Grandee (006)☘️

192 26 0
                                    

Jeno memasuki rumah utama itu dengan paper bag di tangannya. Setelah mengobrol dengan Winter tadi sore via telepon, dia memutuskan untuk membeli heels sebagai tanda permintaan maaf atas kejadian yang membuatnya syok beberapa hari yang lalu.

Jeno melewati ruangan yang terdapat kakeknya di sana, terlihat serius dengan ponsel di tangannya. "Haraboji melihat Karin tidak? Mobilnya sudah ada di parkiran." Tanyanya kepada Siwon.

"Kamu tidak memiliki nomor ponselnya?" Tanya Siwon balik.

"Aku hanya tidak ingin menghubunginya."

Siwon menatap Jeno tidak habis pikir, dan apakah begini tingkah anak-anak muda sekarang?

"Terakhir ada di halaman belakang. Dia sedang sibuk berdiskusi untuk model pakaiannya."

Jeno mengangkat sebelah alisnya, ekspresinya pun menunjukkan kalau dia merasa tidak nyaman dengan informasi ini. "Dia ada tamu sekarang? Laki-laki atau perempuan?"

"Jung Jeno, apa kamu perlu waktu lebih agar bisa mengendalikan diri?"

"Aku tidak." Ujar Jeno cepat. Dia segera memperbaiki ekspresi wajahnya. Jauh dari jangkauan Karina membuat hidupnya merasa tidak tenang, dan sekarang sudah tinggal satu rumah seperti yang diinginkannya, mana mungkin dia rela dipisahkan kembali.

"Buktikan kalau begitu. Jangan terlalu cemburu dan posesif."

Jeno mengangguk mengiyakan. "Aku pergi dulu." Pamitnya.

"Aku tidak menyangka dua generasi ini benar-benar membuat pusing. Sepertinya rencana kita untuk tidak membiarkan mereka memiliki keturunan lagi adalah langkah yang tepat. Akan seperti apa coba anak mereka nanti, berdarah dingin, atau tidak memiliki rasa empati, atau lebih parah dari Winter dan Jaemin, kanibal yang harus dikubur sepanjang hidupnya." Siwon mengeluh menghadapi permasalahan keluarga yang kian sulit dikendalikan.

"Itu tidak menutupi kemungkinan. Renjun saja sangat tidak diprediksi, dia obsesi ketika dalam ruang operasi. Chanyeol sampai melakukan terapi padanya. Darah Jung memang tidak baik-baik saja." Yoona pun tak kalah mengeluh. Harusnya memang berhenti saat anak-anak lahir, dan kini dia memiliki para cucu yang sangat mengurus tenaga dan pikiran.

"Onyang sudah memberi tahu Karina belum soal Jeno?"

"Kurasa belum. Nana terlalu banyak pikiran untuk menjelaskan soal itu. Ini terlalu menekan, sejujurnya mengurung Karina selama dia hidup. Di satu sisi kita tidak tahu jelas Karina ini seperti apa, berisiko jika dia tertekan bersama dengan Jeno dan menyukai pria lain. Seheboh apa rumah kita nanti."

"Ya, seheboh Jaehyun menyeret Rosé di depan danau dulu. Ayah sama anak sama saja, suka posesif."

"Oh benar, Jeno anaknya Jaehyun." Yoona seperti disadarkan akan hal itu.

"Kamu pulang ke sini kan malam ini?" Siwon bertanya kepada istrinya.

"Tentu saja. Kita tidak boleh meninggalkan mereka tanpa pengawasan, sedangkan yang lain sudah kembali ke rumah di Hanok."

"Sudah kalau begitu, aku ada urusan di luar sebentar."

"Ya, aku juga sebentar lagi pulang. Aku tutup telponnya."

Jeno memandangi Karina beberapa saat, mencoba bersikap biasa saja lalu memberikan paper bag ini dengan aman. Sejujurnya keinginan untuk membawa Karina dalam rengkuhannya sangatlah kuat, tapi ini belum waktunya, Jeno takut Karina malah menjaga jarak darinya. Di pandang orang normal dirinya pasti sangat tidak masuk akal, bahkan menakutkan.

Darah Biru ; Grandee Mugunghwa. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang