Kita berlima adalah ...
Kawula muda yang purna gelora.
*****
Wajah penuh semangat memancar jelas dari kami. Semua peserta band juga penonton semakin penasaran.
Kami langsung mengambil posisi masing - masing. Dea maju paling depan memegang mic dan tersenyum nakal sementara Tommy membelai senar gitarnya dengan lembut namun lugas. Viona menghapit violin di pipinya, dan aku memeluk bass lalu berjalan ke samping Dea.
"Selamat siang semuanya. Blue Amethyst ingin memberi informasi. Seperti yang kalian ketahui, ada personil band kami yang tidak bisa hadir." Kataku yang kemudian membuat penonton semakin riuh dan juri bingung bertanya - tanya.
"Jadi kami meminta pada penonton, juri, dan calon kontestan lainnya yang hadir disini untuk berpartisipasi pada penampilan kami. Setuju ya? Oke mana suaranya???" Tanyaku.
"Yeaaaa ..." Teriak para penonton.
"Oke ikuti aba - aba saya seperti ini." Kataku.
Drum ... trak drum drum trak, drum trak drum trak trak ... Aku menepuk tangan dan dada.
Lalu seluruh penonton mengikuti hingga suara tepukan tangan dan dada itu menggema kian luas ke seantero ruangan.
"Oke tepuk tangannya terus yaaa." Pintaku.
Lalu aku dan Tommy memainkan gitar dan bass beriringan dengan melodi menghanyutkan dari Viona, semua penonton senang karena merasa punya andil sehingga semua menikmatinya.
Tommy dengan nada gitarnya yang unik, Viona dengan violinnya yang menghipnotis, aku dengan bass dan akhirnya Dea pun bernyanyi dengan suara kontraltonya membawa pada harmonisasi hangat dalam menyanyikan lagu Mural Nan Indah.
Dalam durasi lima menit tersebut kami membagikan alam rasa kami pada semuanya. Ini bukan sekedar musik indah, keren, atau hebat melainkan sebuah cara mengkomunikasikan rasa dalam sebilah irama.
Alhasil semua terhanyut bahkan balita yang diajari tepuk tangan oleh ibunya tadi tertawa bahagia. Seluruh kontestan band yang mencemoohkan kini berbalik mendukung.
- Segala hal yang menyakiti perasaan tidak harus dibalas negatif dan dendam. Ini hanya tentang bagaimana kita membuat mereka mengerti apa yang kita rasakan karena terkadang kendala bahasa membuat apa yang dimaksud jadi salah kaprah. -
Akhirnya satu lagu selesai dan penonton puas. Namun kami sekarang menjadi bingung setelahnya.
"Sekarang lagu pertama kelar, buat yang lagu kedua gimana Les?" tanya Dea.
"Waduh ... gue ngga kepikiran sampe situ!" Aku baru ingat bahwa di regulasi tahap nasional ini peserta diminta memainkan dua lagu.
"Trus gimana? Kan mereka nyuruhnya nyanyiin dua lagu sedangkan di lagu yang kedua ini kita butuh drum yang pecah banget kayak yang dimainin si Neko." Tommy yang tadinya sudah tenang kini kembali cemas.
"Tapi kita harus menang, kalo ngga kita bisa buktiin apa ke Audrey? Masa karena ngga ada drum aja kita langsung kalah." Ujar Dea sama - sama cemas.
"Lagi ... lagi ... lagi ..." Suara penonton menggema dengan heboh.
Satu tangan melambai dari barisan penonton. Dia berteriak sambil menerabas kumpulan penonton menuju barisan paling depan panggung.
"Teman - temaaan." Teriaknya.
Tetapi aku tak menyadari siapakah yang berteriak itu karena aku sedang linglung dan bingung. Kukeluarkan kompas itu lagi dan kali ini benda itu langsung menunjuk pada satu arah yaitu area berkumpulnya penonton. Namun aku begitu ceroboh hingga menjatuhkannya ke bawah panggung.
![](https://img.wattpad.com/cover/370134743-288-k231144.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalkulus Minus
FantasyJam Kegelapan yang Dalam Di sekolahku, ada seorang gadis yang sangat cantik dan selalu bersedia membantu kapanpun aku merasa jatuh. Dia selalu ada dan menemani dalam setiap kesedihan ini. Gadis itu bernama Viona Ratu Silama, ia sering dipanggil deng...