Aroma nasi goreng menghantui indra penciuman Lia yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tahu siapa yang memasaknya. Tidak lain, dan tidak bukan, ya, kakaknya sendiri. Mendengus sebal Lia cuman membatin, Kenapa perlu repot?
Lia cuek aja tanpa menghiraukan perutnya yang udah keroncongan karena aroma ini. Toh, dia nggak ada niatan untuk sarapan di rumah. Maka dari itu, Lia pun bergegas. Setelah semua beres, rapi dengan pakaian seragamnya, Lia lantas menuruni tangga dan langsung disambut oleh Kak Seulgi.
“Sarapan dulu di sini,” ucap Kak Seulgi sambil menyiapkan dua piring nasi goreng di meja makan.
“Nggak usah, Lia ada piket hari ini,” jawab Lia begitu dinginnya, ia kembali melanjutkan langkah, tetapi dihentikan oleh Kak Seulgi yang menimpali.
“Kamu, tuh, kenapa, sih?!” Kak Seulgi frustasi. “Kemarin nggak, kemarin lagi nggak, terus sekarang nggak sarapan di sini juga. Banyak aja alasan! Hargai Kakak yang udah bikin buat kamu dong, Dek!”
Lia memutar kedua matanya malas lalu berbalik badan. “Lia nggak pernah minta buat dibikinin sarapan sama Kakak,” jelas Lia, “dan Kakak juga nggak perlu repot-repot harus bangun subuh terus nyiapin makanan. Pikirin aja kehidupan Kakak sendiri, biasanya Kakak gitu, kan?”
Kak Seulgi bergeming.
“Di sini juga Kakak cuman nunggu nilai Lia aja,” lanjut Lia. Ia menghela napasnya sebentar sebelum berucap, “Lia bisa ngurus hidup sendiri. Kalo urusan nilai, Lia bisa ngirim ke email atau WA.”
Setelah Lia bilang itu, ia pun keluar dari rumah dan pergi ke depan komplek terus menelepon Eunbin.
“Oy! Gue masih sarapan—”
“Nggak usah jemput. Gue naik ojek online aja, kepepet piket.”
Tiit.—
Lia menghembuskan napas sambil memejamkan matanya sejenak. Berusaha menetralkan pikiran dan emosinya agar tidak merusak mood hari ini. Kemudian, perempuan itu pun membuka aplikasi ojek online dan pergi memesan.
***
Lia sampai juga di sekolah, dia langsung pergi ke kantin. Suasana di kantin masih dibilang sepi, cuman ada beberapa orang yang lagi sarapan. Tanpa mau berpikir panjang, Lia memilih 'tuk membeli bubur. Cocok, kan, menu sarapan di pagi yang dingin ini.Setelah memesan, Lia duduk dengan semangkok bubur miliknya. Lia berdoa lantas mengaduk bubur tersebut. Ya, dia tim yang buburnya diaduk karena kalo nggak diaduk segala bumbu tersebut tidak akan tercampur rata. Jadi, ya, enak diaduk.
Teh hangat yang sepaket dengan porsi bubur ini pun diantar oleh bapak penjualnya. Telat sedikit, soalnya belum panas. Sehabis mengucapkan terima kasih pada bapak tersebut, ekor mata Lia menangkap dua orang—lawan jenis—yang juga sedang—sepertinya—sarapan di hadapan dia. Walaupun cukup jauh, tetapi Lia bisa melihat kedua orang itu siapa.
Seketika mood sarapan Lia hancur lebur. Bangsatnya kenapa di hari ini banyak yang menguji emosi Lia. Manik Lia menatap tajam kedua orang tersebut. Rasanya, dunia ini milik mereka doang. Ketawa-ketiwi, senyam-senyum. Idih. Lia muak banget lihat mereka.
Sudahlah, lebih baik Lia cepat menghabiskan sarapannya. Kecepatan perempuan itu pun meningkat, alhasil dia tidak bisa menikmati bubur yang terkenal enak di sekolah MUSYTARI 2. Sesudah selesai, Lia gercep ke kelas yang memang nggak jauh dari kantin.
Tiba di kelas, Lia lantas mulai piket pagi. Fyi aja, kelas Lia juga masih kosong. Anak-anak kelas MIPA 4 memang kebo dan ngaret. Jadinya nggak perlu kaget. Oh, iya, teman Lia yang lain kemana? Ada, tapi Lia suka aja piket pagi biar sorenya nggak perlu piket lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR UNIVERSE || 00L
Fiksi Penggemar"Ketika empat belas insan memiliki suryanya masing-masing." ☆☆☆ Inilah kisah persahabatan dengan tawa dan air mata di masa SMA. Di balik canda dan kebersamaan mereka yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia yang mendalam. Hal-hal yang tak terucapka...