Grandee (009)☘️

166 23 1
                                    

Di dalam mobil Karina tidak bicara apa pun, pikiran penuh dengan kejadian tadi, itu benar-benar tidak normal. Karina pikir kejadian-kejadian aneh seperti itu hanya ada di dalam film saja, ternyata dia mengalami sendiri dari orang-orang sekitarnya. Tunggu, bukankah Jeno juga sama anehnya?

Karina melirik Jeno lewat ujung matanya, sepupunya itu pun diam sejak tadi. Itu tidak masalah sama sekali, tapi Karina rasa dia yang ada salah saat ini, rasa-rasa ketertarikan kepada laki-laki di sampingnya ini agaknya tidak wajar. Rasanya seperti tertarik mengarahkan ke hubungan romansa, ini aneh, apa karena sepupunya ini jauh terlihat lebih tampan dan dewasa?

Dia dan Jeno terlalu dekat untuk menjadi pasangan, dan Jung yang dia tahu akan bersanding dengan keluarga jauh, entahlah, siapa kira-kira pria itu. Karina merasa dia tidak tahu banyak tentang Jung walaupun dia sendiri bagian dari Jung.

"Kamu sudah ada rencana untuk memilih rumah hanok belum?"

Karina sontak menoleh, raut kebingungan terpancar di wajahnya. "Aku belum menikah, Jen. Lagipula kan nanti memilihnya bersama pasangan."

"Jangan terlalu patuh dengan aturan, Rin, sesekali melanggar tidak masalah. Apa kamu tidak penasaran? Kalau aku penasaran. Aneh sekali mereka yang tidak memperbolehkan yang belum menikah untuk melihat."

"Serius kamu bicara begini?" Karina kaget saja, Jeno terlihat seperti orang yang sangat patuh dengan aturan.

"Sangat serius. Jadi, mau melihat-lihat denganku?" Tawar Jeno.

"Kalau ada apa-apa kamu yang bertanggungjawab ya, Jen. Pokoknya aku tidak mau di salahkan." Karina mencari aman duluan.

"Tentu, jangan khawatir soal itu."

"Nanti aku nyusul ke kantor mu kalau urusanku sudah selesai." Ujar Karina menyetujui.

Jeno tersenyum tipis puas apa yang diinginkannya tercapai perlahan-lahan, dirinya yakin kalau tahun ini Karina sudah dalam genggamannya.

"Aku kirim supir nanti, hubungi saja jika urusan mu selesai. Jangan coba-coba naik kendaraan umum."

"Ya, aku ingat kok kalau kita banyak musuh. Itulah kenapa aku tidak pernah naik kendaraan umum atau pergi sendiri, selalu ada yang mengawasi." Karina mengeluh dengan hidupnya yang tidak punya kebebasan.

"Hidup kita tidak semenyedihkan itu kok, Rin."

"Itu kamu, aku yang menyedihkan. Coba saja kalau aku laki-laki, punya kebebasan lebih dari perempuan."

"Itu karena kalian istimewa, harus dijaga baik-baik."

"Oh ya?" Karina mencondongkan tubuhnya ke arah Jeno menatap sepupunya itu lekat.

Jeno tidak menjawab, namun dia menarik tengkuk Karina lalu mencium sekilas tepat di bibir Karina. Sedangkan Karina langsung menarik mundur tubuhnya sembari menutup bibirnya dengan tangannya, dia syok.

"Jangan cantik-cantik, Rin, aku takut kita mengulang kejadian yang sama." Ujar Jeno. Dia menoleh sebentar ke Karina sembari tersenyum lebar.

Jangan tanya Karina, dia sudah mepet ke pintu mobil. Bukan karena takut dengan senyum lebar itu, tapi mata Jeno yang berubah warna sekejap itu tertangkap oleh matanya. Benar-benar gila kalau sampai Jeno seperti itu lagi.

Sepasang mata yang semula tertutup itu perlahan-lahan terbuka. Alisnya menyerengit merasa ada sesuatu yang bergerak di lehernya. Pandangannya kabur mulai pulih, yang dia lihat pertama kali langsung menangkap rambut seseorang di samping kepalanya. Saat itu juga dia sadar kalau orang ini tengah mencumbu lehernya. 

Dia mendorong orang ini dari atas tubuhnya walaupun tenaganya belum pulih. Orang itu tidak terdorong sama sekali, tetapi wajah orang itu kini berada tepat di hadapannya, sangat dekat. "Apa yang kamu lakukan, Jung Jaemin?" Tanyanya sangsi mendapati noda lipstik di bibir Jaemin.

"Kenapa kamu cepat sekali sadar?" Jaemin malah bertanya balik.

"Kamu ingin aku tidak sadar dalam waktu yang lama dan membiarkan kamu bermain-main? Memangnya kamu siapa? Pasangan ku? Jangan membuat aku marah, Jaemin. Benar kata Karina, kalian bersaudara harus dihindari. Kalian berdua butuh psikiater."

"Kita semua butuh psikiater, Winter. Tenaga profesional hanya membantu agar kita waras dan terkendali, tapi tidak menyembuhkan akar permasalahannya. Ini semua sudah terjadi, kita sudah terikat seumur hidup. Dan kamu belum sadar, bahwa saat ini kamu butuh aku agar tetap sadar kamu masihlah manusia normal."

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Tidak masuk akal. Menyingkir dari atas tubuhku."

Jaemin menepuk pipi Winter dua kali sebelum berdiri melepaskan Winter. Perut Winter langsung bergejolak kala bau amis menyengat menyapa indera penciumannya. Dia buru-buru berdiri berlari ke kamar mandi.

Jaemin berjalan santai menyusul Winter masuk ke dalam kamar mandi. Gadis itu sepertinya mengeluarkan semua sarapannya.

Winter menatap bingung pada tangan kanannya yang terdapat noda bercak merah yang mengering. Langsung Winter mendekatkan tangannya ke hidung, dan ya, baunya sama seperti bau di tangan Jaemin.

"Apa ini?" Winter mengibaskan tangannya merasa jijik.

"Bersihkan dulu mulutmu."

"Kamu harus menjelaskan semuanya kepadaku tentang perkataan kamu barusan, dan tindakan kamu yang tidak terpuji ini." Winter tidak akan membiarkan Jaemin lolos. Dia tidak terima dengan apa yang Jaemin lakukan padanya.

"Asal kamu siap saja dengan fakta, mau tidak mau kamu harus terima."

Winter langsung mengiyakan tanpa menyadari keseriusan dari perkataan Jaemin. Dia sibuk membersihkan tangannya, pun dalam hati menggerutu, apa coba yang dioleskan Jaemin di tangannya?

Lama nih gak update, selagi pemulihan aku sibuk bagi waktu bikin bracelet nih, dan otw ganci. Karena aku suka anak dream, nanti akan berbau mereka sih. Dan kemungkinan nama bracelet nya ada unsur 'glamorama' untuk support cerita ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Darah Biru ; Grandee Mugunghwa. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang