Bukan Sang Pemimpi (Bagian Satu)

42 8 12
                                        

Beri sedikit waktu ... biar cinta datang karena telah terbiasa.

*****

Dua minggu berlalu setelah kemenangan Blue Amethyst di perlombaan band kemarin dan kami pun kini kembali beraktifitas belajar di sekolah lagi seperti biasa. Tapi tentu saja sekarang keadaan sudah berbeda karena kami kini mulai populer di kalangan sekolah.

Ada pepatah mengatakan, semakin tinggi sebuah pohon maka angin berhembus pun kian kencang. Artinya, ketika kami siap menjadi terkenal maka harus siap juga untuk digosipkan.

Tetapi bagaimana aku bisa menahan kecemburuanku jika yang menjadi bahan gosip adalah Viona? Tidak apa sih jika digosipkan denganku. Namun dia digosipkan dengan orang lain dan itu membuatku sangat cemburu. Celakanya lagi, orang yang digosipkan dengan Viona pun terlalu baik untuk kubenci.

"Les ... Woi Les!!!" Zydant, salah satu teman sekelas memanggilku.

Tergopoh - gopoh dia berlarian hendak menyampaikan sesuatu kepadaku.

"Oh ada apa?" Tanyaku yang sedang sibuk menyalin catatan pelajaran Biologi yang tak sempat aku ikuti karena kesibukan selama dan setelah perlombaan kemarin.

Hadiah perlombaan berupa dua tahun kontrak rekaman dan sederet jadwal mengisi panggung baik off air maupun on air dari tabloid Remaja Gaul Ya Remaja Gokil menjadikan kami berlima menjelma sebagai artis musisi pendatang baru dalam industri hiburan tanah air.

Kesibukan tersebut sebenarnya membuat kami tak harus belajar untuk kelulusan karena akan mendapat penghargaan khusus dari sekolah dengan otomatis lulus sekolah via jalur prestasi, bahkan dengan itu kami bisa eligible masuk universitas ternama lewat jalur tersebut.

Perlahan dan pasti, platform media sosial kami pun mulai ramai pengikut. Rasanya seperti mimpi menjelma nyata. Siapa sangka salah satu cerita khayalan yang kutulis tempo dulu menjadi betulan terjadi?

Namun ada satu yang tak berubah adalah diriku adalah ribuan jenis rasa cinta dan kesetiaan untuk Viona.

Padatnya jadwal panggung membuat kami hanya bisa masuk sekolah tiga kali dalam seminggu, ditambah tiap malamnya aku masih bekerja paruh waktu. Aku ingin membeli banyak baju untuk Ibu dan Bapak, ingin mereka merasakan nikmatnya makan di restoran mewah manapun yang mereka inginkan. Dan aku yakin jika sebentar lagi aku juga pasti bisa memberangkatkan mereka ke tanah suci.

Yah ... beginilah menjadi manusia. Sebagaimana pun keberuntungan yang telah didapatkan tetaplah tidak akan pernah ada kata kepuasan dalam diri. Selalu ingin lagi dan lebih hingga menggapai langit. Begitu juga dengan diriku yang jelas hanya manusia biasa, bukan seorang ahli ibadah apalagi seorang nabi.

*****

"HAHHH !?! Viona digebet sama Tommy?" Tanyaku begitu kaget bukan main setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Zydant.

"Iya Les, tadi anak - anak pada ngelihat mereka berdua jalan gandengan ke kantin trus makan bareng. Apa coba namanya kalo bukan lagi pedekate alias bakal pacaran ya ngga sih?" Zydant berargumentasi.

Seketika hatiku terasa remuk redam. Hancur sudah semua pengharapan yang membuncah rasa nya. Aku ingin mencemburui, tetapi Tommy bukanlah seseorang yang layak untuk aku berikan rasa marah benci. Tommy juga orang baik dan siapa pun yang melihat juga dapat mengatakan jika Viona lebih serasi dengan Tommy dibandingkan denganku.

Tetapi ... bagaimana dengan hatiku yang merana dan terluka ini?

Apa artinya pertemuan nan lembut yang menyejukkan kalbu di malam bisu saat itu? Apa maknanya ketenaran yang memabukkan ini jika tiada Viona dalam rengkuhanku? Seakan semua yang terasa dan terlihat binasa dalam sesaat dan tak ada lagi memiliki definisi arti.

Kalkulus MinusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang