Liputan pertama

87 81 8
                                    

"Gi? Mic udah dibawa belum?"

Gianna kembali membuka tas besar di dalam bagasi mobil yang berisikan alat-alat liputan. Melihat satu persatu perlengkapan yang sudah dibawa, "Udah kok, Mas. Mic cadangan juga udah masuk."

Gianna kembali menutup tas tersebut. Ia mengambil parfum di dalam tasnya dan menyemprotkan ke segala arah, "Gi? Kita mau ke pasar bukan ke mall!"

Gianna menyeringai pelan, "Aku belum sempat mandi, Mbak, hehehe."

Lantas Rasti menepuk lengan Gianna pelan, "Jorok Gianna!" Gianna yang mendapati reaksi seperti tadi hanya menyengir malu. Semua anggota tim langsung bergegas mengupload foto di grup whatsapp perusahaan sebagai tanda mereka akan segera bergegas meliput. 

"Udah gue send ke grup ya guys. Sekarang kita bisa berangkat!" seru salah satu tim Gianna.

"Oh iya, Gi. Kamu di depan duduk bareng Satria ya! Aku, Rasti, Wisnu di belakang."

"Eh? Mbak ... hehe, apa nggak canggung kalau aku duduk samping Pak Satria? Boleh nggak kalau aku deket Mbak Rasti aja?" bisik Gianna pelan. 

Salsa, produser lapangan di tim Gianna menggeleng pelan. "Manggilnya Satria aja kali Gi, dia belum punya anak kok! Lagian dia orangnya lucu tau Gi, nggak bakal canggung deh. Rasti aku minta buat bantu cek mengenai kesiapan di lapangan nanti. Jadi nggak papa kan kamu di depan?"

Merasa malu untuk menolak yang kedua kalinya Gianna pun memutuskan menyetujui arahan Salsa. Lagi pula ia adalah karyawan baru di sini. 

Semua tim yang bertugas meliput hari ini segera bergegas menuju lokasi masing-masing. Tim Gianna sendiri memberangkatkan dua mobil menuju liputan. 

"Pakai seatbelt nya, Gi."

Gianna menoleh, mengangguk pelan sebagai balasan, "Iya, Mas." mobil perlahan jalan. Suasana kali ini hanya menyisahkan kebisingan yang berasal dari keyboard laptop di tangan Rasti. Gianna berusaha untuk tetap duduk tegak di tempat, udara yang dingin serta kesibukan masing-masing membuat dirinya mulai merasa ngantuk. 

"Udah berapa tahun Gi kerja jadi jurnalis?" Satria membuka suara memecahkan keheningan. Gianna yang merasa namanya dipanggil langsung mengerjap dengan cepat. 

"Eh ... aku ... itu, Mas," Gianna mulai mendekatkan dirinya ke arah Satria, "Jangan bilang Pak Gavian sama Pak Samuel, ya?"

Lantas mendapatkan balasan tiba-tiba dari Gianna membuat Satria gugup, ia menyeritkan alisnya heran, "Kenapa emang, Gi?"

"Aku sebenarnya nggak ada pengalaman sama sekali di bidang ... jurnalis, Mas, hehehe."

"EKHEM."

"Bisik-bisik tapi yo suaramu itu segede toa, Gi ... Gi," Rasti menggelengkan kepalanya. 

"Beneran Gi? Tapi waktu makan bareng Pak Gavian kamu bilang udah pengalaman nulis berita dan artikel," sambung Salsa bertanya. 

"Sal ... Sal, kayak dulu lo nggak bohongin hrd aja," lanjut Satria lagi sambil tertawa kecil. 

"Mbak Salsa bohongin Mbak Dena juga?" sahut Gianna dengan tahan tawanya. Perusahaan macam apa ini? Sudah tertangkap basah dua orang membohongi hrd sekaligus, ya walaupun Gianna tidak sepenuhnya berbohong ... hanya saja ia menggunakan koneksi Willa di perusahaan ini. 

Salsa memutar bola matanya malas. Bukan maksudnya berniat untuk berbohong, memang Dena—selaku hrd sangat mudah untuk dikelabuhi, terlebih kala itu Media Indonesia masih berada di urutan terbawah. 

See U on The Next ProgressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang