01. MURDER - MOTHER

72 18 54
                                    

“KAMU PIKIR KAMU IBU YANG BAIK, HUH?!” teriak seorang lelaki berbadan tegap dan berambut coklat terang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“KAMU PIKIR KAMU IBU YANG BAIK, HUH?!” teriak seorang lelaki berbadan tegap dan berambut coklat terang.

Suasana menjadi hening seketika. Perempuan tua yang sedang diajaknya bicara hanya bisa terdiam. Dia tak lagi menangis, hanya menunduk dan mengunci mulutnya rapat. Dia menatap lelaki tampan berbadan tegap, berambut coklat terang itu dengan tatapan teduh.

“Maafkan Ibu, Nak,” ucap perempuan itu lirih.

Seolah tak cukup kasihan, lelaki itu kembali melayangkan tamparan di pipi perempuan itu. Dia mencengkram kuat leher perempuan itu, kemudian meludah di hadapannya.

Oh! Sekarang kau mengingatku?!” ucapnya.

Perempuan itu kembali menitikkan air mata. Dia ingin sekali mengobati rasa rindu dan memeluk lelaki di hadapannya. Sayangnya, kedua tangannya terikat pada kursi. Dia terus mengucapkan maaf, berharap lelaki di hadapannya akan mengasihaninya.

“Kalau kau berharap belas kasih dariku, itu tidak akan terjadi! Ingatlah, dirimu yang tanpa belas asih meninggalkan aku dengan lelaki tua gila itu!” racau lelaki itu.

Tangis perempuan itu kembali pecah seperti dua jam yang lalu. Lelaki itu menjauh dan meminta algojonya untuk menyuruh butler membawakan makan malam terakhir untuk perempuan itu.

Tak perlu menunggu lama, seorang butler datang, kali ini dengan membawa satu nampan makanan dan minuman. Dia kemudian meletakkannya di meja di dekat perempuan tua itu. Kemudian datang lagi seorang maid, dia bertugas menyuapi perempuan tua itu.

“Lakukan tugasmu dan pergilah!” ucap lelaki itu pada maid yang baru saja sampai.

_*_

“Maksud Paman, Ibu tidak ada di mana pun? Tadi Ibu bilang mau check up, 'kan?!” ucap seorang lelaki berambut hitam.

“Maaf, Tuan Zayyan. Kami sudah mencari ke semua tempat yang dikunjungi Nyonya Besar. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya,” jawab seorang lelaki bermata sipit berambut coklat terang.

“Bagaimana bisa, sih?! Ibu bukan tipe orang yang menghindar seperti ini! Kalau memang ibu tidak setuju dengan perjodohan ini, dia, 'kan, bisa tetap datang dan menolak dengan sopan,” racau Zayyan.

“Kami akan mencari lagi, Tuan,” ucap lelaki bermata sipit itu.

“Paman Yang.” Panggil Zayyan pada sosok itu.

Lelaki bermata sipit dan berambut coklat terang itu menghentikan langkahnya. “Ada yang bisa saya lakukan untuk Tuan?” tanya Yang sopan.

“Kamu tidak usah ikut cari ibu. Kamu datang bersamaku saja ke rumah Tuan Hans, sebagai pamanku,” ucap Zayyan.

“Baik, Tuan,” jawab Yang.

Zayyan meminta Yang untuk segera bersiap. Sementara dia juga akan menyiapkan diri untuk makan malam dengan keluarga Tuan Hans, rekan bisnisnya. Usianya baru menginjak dua puluh lima tahun. Tetapi tanggung jawab yang dipegangnya sudah setara dengan pria matang di usia tiga puluhan.

Enemine • Zayyan XodiacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang