Bab 7 Ngambek

41 6 0
                                    

Duduk bersebelahan dengan Kenan yang sedang tertidur saat pesawat lepas landas tentu bukan pertama kalinya dialami Hania. Saat Kenan terlelap, Hania tentu harus terjaga. Memastikan atasannya istirahat dengan baik, tak ada seorang pun mengusik apalagi sampai mencelakai.

Tapi, itu dulu! Saat statusnya hanya seorang asisten pribadi.

Sekarang situasinya jelas jauh berbeda!

Hubungan komunikasi keduanya bisa dibilang tak baik setelah perdebatan pertama setelah sah menjadi suami-istri.

Inikah rasanya bersitegang dengan Kenan sebagai sepasang kekasih?

Tapi, dulu Alif tak seperti ini jika ada masalah dengannya. Pasti saja Alif lebih dulu meminta maaf, merayu, dan membujuk Hania untuk segera mengakhiri pertengkaran mereka. Berbeda sekali dengan Kenan yang malah mengabaikannya!

Kan? Hania lagi-lagi malah mengingat Alif. Ya, Tuhan! Kenapa sulit sekali melupakan masa lalu? Apalagi Alif berselingkuh dari Hania. Bukankah harusnya Hania dapat dengan mudah melupakan mantan kekasih biadabnya itu?

Kalau diingat-ingat, kebiadaban Alif hanya pada saat dan setelah ia ketahuan berselingkuh dengan Maya. Sebelum-sebelumnya Alif adalah sosok kekasih yang sangat pengertian. Selalu memastikan Hania makan tepat waktu, menjadi pendengar akan keluh-kesahnya, membantunya ketika kesulitan, tak jarang meminjamkan uang, mengajak Hania jalan-jalan saat butuh healing, selalu memastikan Hania pulang dengan selamat sampai rumah, dan masih lagi sikap pengertian Alif yang tak bisa Hania sebutkan satu per satunya.

Hania tentu tak mau melupakan kebaikan apa saja yang sudah Alif lakukan untuknya. Ia tak mau menutup mata hanya karena sebuah kesalahan.

“Kamu gak tidur?”

Suara Kenan membuyarkan lamunan Hania. “Eng–enggak, Pak.”

Terdengar Kenan mendesah meski matanya terpejam. “Masih memikirkan tawaran Papah?”

“Enggak kok!” Jelas Hania mengelak. Ia tak mau dituduh hal yang tidak benar perkara tawaran Pak Rahwana yang membuat keduanya bersitegang sejak tadi.

“Terus, kenapa kamu melamun? Memikirkan apa barusan?”

“Mikirin Alif.”

Seketika mata Kenan membola sempurna. Ia benahi tempat duduknya menjadi posisi tegap.

“Memikirkan mantan yang berselingkuh? Rupanya kamu yang gila, Hania.”

“Saya tahu. Tapi, mau bagaimana lagi? Pak Kenan tahu sendiri berapa lama saya dan Alif menjalin hubungan. Bukan perkara mudah melupakan hubungan itu.”

“Hubungan macam apakah yang kamu maksud? Apa kamu merasa hubungan kalian itu sangat spesial sampai harus dilamunkan?”

“Entahlah. Tiba-tiba aja kepikiran. Bukan saya yang mau mikirin, tapi tiba-tiba aja kepikiran, Pak Kenan. Ah! Pak Kenan pasti belum pernah ngerasain yang namanya sayang sama orang, tapi terpaksa harus merelakannya karena takdir. Menjalaninya mungkin seperti hal mudah bagi orang lain. Tapi buat saya, ini sulit! Apalagi saya sama Alif gak putus selamanya. Kami sekarang justru punya hubungan sebagai ipar.”

“Hah! Kamu meremehkan saya? Tentu saja saya pernah merasakan hal seperti itu. Bedanya, saya tidak menyerah! Saya tak mengalah pada takdir. Saya tetap menyayangi orang tersebut sampai bisa mendapatkannya.”

“Maksud Pak Kenan, ada kemungkinan bagi saya bisa mendapatkan kembali Alif?”

“Kamu itu sudah jadi istri saya! Berani kamu berselingkuh dari saya demi berhubungan lagi sama mantanmu yang selingkuh itu?!”

“Saya hanya—”

“Tidur! Tidak penting memikirkan masa lalu kamu itu! Lebih baik mulai sekarang kamu memikirkan masa depanmu dengan saya saja. Lihat masa depanmu!”

DIPAKSA JADI JODOH (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang