09. [ Pulang? ]

8 1 0
                                    

Setelah lama berdzikir, akhirnya mbah Datok bangkit dari tempatnya. Sudah satu jam lebih mereka berdzikir setelah sholat dzuhur. Sampai di antara mereka ada yang tertidur juga. Aldi juga sudah merasa bosan . Ia hendak keluar, namun di cegah oleh mbah Datok " ojo ono seng lungo!! " begitu kata mbah Datok, ketika Aldi sudah bangkit dari tempatnya. Ia pun mendesah, lalu kembali ke tempatnya semula dengan terpaksa.

Mereka berempat pun bisa bernafas lega setelah mbah Datok bangkit dari tempatnya. Mereka pun mengikuti mbah Datok sampai ke ruang tamu. Sesampainya di sana, mbah Datok langsung bergeleng geleng kepala, dan betolak pinggang. Dan berkata " wes wes, bocah kok koyo ngene! " keluhnya. Ia pun menempelkan kembali bantatnya ke bantal kursi.

" Hai bangun " Gibran mencabik tangan Gevano dan Devano. Mereka pun terbangun semua, dan shok ketika melihat mbah Datok sudah di atas mereka. Mereka pun langsung bangkit dari tidurnya, lalu duduk dengan tegak.

" Kenapa nggak bangunin dari tadi...!! " bisik Gevano di telinga Gibran.

" Kita Ajah baru dateng " jawab Gibran.

" Lapo iku ?kok bisik bisik!! " celetuk mbah Datok. Gibran dan Gevano menjawab dengan senyuman malu.

" Tempat iki gak aman nggawe kue kabeh,muleh o teko kene, sedurunge bongso ngono do ngamok!! " tekan mbah Datok. Kening mereka pun mengerut semua.

" Sekarang mbah? " beo Devano dan Aldi.

" Hiyo! Ke pengen di ganggu maneh?!! " tegas mbah Datok.

" Apa sebaiknya nanti pagi saja mbah,kalau sekarang, kita nggak bisa " bantah Gibran dengan sopan.

" Tek rak iso gene?!! "

" Nanti pulangnya kemalaman mbah, butuh waktu setengah hari untuk sampai di jakarta " jawab Gibran.

" Yo wes tak ngono, bengi iki, nyinep nek omahku wa e. Nek kene akeh penunggune "ungkap mbah Datok. Mereka langsung membulat matanya, setelah mendengar pernyataan ini . Bulu kuduknya pun kompak berdiri semua.

" Nboten nopo nopo mbah? " tanya Aldi.

" Iyo, ayok nek omahku wa e. Kue durong do mangan to...? " mbah Datok pun berdiri dari tempatnya, lalu mengajak mereka keluar dari rumah tua itu. Gibran juga tak lupa untuk mengunci pintunya terlebih dahulu sebelum pergi.

Rumah tua yang mempunyai tiga pintu depan, di bagi menjadi tiga pintu. Yaitu pintu tengah, pintu kanan, dan pintu kiri. Yang menjadi ciri khas rumah adat joglo. Yang mempunyai arti Tata letak pintu ini melambangkan kupu-kupu yang sedang berkembang dan berjuang di dalam sebuah keluarga besar. Selain itu, filosofi dari pintu rumah yang ada di tengah adalah keterbukaan dan kedekatan antara penghuni rumah dengan tamu.

Empat tiang penyangga adalah gambaran kekuatan dari empat penjuru mata angin. Oleh karena itu, masyarakat meyakini bahwa berlindung di Rumah Joglo dapat menghindari ketika ada bencana datang.

Atap yang lancip, menggambarkan dua gunung yang menjadi ciri khas rumah itu tersendiri .

Mbah Datok mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumahnya. Tasya dan Safira merasa aneh dan takut. Rumah ini jauh dari kata layak. Terlihat sudah tua renta . Bahkan, kayu yang sudah kropos, bisa di lihat dengan jelas. Rumah ini juga terlihat lebih angker dan menyeramkan dari rumah penyinapan.

Itu adalah pandangan Tasya dan Safira saat pertama kali melihat rumah mbah Datok. Akan tetapi, setelah mereka masuk, firasat yang buruk di otak mereka, seketika menghilang. Suasananya jauh dari firasatnya. Terasa adem dan tentrem di dalam rumah. Kalau pun tak ada angin, tapi mereka merasa sejuk nan segar. Ketakutan mereka langsung hilang. Maka dari itu, kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Siapa tahu, dalamnya ia adalah orang baik. Begitulah kata pepatah.

Perang Dua Alam  [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang