Pengkhianat

200 17 1
                                    

"Luka robek di kepala bagian belakang, luka menganga sepanjang 10 cm di perut bagian bawah, terdapat kaku berupa patah tulang leher, luka lecet di punggung tangan, diduga karena perlawanan yang dilakukan korban."

Pria setengah baya yang duduk sambil menyilangkan kedua kakinya itu menatap bergantian lembar visum yang tertera nama Ronald Sasongko Permadi di bagian atasnya dan sebuah foto TKP berisi tubuh bersimbah darah Jenderal Ronald yang tergeletak kaku di antara guguran daun-daun kering.

"Menyedihkan." gumamnya sebelum melemparkan lebaran kertas berisi data hasil visum yang baru saja selesai di bacanya kesembarang arah.

Seringai puas terlihat jelas di wajah tuanya. Raut penuh kemenangan itu membuat beberapa orang anak buahnya yang berdiri berjejer membuang nafas lega. Setidaknya mereka masih akan melihat matahari besok pagi, bukan.

Namun tidak dengan seseorang yang berpenampilan sedikit berbeda dari kebanyakan pengawal yang ada diruangan itu, pria yang sepertinya berada di pertengahan usia 20 tahunan itu berdiri tepat di depan sang pimpinan. Wajahnya menunduk, tangannya yang menyilang ke belakang saling meremas dengan kuat, peluh sebesar biji jagung juga tak henti membasahi pelipisnya.

"Kau melakukan kesalahan bukan?" suara serak karena usia yang menyapa indera pendengaran laki laki itu membuat seluruh tubuhnya bergetar hebat. Dia tahu betul tabiat orang yang dijuluki the shadow itu seperti apa. Dia tidak akan segan segan menghabisi siapapun yang berani menabur kerikil di pijakannya.

Dan sepertinya malam ini menjadi gilirannya, sebuah kesalahan kecil karena potongan sangkur yang ditemukan di TKP sepertinya cukup menjadi alasan kuat bagi orang itu untuk memenggal kepalanya.

"Kau tau aku tak suka dihalangi, kau tau aku benci seseorang mengganggu jalanku kan?" Pria tua bangkit dari kursinya, ekspresinya sudah kembali berubah menjadi bengis seperti biasanya, dia berjalan perlahan menghampiri si pecundang yang mungkin sudah mengompol dicelananya itu.

"Aku sudah membangun bisnis luar biasa ini selama puluhan tahun, tak akan kubiarkan duri sekecil apapun merusaknya!" tangan keriputnya yang berisi terangkat dan mencengkeram rahang laki laki di depannya dengan kuat, mengangkat wajah ketakutan itu agar mau menatapnya.

"Kau liat sendiri, kan? Betapa mudahnya aku melenyapkan si tua bangka sok pahlawan itu dengan kekuatanku. Itu akibatnya kalau seseorang berani mengusik apa yang sudah berada di dalam genggamanku." sorot mata tajam itu menatap lurus kearah si penakut, seolah ingin menunjukkan dominasinya yang tak terkalahkan.

"Bukankah sudah kukatakan padamu untuk menyingkirkan semua yang kau temukan di sana? Kenapa benda sialan itu malah berakhir di tumpukan barang bukti?"

Pria gemetar itu susah payah menelan salivanya, pikiran bahwa berita kematiannya akan tersebar di kilas peristiwa besok pagi terus menerus berputar dengan cepat di kepalanya. Hingga dia tak sadar bahwa the shadow sudah melepaskan cengkraman di rahangnya dan berjalan menjauh.

"beri dia pelajaran dan...berikan sayatan sayatan kecil di area yang tak terlihat tapi jangan sampai membuatnya tak bisa masuk ke kantornya besok pagi, aku butuh sampah ini menyelesaikan kesalahan yang dia buat sendiri!"

Satu perintah dari the shadow sontak membuat dua orang pria berjas yang sedari tadi hanya berdiri diam seperti patung seketika bergerak cepat dan langsung melayangkan pukulan pukulan keras ke perut pria itu, salah seorang dari mereka bahkan mengambil sangkur kecil dari sakunya dan mulai membuat sayatan di bagian dada dan lengan atas pria itu tanpa melepaskan kemeja biru yang dia kenakan.

"Bawakan aku potongan sangkur itu besok malam..."

"sekalian dengan hasil pemeriksaan sidik jari dari semua barang bukti yang ditemukan!" ucapnya sebelum berlalu meninggalkan ruangan besar mirip markas penjahat di film film hollywood itu, tanpa memperdulikan ringisan dan teriakan menahan sakit dari laki laki malang itu.

A SECRET [POOHPAVEL] ✅Where stories live. Discover now