Bab 18

12.8K 2.1K 555
                                    

Pembaca gelap bener-bener sangat ghaib😼

Sesulit itu kah pencet bintang di bawah?
Yang baca 2K tapi yang vote gak nyampe 1K

Aku update ini karena apresiasi sama pembaca yang juga sudah berusaha mengapresiasiku😚

Baiklah, aku akan slow update, jangan tanya kapan update yeaa, aku update kalau udah mood🙂‍↕️

****

Sudah 2 minggu pernikahan Zyana dan Ustad Faruk, hubungan keduanya semakin dekat, Ustad Faruk melakukan rutinitas mengajar seperti biasa, sedangkan Zyana bermain bersama kedua keponakannya, setidaknya ia tidak kesepian dan merasa bosan saat suaminya tengah bekerja.

Tetapi hari ini, Ustad Faruk meminta Zyana untuk ikut dengannya ke Aula untuk halaqah, Zyana memperhatikan suaminya yang tengah membimbing beberapa santri, sesekali Zyana ikut membaca Al-Qur'an yang berada di tangannya, mengikuti bacaan mereka.

Beberapa kali Ustad Faruk sudah mengajak Zyana untuk bertadarus bersama saat sebelum tidur, tetapi Zyana masih enggan, ia masih merasa malu untuk membaca Al-Qur'an di depan suaminya, entah mengapa seperti itu.

Saat Ustad Faruk tengah sibuk mendengarkan bacaan seorang santriwan, tiba-tiba saja ponselnya bergetar, tadinya Ustad Faruk membiarkanya, tetapi getaran itu tak kunjung berhenti, akhirnya Ustad Faruk mengambil ponselnya.

"Assalamualaikum, ada apa, Den?"

Ustad Faruk terdiam, dadanya terasa tertusuk, tubuhnya kaku, bibirnya kelu, seluruh organ tubuhnya tiba-tiba saja berhenti berfungsi, air mata menggenang di pelupuk matanya, sampai semenit kemudian ia menghela napas berat.

"Innalillahi wa innaillaihi rajiun.."

Mereka semua menoleh, menatap Ustad Faruk yang menunduk dan menutup wajah dengan satu tangan, Zyana yang duduk tak jauh dari mereka segera menghampiri suaminya, memegang bahu Ustad Faruk, "siapa?"

"Guruku," ucap Ustad Faruk pelan, dadanya terasa sesak sekali.

"Innalillahi wa innaillaihi rajiun.." ucap Zyana dan semua santri yang tengah halaqah.

"Mau ke Bandung?" Tanya Zyana.

"Aku gak bisa ninggalin anak-anak."

"Nanti aku bilang ke Bang Shaka."

****

Siang itu juga, mereka ke Bandung, Arshaka meminta Pak Didi untuk mengantar Ustad Faruk dan Zyana ke Bandung. Ustad Faruk sudah mengabari temannya jika ia akan pulang ke Bandung, alhasil Kiai Solihin belum dikebumikan, menunggu Ustad Faruk.

Pukul 4 sore, mereka tiba di Pesantren, Ustad Faruk menggenggam tangan Zyana, memasuki Pesantren yang dipenuhi dengan suasana sedih, bahkan langit pun ikut mendung.

"Alfaruk!"

"Jak.."

Ustad Jaka, teman Ustad Faruk yang menjadi Dewan di Pesantren ini, memeluk erat tubuh Ustad Faruk, keduanya berpelukan, saling merasakan kesedihan yang mendalam ditinggalkan oleh guru mereka.

"Tadi pagi beliau mencari kamu, Alfaruk.. Alfaruk.." Ustad Jaka menirukan perkataan Kiai Solihin.

"Aku telat, Jak?"

"Enggak, Al. Sejak semalam memang kondisi beliau udah menurun drastis, tadi pagi sempat sadar, beliau menitipkan pesan dan amanah, mencari kamu, sejam kemudian kembali gak sadarkan diri, tepat jam 9 pagi tadi menghembuskan napas terakhirnya."

"Aku ingin bertemu beliau, Jak."

"Beliau ada di dalam, sedang dikafankan."

Mereka menuju sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat jenazah Kiai Solihin, sebelum masuk ke ruangan, Zyana berhenti, Ustad Faruk menatapnya, "aku tunggu di sini," ucap Zyana.

ATHARRAZKA 3: ZyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang