Bab I : Bayangan Di Balik Kata.

41 23 6
                                    

Malam itu, hujan turun dengan deras, menciptakan melodi ritmis yang memenuhi apartemen kecil Nara. Dia duduk di depan meja tulisnya, menatap kosong layar komputer yang menampilkan halaman kosong. Inspirasi yang biasanya mengalir dengan mudah kini terasa mengering. Setiap kali dia mencoba menulis, pikirannya selalu kembali ke masa lalu, kepada seorang pria yang pernah mengisi hidupnya dengan cinta dan kebahagiaan.

Raka. Nama itu terus bergema dalam benaknya. Mereka telah berpisah bertahun-tahun lalu, namun bayangannya tetap menghantui Nara. Setiap malam, dia mendengar bisikan lembut yang memanggil namanya, seolah-olah Raka masih ada di sana, dekat dengannya.

Raka dan Nara putus akibat sebuah situasi yang memaksa mereka untuk berpisah meskipun mereka saling mencintai, mereka berpisah di karenakan Raka harus meninggalkan kota untuk mengejar peluang karier atau tanggung jawab pribadi yang tidak bisa ia tinggalkan. Sementara itu, Nara merasa harus tetap di kota untuk memenuhi komitmen dan tujuannya sendiri. Perbedaan ini membuat mereka sulit untuk mempertahankan hubungan jarak jauh.

Perpisahan ini meninggalkan bekas yang mendalam pada keduanya, mempengaruhi perjalanan hidup dan keputusan Nara untuk akhirnya menulis tentang cinta dan kenangan mereka.

Nara menatap ke luar jendela, lalu berbisik pada dirinya sendiri, "Raka, kenapa kamu terus menghantui mimpiku?"

Kepala Nara terasa berat, dan dia tahu dia harus menghadapi masa lalu jika ingin melanjutkan hidupnya. Dengan rasa tekad, dia mulai menulis catatan kecil tentang semua kenangan yang dia ingat, mencoba untuk memahami perasaannya yang masih membekas.

"Raka," tulisnya perlahan, "ketika kita pertama kali bertemu, segala sesuatu terasa seperti keajaiban. Namun, ketika kita harus berpisah, rasanya dunia ini hancur. Kenapa kenangan tentangmu terus membayangi hari-hariku? Aku tahu kita tak akan pernah kembali seperti dulu, tapi mengapa aku masih merindukanmu?"

Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Mungkin aku belum benar-benar mengikhlaskan apa yang kita miliki. Mungkin aku perlu lebih memahami kenapa aku masih terus memikirkanmu, meski waktu telah berlalu begitu lama."

Nara menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang mulai mengalir. "Aku bertanya-tanya apakah kamu juga merindukanku, atau jika kau sudah sepenuhnya melanjutkan hidupmu."

"Terkadang, aku berharap kita bisa duduk bersama sekali lagi, berbicara tentang segala hal yang tidak pernah sempat kita bicarakan. Aku ingin tahu bagaimana kamu mengisi hari-harimu tanpa aku, dan apakah ada saat-saat di mana kamu merasa kesepian seperti aku. Aku merasa tersesat tanpa adanya arah yang jelas, dan kamu adalah bintang yang pernah menuntunku."

Dia mengusap air mata yang menetes di pipinya dan melanjutkan, "Aku tahu aku harus bergerak maju, tapi bayangan masa lalu selalu membuatku berhenti sejenak.

Aku ingin percaya bahwa semua ini ada artinya, bahwa segala sesuatu yang kita lalui adalah bagian dari perjalanan hidupku yang lebih besar.

Aku ingin percaya bahwa cinta kita, meski berakhir, telah meninggalkan jejak yang akan membantuku menemukan diriku sendiri."

Nara menutup jurnalnya dengan lembut, merasa sedikit lebih ringan.

Dia mengambil napas dalam-dalam, merenung sejenak sebelum melanjutkan, "Hari ini mungkin bukan hari untuk melupakanmu sepenuhnya, tapi mungkin hari ini adalah hari untuk mulai memahami dan mengikhlaskan. Aku akan mencoba untuk membiarkan diriku merasa lebih bebas, untuk merangkul masa depan dengan keberanian, meskipun bayangan masa lalu masih ada."

Dengan itu, Nara menyalakan lampu meja, menatap ruangan yang gelap, dan merasakan dorongan baru untuk melanjutkan hidupnya.

Dia tahu bahwa jalan di depan tidak akan mudah, tetapi dia siap untuk menghadapi setiap langkah dengan hati yang terbuka dan penuh harapan.

Bisikan Rindu Dari Masa Lalu [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang