Happy Reading
"Perlahan, kepingan itu mulai utuh. Lentera itu menyala, tak lagi redup. Sesenggukan mulai mereda dengan hadirnya tawa. Sepi itu berganti ramai yang menenangkan."
(Sabrina Anggraini)._________________________________
Malam ini dilanjut dengan meluruskan punggung alias rebahan seorang diri. Menatap langit-langit kamar dengan pandangan yang tidak dapat dicerna lancar.
Bosan menatap langit-langit, aku menoleh ke kantong kresek yang kini isinya tinggal setengah. Ternyata, ingatan yang tajam dan normal itu memang sepengaruh itu. Jika tidak, maka akan seperti ini, untuk mengingat satu orang saja rasanya rumit.
Aku bertekad bahwa besok adalah hari terakhir mengungkapkan semua kebenaran. Untuk tahap selanjutnya, biarlah nanti aku pikirkan lagi.
Entah, ini sudah pukul berapa. Mata ini rasanya berat, badan juga sedikit pegal-pegal. Oleh karenanya, aku terlelap dalam tidur malam yang sunyi.
***
Keesokan harinya, kami sekeluarga menjalankan aktivitas layaknya biasa. Kesibukan rumah, kantor, dan sekolah. Tentu yang terakhir itu adalah kesibukanku.
Aku membawa totebag yang berisi hal-hal penting bagiku yang sedang mengais masa lalu melalui kilas balik secuil. Mama tak bertanya sedikitpun tentang apa yang aku bawa, mungkin karena beliau terlalu sibuk mengomel. Tukang sayur datang terlalu siang hari ini. Akibatnya kami hanya sarapan nasi dengan telur dadar sebagai lauknya.
Beruntung, itu tidak berdampak pada jam berangkat sekolahku. Bisa-bisa, aku terlambat sekolah hari ini hanya karena Mang Budi—si tukang sayur.
Jalanan lengang membuatku semakin cepat sampai ke tempat tujuan. Aku segera meletakkan totebag itu ke dalam loker milikku, sambil berharap-harap cemas tidak ada yang mengetahuinya terutama Claudia.
Sebab, tak jarang ada loker yang dibobol oleh anak-anak nakal, bahkan ada yang dikerjai dengan meletakkan beberapa bangkai kecoak ke dalamnya.
Memastikan benda itu tenang di posisi yang nyaman, aku segera mengunci pintu loker itu kembali, melanjutkan perjalanan ke arah kelas.
Sesampainya di sana, tampaknya Ika sudah datang dan sedang menungguku, terlihat dari senyumnya yang sumringah kala melihatku.
"Pagi, Nana!" sapanya semangat."Pagi juga. Tumben, jam segini masih belum banyak yang dateng?" Keadaan kelas memang cukup sepi dari biasanya, semula hal itu membuatku heran, hingga berubah menjadi terkejut ketika mendengar jawaban Ika.
"Loh, kamu gak tau? Mereka kumpul di lapangan. Katanya, Claudia mau ngerayain ulang tahunnya Sultan di sana."
"Hah? Gila banget! Tapi, tadi gue lewat di lapangan, gak ada apa-apa tuh," sahutku.
"Kamu lupa, ya, kalo lapangan di sekolah ini tuh bukan cuman satu?"
Ah! Aku baru ingat kalau ada satu lagi lapangan di belakang gedung utama sekolah. Biasanya digunakan siswa untuk bermain basket atau futsal.
Tanpa menghiraukan pertanyaan Ika, aku menimpali dengan pertanyaan pula. "Terus, lo ngapain di sini? Gak ikut liat?"
"Kan, nungguin kamu dulu."
Aku pun mengangguk lalu mengajaknya ke sana sebelum bel masuk berdering.
Di sana, terdapat banner bertuliskan 'Sultan's birthday party' yang menyambut kedatangan pertama kali. Entah siapa yang menyulap lapangan serbaguna usang ini menjadi layaknya tempat pesta outdoor. Beberapa pernak-pernik dekorasi ditata sedemikian rupa untuk memanjakan mata anak-anak yang melihat. Terlebih, hal yang paling utama ada di tengah-tengah, sebuah kue bertingkat dua dengan ukuran cukup besar, bersamanya berdiri seorang Claudia berpenampilan berbeda hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Lonely
ChickLitSendiri itu ketenangan. Walau terkadang kesepian turut menghampiri, tapi nyatanya sendirian tetaplah memiliki arti kenyamanan yang tak pernah lepas dari diri seseorang. -Sabrina Anggraini. • • • Cobalah mencintai keramaian. Bergaul dengan banyaknya...