Abshari Nuria Rahmatiani
20 Tahun
"Terima kasih Matthew, maaf aku terlalu kekanak-kanakan"
Ikrar Sastra Yogiswara
20 Tahun
"Beneran sakit, kan?! Bego banget Sastra!"
***
Nuria terbangun kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya masih terasa pening tapi dia tahu kalau saat ini dia berada di rumah sakit. Setelah dia merasa kepalanya bisa diajak kompromi, dia berangsur bangun dan mendapati papanya tertidur di kursi berbantalkan tempat tidurnya. Nuria merasa kasihan, papanya pasti tidak tidur dengan baik dan pasti sangat khawatir dengan keadaannya.
Nuria terus memandangi papanya sampai seseorang masuk ke kamarnya, "Nuria, akhirnya kamu bangun juga." Ternyata itu adalah Jaira sepupunya bersama dengan ibunya, Tira.
"Kepalamu masih pusing?" Tira mendekati anak sepupunya itu kemudian meraba kening Nuria, memastikan kalau anak itu tidak demam.
Jaya juga terbangun akibat gangguan di sekitarnya dan ketika melihat mata Nuria telah terbuka, dia berubah panik, "Sayang, apa yang sakit? Kepalanya masih pusing atau ada yang kamu mau?"
Nuria menatap wajah lelah papanya, "Maaf yah pa, Nuria buat papa khawatir." Gadis itu sadar sebenarnya kalau kelakuannya ini terlalu kekanak-kanakan.
Papanya langsung memeluknya, "Jangan seperti ini lagi yah sayang, papa rasanya ingin mati saat tahu kamu tidak pulang bareng supir. HP kamu tidak bisa dihubungi juga tidak ada yang menemukan kamu di kampus. Papa nggak tahu harus berbuat apa kalau Matthew tidak temuin kamu hari ini."
"Matthew?" Masih dalam pelukan papanya, Nuria menatap Jaira meminta penjelasan.
"Iya, Matthew ikutan cari kamu setelah aku hubungi dia tanyain apa kamu masih di kampus apa nggak. Hari ini dia ada seleksi basket untuk mahasiswa baru jadi aku kepikiran buat hubungi dia tapi katanya sudah tidak ada siapa-siapa di kampus. Nada suaranya panik banget waktu tahu kamu belum pulang makanya dia ikut cari juga," jelas Jaira panjang lebar.
"Terus Matthew mana?" Nuria harus tahu bagaimana Matthew menemukannya dan dia harus berterima kasih juga.
"Nanti Matthew ke sini, dia makan dulu, kamu juga harus makan yah, sayang." Papanya mulai mengurus Nuria dengan telaten membuat ulasan senyum di bibir Nuria.
Selesai Nuria makan ternyata Matthew juga sampai di kamarnya, "Matthew, bisa tolong om buat jagain Nuria? Om sama Jaira mau pergi makan sekalian antar tante Tira pulang," minta papanya Nuria.
"Oh iya bisa kok om." Matthew setuju-setuju.
Tak lama di ruangan itu sisa Nuria dan Matthew saja, "Terima kasih karena sudah tolongin aku. Aku nggak tahu kalau kamu nggak temuin aku, aku bakalan kayak bagaimana."
"Sama-sama Nuria, lain kali jangan begitu lagi. Kamu kalau butuh diantar pulang atau lainnya boleh banget kok telepon aku." Nuria tersenyum mendengar penawaran Matthew.
Lama mereka kembali terdiam, "Kamu kenapa bisa tahu aku ada di dekat makam mama?" tanya Nuria penasaran.
"Aku habis antar temannya keponakan aku sambil nyari kamu juga. Aku sadar kalau daerah itu dekat pemakaman mama kamu, aku berharap kamu memang di sana, untungnya memang di sana," cerita Matthew.
"Kalau kamu nggak ketemu aku di sana, sia-sia dong sampai jauh begitu." Nuria tertawa.
Tapi berbeda dengan Matthew, "Tidak akan sia-sia kalau itu tentang kamu, Nuria."
***
Sastra menyambangi kelas seniornya itu, dia menyapu pandangannya ke seluruh kelas itu tapi tidak menemukan yang dia cari. Hal itu tertangkap di mata senior-seniornya yang bingung kenapa junior ini celingak-celinguk depan kelasnya. Sastra menyadari hal itu jadi dia menghentikan aktivitasnya wara-wiri depan kelas senior tersebut.
Sastra menghela napas panjang, "Sastra! Aku panggilin nggak dengar loh." Lodya datang menyadarkan Sastra.
"Sorry Ya, ada apa?" Terlihat sekali di mata Lodya kalau Sastra sepertinya kurang tidur.
Baru saja Lodya ingin mengeluarkan kata-kata, "Kak Jaira!" teriak Sastra.
Gadis yang sedang berjalan menyusuri koridor akhirnya berhenti karena namanya di panggil, "Si junior rese? Ada apa?" Lodya langsung saja mengenali Sastra.
Awalnya Sastra menggaruk kepalanya, "Nuria nggak masuk yah kak?" Akhirnya dia berani bertanya juga.
Jaira menatap Sastra bingung, "Iya, kenapa?" Agaknya tidak suka Sastra bertanya tentang Nuria.
"Nuria sakit yah?" Semakin shock Jaira dengan tebakan Sastra.
"Kamu peramal yah?" Pertanyaan itu tidak dihiraukan Sastra, sakitnya Nuria lah yang ada di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi-Sisi Dewi (Mini Fiction)
RomanceAku mungkin terlahir sebagai anak yang kurang beruntung di muka bumi ini. Aku terlahir sebagai anak yang merenggut nyawa ibuku, untung saja ayahku sangat mencintaiku. Sampai aku dewasa, kehidupanku berjalan hanya dari beberapa surat yang aku dapatka...