16

43 8 8
                                    

YANG INI BARU BENAR. YANG TADI KEPENCET ITU WKWKWKKWKWK

Jangan lupa divote yaaa
Berikan komentar kalian
.
.
.
"Gue suka sama lo!"

(⁠;⁠ŏ⁠﹏⁠ŏ⁠)

Jam dua belas sampai dengan jam dua sore adalah waktu di mana Arthur menjadwalkannya sebagai waktu istirahat untuk anak gadisnya. Karena waktu setelahnya adalah jadwal Nara untuk belajar seni musik, kemudian dilanjut olahraga sore.

Arthur memastikan anak gadisnya aman di dalam kamar. Nara bisa menonton, membaca novel, atau apa pun yang dia ingin lakukan tanpa harus keluar rumah.

Tidak hanya waktu istirahat untuk Nara, tapi juga untuk Arthur sendiri. Karena hari libur dari pekerjaan, selain membimbing Nara dalam belajar, ia juga beristirahat sambil menonton hiburan di televisi. Arthur menikmati jam istirahatnya di ruang tengah.

Sebelum pukul dua sore Nara sudah bersiap-siap untuk pergi. Untuk bisa melewati ruang tengah, tentu Rena menjadi sebuah jembatan baginya. Untuk membuat putrinya bahagia, Rena melepaskan anak gadis itu dari kurungan Arthur.

Sebuah rencana sudah Rena susun dengan baik bersama sang putri. Apa pun resikonya, Nara sudah siap menerimanya nanti. Baginya, yang penting ia bisa menonton pertandingan terakhir Neithen.

"Papa masih nonton, biar nanti Mama temani. Kamu keluar lewat jendela, langsung lewat tangga belakang. Mama sudah pesan taksi," ucap Rena berbicara pelan di kamar Nara.

"Makasih banyak, Ma. I love you!" Begitu antusias anak itu mencium pipi Rena, lalu bergegas pergi lewat jendela kamarnya.

Rena memasang senyuman tulusnya. Meski didikan Arthur sudah sangat baik untuk seorang bapak tiri, namun Rena menginginkan yang terbaik berdasarkan versinya.

"Gue udah se-berjuang itu buat nonton pertandingan lo, Ney. Tapi lo harus kalah hanya gara-gara satu orang yang pura-pura baik," jelas Nara menceritakan masalahnya.

"Bukan salah Nesta, tapi kemenangan itu tidak ditakdirkan untuk kita," timpal Neithen.

"Ney, lo harus berhenti jadi orang yang terlalu baik. Gue udah buka semua kebusukan Nesta dan lo masih bela dia. Please, Ney! Gue nggak mau hal buruk lain terjadi sama lo, cuma gara-gara gue."

"Nara, saya bukannya nggak percaya sama kamu. Tapi Nesta sahabat saya, nggak mungkin dia melakukan itu hanya karena masalah kecil. Saya tahu dia mencintai kamu, tapi apa hubungannya dengan saya?"

Nara menarik napas, memejamkan matanya, lalu membuangnya kasar. "Neithen, dia gak suka gue nyemangatin lo." Tampak bersabar, Nara berucap cukup santai untuk membuat Neithen mengerti.

"Saya tahu. Saya tahu kalo Neithen cemburu, tapi itu hal kecil yang tidak mungkin jadi masalah besar. Lagipula, kamu hanya menuruti permintaan saya untuk datang. Nggak ada hal lain, bahkan Nesta nggak tahu itu."

Sekali lagi Nara menghela napas, mencoba untuk tetap santai. Ia lalu menatap lelaki itu seraya berkata, "Gue nggak peduli masalah itu kecil atau besar. Yang pasti gue minta sama lo, lo harus jauhin dia!"

"Nara ... nggak mungkin saya melakukan itu. Apa pun yang sudah Nesta lakukan itu hanya sebuah kesalahan. Dia tetap sahabat saya, dan saya nggak akan pernah meninggalkannya." Neithen tetap pada pendiriannya.

Dinding Kampus (Mimpi dan Kasih) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang