T I G A D U A

78 14 0
                                    

Untuk hari ini Eunbin ingin sekali jalan berdua bersama Kak Dahyun. Momen pas beres ujian dan bertepatan pula dengan datangnya Kak Dahyun, Eunbin harus memanfaatkannya.

Kedua insan tersebut sekarang sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Tentunya tempat mereka tidak sama seperti yang kesepuluh orang itu datangi. Mal yang berada di bawah jembatan layang ini terlihat sibuk, padahal weekdays tapi orang-orang datang hanya sekedar untuk melihat-lihat—atau membeli jika ada yang cocok, seperti yang dilakukan Eunbin.

“Kak kenapa, sih, nggak kuliah di Bandung aja?” tanya Eunbin.

“Bosen,” jawab Kak Dahyun, maniknya melirik-lirik ke kanan dan ke kiri.

“Yaelah, masa bosen.” Eunbin menggerutu. “Daripada di Jogja, jauh amat.”

Kak Dahyun terkekeh. “Suasana baru, dong! Aku tinggal di sini udah hampir 20 tahun, ya.”

Eunbin memutar kedua matanya malas. “Tapi waktu temu kita cuman jadi sebentar, Kak. Sekarang, tuh, jadi sebulan sekali. Kalo dulu, bisa tiap hari kita tatap muka.”

“Nanti juga kamu ingin rasain hidupnya mandiri,” kata Kak Dahyun.

“Gue udah hidup mandiri, Kak.”

Kak Dahyun menggaruk rambutnya yang tak gatal. Benar juga, sih. Batin dia.

“Emang kamu mau ngampus dimana?” Kak Dahyun memberikan pertanyaan sebagai pengalihan topik. Kalo bahas-bahas sendiri takut Eunbin jadi sedih.

Eunbin mengedikkan bahunya. “Nggak tau, nggak kepikiran,” jawabnya tak acuh.

“Hey!” Kak Dahyun menyeru. “Kamu, tuh, udah kelas 11 masa belum kepikiran mau kemananya, sih?”

“Bingung, Kak. Setiap fyp pasti berubah terus,” ucap Eunbin lalu cekikikan.

Kak Dahyun geleng-geleng. “Coba pikirin. Kan, ada guru BK, itu kamu bisa konseling,” jelas Kak Dahyun.

Eunbin cuman berdeham malas.

“Tapi pengennya ke Korea, sih,” ujar Eunbin sepersekian detik kemudian.

Kak Dahyun menatap Eunbin, menunggu jawaban.

“Biar ketemu BTS,” lanjut Eunbin diselingi cengiran.

Oppa, oppa Korea mulu, kamu, tuh!” sahut Kak Dahyun sambil mencubit pelan pipi Eunbin.

“Ya, udah. Kalo gitu gue ikut Kak Dahyun aja,” sambung Eunbin.

Spontan, Kak Dahyun menggeleng dengan cepat sambil berkata, “Nggak, nggak! Aku nggak mau direpotin sama kamu, ya!”

“Ih, Kak Dahyun mah jahat!” rengek Eunbin kecewa yang malah membuat Kak Dahyun tertawa.

“Kamu itu udah punya jalan sendiri, ya, Eunbin,” ucap Kak Dahyun masih agak tertawa. “Nggak perlu ikut orang.”

Eunbin berdecak, ia lantas berucap, “Kalo gitu, tawarin tiket pensi sekolah gue ke temen-temen lo, Kak.”

“Gitu aja langsung nyerah, labil!” ejek Kak Dahyun. “Berapaan coba tiketnya.”

“Sekarang udah 150, sih, Kak.”

Kak Dahyun berpikir sebentar. “Kalo jadi 180 nggak apa-apa, ya?”

“Ya allah, Kak….” Eunbin tak habis pikir.

“Bisnis, bisnis,” lanjut Kak Dahyun sambil menaik turunkan alisnya. “Tiga puluhnya buat aku.”

“Ya, udah. Bebas.”

Kak Dahyun tersenyum puas. “Nanti aku usahain kon—”

Langkah Kak Dahyun tiba-tiba terhenti, otomatis membuat Eunbin juga ikut terhenti dan melontarkan pertanyaan, “Kenapa, Kak?”

OUR UNIVERSE || 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang