09.

175 110 175
                                    

Suasana kelas X-IPA 3 pagi ini tampak ramai. Belum ada tanda-tanda Pak Agus -guru matematika yang terkenal killer- akan masuk kelas, sehingga para murid bebas melakukan aktivitasnya masing-masing.

Ada yang bermain game online, mengobrol, bersua foto, menonton film, scroll IG, bemain TikTok, bahkan ada yang makan di kelas dan membuat para anak laki-laki berebut untuk mengambil makanannya.

Disisi lain kelas Adena terlihat fokus bermain game online, tak lupa ia memakai headset nya tapi hanya sebelah karena sebelahnya lagi sudah putus.

Memangnya pernah jadian?

Sementara y/n yang berada di sebelahnya tengah tertidur dengan hoodie biru kesayangannya yang ia lipat sebagai bantalan.

"ITU LIAT BAWAH! PADA BUTA MAP APA GIMANA SIH?!"

"JANGAN MENCAR WOI!"

"ET, DARK SYSTEM NIH NYUSAHIN BENER!"

Monolog Adena ribut sendiri. Sesekali ia terlihat memukul mejanya dan menghentak-hentakkan kakinya karena merasa kesal, membuat y/n yang berada di sebelahnya merasa terganggu.

"Buset dah! Berisik sama ga bisa diem banget sih lo kaya ayam betelor aja!" ujar y/n kesal sembari mengucek kedua matanya.

"Biarin! Daripada lu tidur mulu kerjaannya!" Adena melempar tasnya ke y/n. Bukannya marah, y/n justru mengambil tas milik Adena sebagai tambahan bantalan dan kembali melanjutkan tidurnya.

Adena melotot, "Heh, bangun! Ayo mabar sini, malah lanjut tidur!"

"Nanti aja, masih ngantuk gua," jawab y/n tanpa mengindahkan Adena yang terus menggoyang-goyangkan bahunya.

"Ah, teler banget sih lu!"

Tok! Tok! Tok!

Terdengar pintu kelas diketuk dari luar, tak berselang lama muncul sosok Pak Agus dari balik pintu dan berjalan masuk dalam kelas. Para murid terlihat kelabakan berlarian kembali ke tempat duduknya masing-masing. Ruangan kelas yang tadinya ramai mendadak menjadi hening karena kedatangan Pak Agus.

Adena yang tadi juga ikut menyadari kedatangan Pak Agus langsung menarik kasar headset nya dan berhenti bermain, ia segera menyembunyikan handphone miliknya ke dalam kolong mejanya dengan segala umpatannya.

"Kirain jamkos, baru juga main satu match!" gerutunya kesal.

Sementara y/n berusaha untuk menegakkan duduknya, menyadarkan dirinya yang masih belum sadar penuh karena masih mengantuk. Y/n tertunduk tanpa sadar, ia sesekali juga terlihat tampak menguap.

"Selamat pagi anak-anak semua!"

"Pagi Pak!"

"Sebelum kita memulai pelajaran, saya ingin mengenalkan siswa baru yang akan bergabung dengan kelas kalian."

Pak Agus seperti terlihat sedang mempersilakan seseorang untuk masuk ke dalam kelas.

"Anak baru? Jangan bilang yang pindahan dari Bandung itu lagi?" monolog Adena yang melihat ke depan kelas sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Karena rasa penasaran y/n yang besar, ia pun mendongak melihat ke depan kelas dengan mata yang masih terkantuk. Gadis itu kembali mengucek kedua matanya, berharap agar pandangannya bisa kembali jelas.

Sebelumnya memang sudah terdengar desas-desus bahwa akan ada kedatangan anak baru, pindahan dari SMA Bandung. Namun, y/n dan Adena tak menyangka bahwa anak baru itu akan masuk ke kelas mereka.

Tak lama, muncul sesosok anak laki-laki dengan perawakan yang cukup tinggi dan—lumayan tampan? Ah, menurut y/n anak laki-laki itu lebih cocok disebut manis daripada tampan.

"Silakan perkenalkan diri kamu di depan teman-teman barumu."

Anak baru itu terlihat menoleh dan mengangguk singkat pada Pak Agus, sebelum akhirnya kembali melihat ke depan.

Ia tersenyum kecil, "Halo semua, gue Na Jaemin, biasa dipanggil Jae. Semoga kita bisa berteman baik."

Terdengar banyak bisikan-bisikan kagum yang keluar dari para siswi. Mereka nampak terpana melihat ketampanan—atau mungkin senyum manis Jaemin? Entahlah.

"Baik, sekarang silahkan kamu duduk di bangku yang kosong."

Bangku kosong yang tersisa di kelas hanya ada di pojok belakang kanan kelas, tepatnya terletak dibelakang bangku y/n dan Adena.

Biasanya bangku itu dipakai y/n dan Adena sekedar untuk bersantai, menonton film bersama, dan melakukan hal mengasyikkan lainnya. Bisa dibilang bangku itu adalah bangku 'kedua' y/n dan Adena.

Anak baru yang bernama Jaemin itu kembali menoleh dan mengangguk singkat pada Pak Agus sebelum akhirnya berjalan menuju bangku kosong yang dimaksud.

"Y/n!" seru Pak Agus tiba-tiba, membuat y/n yang sedang tidak fokus terperanjat kaget. Bahkan hampir seluruh isi kelas memandanginya sekarang, membuatnya semakin merasa tak karuan.

"I-iya pak?"

"Dikarenakan Jaemin yang masih belum memiliki buku dan posisi duduk kalian dekat, untuk sementara waktu kamu berdua dengan Jaemin. Apa kamu merasa keberatan?"

Oh, tidak. Lihat bagaimana para siswi memandangi y/n sekarang. Mereka tampak terlihat berbisik-bisik, jelas tidak suka dengan itu. Y/n yang menyadarinya berusaha untuk tidak ambil pusing.

"Baik pak, saya tidak merasa keberatan."

Y/n segera mengambil buku paket matematika yang cukup tebal dari dalam tasnya. Disisi lain, Adena tampak terlihat cekikikan. Y/n yang melihatnya sontak mendorong bangku Adena dengan menggunakan kakinya saat ingin keluar untuk pindah ke meja Jaemin.

Sepertinya ini akan menjadi bahan ledekan Adena untuk y/n selama beberapa waktu ke depan.

"Baik anak-anak, sekarang bapak akan menjelaskan materi terbaru. Silahkan buka halaman 127," perintah Pak Agus sembari terlihat menulis beberapa rumus matematika.

Dengan segera y/n langsung membuka buku paketnya dan mencari halaman yang dimaksud. Ia lalu menggesernya ke tengah meja agar Jaemin juga bisa melihatnya.

Canggung.

Kalimat itu cocok untuk menggambarkan situasi yang dialami oleh y/n sekarang ini. Ia berusaha fokus melihat dan mendengarkan penjelasan dari Pak Agus.

"Thanks, and sorry udah bikin repot," ucap Jaemin, melihat tepat ke arah y/n.

"Ah, iya gapapa kok."

Jaemin terlihat tersenyum manis padanya. Y/n yang melihatnya pun entah mengapa tiba-tiba seakan merasa seperti tidak asing dengan senyuman itu.

♡♡♡

My Brother's ENHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang