28

119 13 14
                                    

POV INDRI

Mataku menatap lekat ke secarik kertas yang sedang ku pegang, membaca ulang kembali kalimat per kalimat yang tertera di kertas tersebut.

Aargghhtttt......

Ku remas kertas itu, lalu ku buang ke tempat sampah. Pikiran ku berkecamuk, apa ini keputusan yang tepat ?

Huuufftttt.. Aku menghela nafas kasar, lalu ku hempaskan tubuhku ke sofa dan berbaring di sana sambil menatap langit-langit ruanganku.

Tiba-tiba ingatan ku kembali ke waktu itu, aku ngga tahu kenapa malam itu rasanya hati ku sakit dan sesak. Padahal hari itu waktuku ku habiskan bersama Nata, bukankah harusnya aku senang ya tapi kenapa yang aku rasakan malah sebaliknya.

Bukannya tidak senang, tapi lebih ke sedih akhirnya jadi sesak dan sakit banget rasanya. Aku sendiri ngga paham sama perasaan aku ini, kenapa bisa seperti itu. Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya.

Apakah menyukai seseorang harus sesakit ini, tapi dengan yang sebelumnya aku suka namun ngga sesesak dan sesakit ini loh.

Apa aku harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya ? tapi poli apa yang tepat untuk permasalahan ku ini ?

Atau aku hanya perlu konsultasi ke seseorang, tapi siapa ?

Dewi ? ahh dia sibuk bucin sama Lisna.
Riri ? Bocil satu ini tidak bisa di harapkan.
Emil ? Ujung-ujungnya aku malah di interogasi balik sama dia, kaka suka sama siapa, kok kaka ngga cerita sama aku, padahal aku selalu cerita ke kaka.
Trixie ? Duh, agak ngeri-ngeri sedap kalau konsultasi sama dia, nanti yang ada malah memanfaatkan kesempatan.
Litha ? keliatannya dewasa sih, apa aku coba saja ya.

Akkhhhhhh, aku jadi kesal sendiri.

Lebih baik fokus ke pekerjaan aja deh, masalah hati dan perasaan nanti dulu. Toh Nata juga ada disini, dia selalu disini jadi ku rasa itu sudah lebih dari cukup dan aku akan baik-baik saja.

Semangaatttttt.....

Aku mengusap wajahku dengan kedua tanganku, untuk  menyadarkan ku agar tidak larut dengan kejadian waktu itu. Ada banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan, terlebih lagi masalah kantor, yang lagi-lagi surat Resign itu ku buat hanya untuk aku remas dan ku buang ke tempat sampah.

Aku bangkit dari tidur ku, mengubah posisi ku menjadi duduk bersandar di sofa. Ku ambil HP yang ku letakkan di atas meja, ku buka satu persatu notif yang masuk di HP ku.

Sedih, notif favorit ku tidak ada di sana. Tidak ada di barisan notif yang menumpuk di HP ku.

Tunggu, ada notif lain yang mengubah sedih ku menjadi bahagia. Tanpa sadar aku pun tersenyum melihat notif itu.

>> Saturn.us Litha >>

// Sent picture
// Makasih ya sudah mau bekerjasama dengan kantor ku.
/ Iya, sama-sama Litha. Semoga kedepannya kita bisa kerjasama lagi ya.
// Hehehe siap Ndri.

Notif dari Bank memang yang terbaik sih, oh iya tolong bisa di bedakan ya terbaik dan terfavorit.

Kerjasama dengan Litha sudah selesai, sekarang tinggal atur untuk gathering. Untuk tempat aku sudah dapat, namun untuk waktunya aku berencana mengambil di bulan itu. Aku berharap teman-teman yang lain bisa di tanggal yang sudah ku tentukan itu.

Haruskah aku share di group sekarang ?

Ku urungkan niatku itu, toh besok juga pada datang ke studio. Jadi biar besok saja ku infokan ke teman teman yang lain.

Lebih baik sekarang aku mengistirahatkan badan ku ini, besok jangan sampai bangun kesiangan. Aku harus pergi berbelanja dulu untuk mengisi kulkas ku dengan banyak kopi dan cemilan.

why ?? (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang