Bab 10

14.1K 1.9K 1.6K
                                    

Thank you for 100K reads🫶🏻

Happy reading!

****

Seminggu menjelang berlangsungnya acara pernikahan Zyana dan Ustad Faruk, keluarga Ustad Faruk pun datang ke Jakarta. Pak Didi mengantarkan Ustad Faruk ke Stasiun Kereta Api untuk menjemput keluarga Ustad Faruk atas perintah Arshaka.

"Terima kasih, Pak Didi. Saya ke dalam dulu mencari kerabat saya."

"Sebaiknya saya ikut saja, Ustad. Untuk membantu membawakan barang-barang kerabat Ustad Faruk."

"Jangan, Pak Didi. Gak apa-apa, biar saya aja."

"Ini amanah Gus Arsha, Ustad."

Ustad Faruk mengangguk kecil, "baik kalau begitu."

Setelah memarkirkan mobil, mereka masuk ke dalam stasiun dan menunggu di kursi tunggu yang berdekatan dengan pintu kedatangan. Kereta akan tiba 5 menit lagi, Ustad Faruk sengaja datang lebih awal dari pada kerabatnya, agar mereka tidak kebingungan.

Tetapi sudah hampir 10 menit mereka menunggu, kerabat Ustad Faruk tak kunjung keluar dari pintu kedatangan. Akhirnya Ustad Faruk menghampiri petugas keamanan yang berjaga di dekat pintu.

"Permisi, Pak. Maaf sebelumnya, saya sedang menunggu kerabat saya, mereka baru pertama kali naik kereta, apa boleh saya masuk untuk menjemput mereka? Takutnya, mereka kebingungan di dalam."

"Biar saya yang cek ke dalam, Pak. Apa Bapak ada identitas penumpang?"

Ustad Faruk memperlihatkan foto tiket kereta yang ia pesankan melalui online, petugas keamanan tersebut mengangguk, "baik, Bapak boleh menunggu di kursi tunggu. Biar saya cek ke dalam peron."

"Terima kasih, Pak."

Setelah menunggu 5 menit, akhirnya Uwa dan Bibi keluar dari pintu kedatangan, Ustad Faruk menghela napas lega, ia mendekati keduanya dan mencium tangan mereka, "apa kabar, Uwa, Bibi?" Tanya Ustad Faruk.

"Alhamdulillah, ya Allah, Jang. Tadi setelah keluar dari kereta, Uwa sama Bibi bingung harus ke mana, kita nunggu di pinggir rel, eh tiba-tiba pak satpam itu nyamperin katanya ada yang jemput, Bibi lega," ucap Bibi.

Ustad Faruk tersenyum mendengarnya, "terima kasih banyak, Pak," ucapnya pada petugas keamanan yang sudah membantunya.

"Sama-sama, Pak."

"Yaudah kalau gitu kita langsung ke Pesantren, Pak Didi menunggu di sana."

Ustad Faruk membawa tas jinjing besar dan kardus besar, sedangkan Uwa, membawa kardus yang kecil. Mereka menghampiri Pak Didi yang menunggu di kursi. Saat melihat Ustad Faruk mendekat, Pak Didi segera berdiri.

"Biar saya yang bawakan, Ustad."

"Gak apa-apa, saya aja, Pak Didi."

"Saya bawa satu, Ustad bawa satu, begitu."

Ustad Faruk terkekeh, ia memberikan kardus besar, "yang ini aja, lebih ringan."

"Itu isinya makanan, makanya ringan, Jang, nanti dibagi-bagi ya ke calon besan," sahut Bibi.

Setelah itu mereka menuju parkiran untuk segera pulang ke Pesantren.

****

Sepanjang perjalanan, Bibi tak henti-hentinya terpukau melihat gedung-gedung pencakar langit, tetapi juga bingung melihat banyaknya mobil dan motor yang memadati jalan raya.

"Jakarta macet banget ya, Jang?"

Ustad Faruk dan Pak Didi terkekeh mendengarnya, "segini belum macet, Bu. Yang macet itu saat jam berangkat dan pulang kerja."

ATHARRAZKA 3: ZyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang