Bab 19 Dzikir

24 4 0
                                    

Bola mata Hania berputar-putar. Saat matanya mendarat ke arah depan, ada dada bidang Kenan berjarak beberapa senti dari wajahnya. Ketika matanya berputar ke atas, ada ceruk leher Kenan dan jakunnya yang bergerak naik-turun. Ke arah bawah lebih parah lagi! Ada dada dan perut Kenan yang saling menempel!

"Astagfirullaah!!! Kuatkan iman lo, Nia!!! Lo kuat! Lo harus kuat!!!"

Tentu ada alasan kenapa yang bergerak dari seluruh tubuh Hania hanyalah matanya. Karena sekujur tubuhnya mati rasa akibat pelukan erat Kenan yang bertahan hingga pagi!

Hania ingin melepaskan diri, namun takut membuat Kenan tersadar. Ia saat ini sedang tak ingin bertegur sapa dengan laki-laki ini. Maunya saat sudah terbangun, ia langsung terjun saja ke lautan! Menghilang sejenak dengan tidak berhadapan dengan Kenan sampai batas waktu yang tidak bisa Hania tentukan.

"Pak ...." Hania takut-takut bersuara. Malu sebenarnya, tapi ia sudah tak tahan ingin ke toilet sekarang juga!

"Hmm ...." Kenan hanya mengerang. Justru pelukannya semakin mengerat.

"Ya Allah ... jauhkan hamba dari godaan setan yang terkutuk!!!"

Hania tentu tak bisa pasrah lagi. Keadaannya benar-benar genting.

"Pak Kenan!" Hania berteriak tiba-tiba. "Ada gempa, Pak! Pak! Bangun, Pak!"

Kenan spontan melepaskan pelukannya. "Gempa? Mana?!"

Kenan celingukan, mencoba merasakan getaran gempa yang Hania maksud. Tapi ketika ia melirik Hania yang berlari kecil ke toilet, tak merasakan getaran apapun juga, Kenan langsung tersenyum kecil alih-alih kesal karena barusan Hania sudah menipunya.

Tak beberapa lama kemudian, Hania muncul dengan gelagat kikuk. Mendapati Kenan sudah terjaga sambil memandangi tab di pangkuannya, duduk bersandar ke ranjang.

"Apa tidak bisa kamu membedakan sikap saat sebagai istri dan asisten pribadi?"

"Sikap gimana maksudnya, Pak?"

Hania melangkah malu-malu menuju koper. Meraih sebuah tas kecil sebesar kepalan tangan berwarna cokelat. Berjalan ke area kosong dekat ranjang.

"Seperti saat kamu membangunkan saya barusan. Kamu tidak perlu menggunakan trik yang sama seperti saat kamu menjadi asisten pribadi saya."

Hania mengeluarkan mukena dari dalam tas kecil itu. Mengenakannya sambil tertawa kecil.

"Tapi, itu cara paling jitu bangunin Pak Kenan."

Tentu ini bukan kali pertama Hania menghadapi Kenan yang tidur terlelap. Beberapa kali ia pernah mendapatkan tugas untuk membangunkan atasannya ini dari tidurnya. Dan, yah! Cara seperti ini adalah cara paling jitu membangunkan atasannya yang Hania pelajari selama ini.

"Kamu bisa membangunkan saya dengan cara lebih lembut."

Hania menoleh sambil melingkarkan ikatan tali mukena di kepalanya.

"Awalnya saya udah lemah lembut loh, Pak. Tapi, Pak Kenan yang gak denger. Ya udah deh! Saya pake cara biasa. Udah ah! Saya mau shalat."

Kenan langsung membisu. Tak lagi bicara. Tapi perhatiannya hanya tertuju pada Hania yang tengah melakukan shalat. Bahkan ketika Hania selesai meraup wajahnya dengan kedua tangan dalam posisi duduk, Kenan masih terus memperhatikannya.

"Kamu gak ngajak saya buat shalat?" tanya Kenan tiba-tiba.

"Maksudnya?"

Hania melepas mukenanya. Kali ini ia sudah tak malu-malu lagi menampakkan kepala tanpa hijab.

DIPAKSA JADI JODOH (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang