Lembur bikin babak belur

97 85 7
                                    

"Kamu yakin naskah kamu ini sudah mencerminkan pengalaman jurnalistik selama dua tahun?"

Gianna mati membeku. Salah lagi salah lagi. Pasalnya ini sudah kedua kalinya ia mendapati revisi. 

"Masih ada beberapa kesalahan tanda baca, penggunaan kalimat yang terlalu bertele-tele sehingga mengulang point, juga masih belum sesuai dengan format berita Media Indonesia. Silahkan kamu revisi!"

"Baik, Pak, akan saya perbaiki segera," Gianna mengambil laptopnya kembali dari hadapan Gavian. 

Gavian berdiri sambil merapikan setelan jasnya, "Tolong seluruh tim redaktur lebih teliti lagi ketika memeriksa naskah berita. Saya tidak ingin perkembangan Media Indonesia menurun dalam mempublikasikan sebuah berita, sehingga hanya menyajikan artikel tidak jelas dan tidak sesuai dengan harapan pembaca."

"Saya ada urusan sore ini, bagi karyawan yang tadi saya minta untuk revisi, segera selesaikan progress naskah kalian! Saya akan kembali merecheck seluruh berita di pukul sembilan nanti. Khusus hari ini, semua tim redaktur pulang lebih lama untuk membantu saya recheck naskah ... serta saya ingin deadline perilisan berita terkait isu politik di unggah secepat mungkin, terima kasih."

AARGHH SETANNNN!!! Mendengar perintah Gavian yang menyuruh tim redaktur untuk lembur sudah dipastikan ia juga akan kena getahnya. Gianna mengacak-ngacak rambutnya frustasi, tidak ... tidak mungkin ia hampir gila berada di tempat ini. Sejujurnya ini sama sekali tidak masuk akal. Bahkan hingga pukul delapan lewat tiga puluh dua menit Gianna masih terus mengedit naskah berita. 

"Gi kamu yakin tah mau lembur?"

Dengan sisa tenaga dalam tubuhnya, Gianna mengangguk, "Tim redaktur lembur otomatis aku juga kena, Mbak, apalagi naskahku kena revisi terus."

Dari malam ke pagi ke siang ke malam lagi ... tidak ada satu pun waktu yang bisa ia lewatkan dengan tenang. Membayangkan bahwa inilah kenyataan yang akan dihadapkannya selama waktu yang belum ditentukan ke depan. 

"Telpon aku kalau butuh bantuan yo.Tapi aku kok bingung juga ya ... naskah kamu revisi terus padahal tadi udah nggak ada kesalahan sama sekali, format juga udah sesuai ketentuan perusahaan, opo sing masih kurang yo?" lanjut Rasti bertanya sambil merapihkan beberapa barang bawaannya ke dalam tas. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh menit untuk menemani Gianna merevisi, Rasti memutuskan pulang mengingat lokasi rumahnya yang sangat jauh dari kantor. 

"Aku bener-bener udah ditahap mentok bingung mau benerin bagian mana lagi, Mbak," pasrah Gianna pada keadaannya. Bahkan yang ingin sekali Gianna beritahukan kepada Gavian adalah pernyataan bahwa belum ada satu pun nasi yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. 

Rasti memeluk pundak Gianna dari belakang, ia menepuk-nepuk hingga memijit pelan—kasihan melihat kondisi anak baru itu. Entah sudah olesan freshcare yang keberapa kali Gianna gunakan, nyatanya itu tetap tidak efektif membantu meringankan bebannya. Sudah tidur tidak cukup, ditambah lembur di hari yang sama. 

Gianna menatap kepergian Rasti menuju ke luar, sekarang hanya tersisa dirinya sendiri di ruangan ini. Ya—hanya Gianna seorang!

"Mama Gianna mau pulang," monolog Gianna bersedih. 

***

"Gi, kamu bisa minta recheck sama Pak Gavian ya. Aku sendiri bingung kenapa dia selalu nganggap naskah kamu perlu revisi yang seharusnya naskah kamu udah bisa diupload jam satu tadi," Tasya menatap Gianna dengan ekspresi iba. Siapa yang tidak kasihan dengan kondisi Gianna saat ini? Hanya Gavian yang memiliki hati sesempit amal kebaikannya itu. Bahkan Tasya merasa bersalah telah memarahi Gianna pagi tadi. 

See U on The Next ProgressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang