutnya gila? Astaga yang benar saja.
Fabio melenggang menarik tangan sang Kaka untuk segera pulang, jika terus dibiarkan Ellia bisa mengamuk lebih.
Owen menatap kedua adik kakak yang sudah pergi itu. Diam-diam dia tersenyum merasa terhibur, setidaknya Ellia tidak terlalu buruk.
"Akan sangat menyayangkan jika waktuku dengannya hanya sebentar," monolog Owen.
***
tau gk? bab ini sedikit dri bab sebelumnya loh.
gmna kabar kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity and Destiny
FantasySebuah kebetulan, seseorang yang memiliki keinginan akan keabadian hidupnya dan seseorang yang ingin keabadiannya segera berkahir. Bertemu menjadi teman, sahabat, dan kekasih. Berbagi cerita yang begitu menyenangkan, dan menyedihkan. Bercengkrama da...