Setelah menulis sebagian besar novel, Nara kembali ke kota lama untuk menambah kedalaman pada ceritanya. Di kafe tempat dia dan Raka dulu sering menghabiskan waktu, dia berbicara dengan pemiliknya.
"Kafe ini masih menyimpan kenangan kita," kata Nara sambil melihat-lihat.
"Aku berharap kisah ini bisa menghidupkan kembali kenangan-kenangan indah ini."
Pemilik kafe tersenyum hangat. "Kalian berdua selalu terlihat bahagia di sini. Aku senang kamu kembali untuk menghidupkan kembali memori itu."
Nara duduk di sudut yang sama, meja kayu yang sedikit tergores di tepiannya, tempat mereka biasa duduk sambil tertawa dan bercanda.
Dia bisa membayangkan Raka di seberangnya, tersenyum dengan matanya yang berbinar-binar. Rasanya seolah waktu kembali sejenak, membawa segala kehangatan dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.
"Apakah Raka pernah kembali ke sini?" tanya Nara tiba-tiba, penasaran apakah jejak kenangan mereka masih hidup di tempat ini.
Pemilik kafe menggeleng pelan. "Tidak, sejak kamu pergi, dia tak pernah kembali. Tapi aku yakin, jika dia tahu kamu di sini, dia pasti akan datang."
Nara tersenyum tipis, ada rasa rindu yang tak tertahankan. "Dia selalu punya cara untuk membuatku merasa spesial. Mungkin dia juga butuh waktu untuk menyembuhkan diri."
Pemilik kafe mengangguk setuju. "Setiap orang punya caranya sendiri untuk menghadapi kenangan. Dan mungkin, kembalinya kamu ke sini adalah awal dari sesuatu yang baru."
Nara mengambil buku catatannya dan mulai menulis. Di setiap halaman, dia menumpahkan isi hatinya, membiarkan kenangan mengalir bebas tanpa hambatan.
Setiap kata adalah refleksi dari cintanya pada Raka dan kota lama ini.
Di taman dan pantai, Nara merenung dan menulis lebih banyak, merasakan setiap momen lebih dalam dari sebelumnya. Di taman, angin sepoi-sepoi menyentuh wajahnya dengan lembut, membawa aroma bunga dan rerumputan yang segar.
Dia duduk di bangku kayu di bawah pohon yang rindang, tempat di mana daun-daun berguguran mengiringi musim yang terus berganti.
Setiap kalimat yang ditulisnya seakan memancarkan rasa rindunya akan masa-masa itu, dan dia merasakan kedekatan yang lebih mendalam dengan karakternya.
Pantai adalah tempat lain yang memantik inspirasi di dalam dirinya. Suara ombak yang bergulung-gulung, burung camar yang berterbangan di langit biru, dan jejak kaki yang ditinggalkan di pasir lembut seakan menjadi saksi bisu dari kenangan mereka.
Nara berjalan menyusuri tepi pantai, air laut yang dingin menyentuh kakinya, seolah membawa pesan dari masa lalu. Di sana, dia menemukan kata-kata yang lebih hidup dan penuh emosi, menuliskan setiap perasaan yang pernah dia rasakan bersama Raka.
Dia menulis lagi, mencoba menangkap keindahan senja itu dalam kata-kata. Setiap desiran angin dan cahaya matahari yang memudar menjadi inspirasi baru.
"Kisah ini akan berakhir dengan indah," bisiknya pada dirinya sendiri.
Setiap hari, Nara merasa semakin dekat dengan tujuannya.
Kembali ke kota lama memberinya tujuan baru dan semangat yang tak tergoyahkan untuk menyelesaikan novelnya.
Dia yakin, setiap kata yang ditulisnya akan membawa pembaca merasakan cinta, kerinduan, dan keindahan yang pernah dia alami.
Dengan penuh tekad, dia melanjutkan tulisannya, berharap kisah ini akan menginspirasi dan menyentuh hati banyak orang, seperti kenangan yang selalu dia simpan di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisikan Rindu Dari Masa Lalu [ END ]
Romance"Bisikan Rindu dari Masa Lalu" adalah sebuah kisah tentang cinta yang abadi, perjalanan menemukan diri, dan bagaimana kenangan bisa membentuk masa depan. Nara harus memilih antara membiarkan masa lalu tetap menjadi bayangan atau mengubahnya menjadi...