08.[ Terungkapnya ]

6 1 0
                                    

Keesokan harinya.....

Semua orang sudah berkumpul di ruang tamu untuk sarapan pagi. Dengan roti selai dan susu putih. Hanya tersisa Safira dan Devano saja yang tidak ikut sarapan . Mereka berdua sedang tidur di kamar masing masing. Akibat kejadian semalam, mereka jadi tidak bisa tidur sampai pagi. Masih trauma dengan mimpinya. Teman temanya juga tidak tega untuk membangunkan mereka. Biarlah ia istirahat hari ini. Begitu kata Gibran.

Selesai sarapan, mereka akan ke tempat kejadian.

" Kalian, berdua, di sini jaga Devano dan Safira ya, takutnya, mereka kenapa napa lagi, nanti kalau ada apa apa, kalian tinggal telfon saja " ucap Gibran kepada Gevano dan Tasya. Merekalah yang dekat dengan Safira dan Devano . Oleh sebab itu, Gibran memilih mereka untuk diam di rumah.

" Iya Gib " jawab Gevano. Tasya hanya memangguk pelan, dengan senyuman tipis.

" Kita berangkat dulu " pamit Gibran. Caca, Galuh, dan Aldi, ikut keluar bersama Gibran.

" Kalian juga hati hati di sana " pesan Tasya. Mereka sudah berada di depan pintu utama. Hendak keluar dari rumah.

" Iya " jawab mereka kompak. Setelah ke empat temanya pergi, Tasya pun masuk ke dalam rumah di ikuti Gevano dari belakang. Ia juga tak lupa untuk mengunci pintunya. Takutnya, ada seseorang yang masuk.

" Lo temenin Devano di kamarnya gih " printah Tasya.

" Iya, gue juga tahu " jawab Gevano dengan sewot.

" Sante kali " cetus Tasya. Gevano tak meladeninya, ia langsung masuk ke kamar Galuh yang di tempati Devano.

" Nanti kalau dia bangun, kasih minum sama sarapanya " ucap Tasya. Ia berada di ambang pintu kamarnya.

" Iya " jawab Gevano pelan. Ia menatap nanas keadaan Devano pada saat ini.

" Dev, kalau saja, gue nggak nyuruh lo pipis di sana, mungkin lo nggak akan seperti ini, gue minta maaf ya... Gue nggak bisa jadi abang yang baik untuk lo " katanya. Ia meraih lembut tangan kanan Devano, dari atas dadanya, lalu menciuminya. Ia juga tak sengaja meneteskan air matanya dengan perlahan.

Gibran

Mereka berempat sudah sampai di tempat tujuan. Lebih tepatnya, di tepi air terjun. Mereka berhenti tepat di batu batuan air terjunya.

" Kita mau cari bukti kaya apa Gib ? " tanya Aldi. Ia menggaruk nggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

" Kita cari tahu, penyebab mereka terkena gangguan " jawab Gibran.

" Kita mencar ajah kalau gitu " saran Galuh.

" Jangan !! , kita cari bareng bareng, tidak boleh ada yang memencar. Takutnya, ada apa apa lagi. Cukup di sekitaran sini sajah " sanggah Gibran. Mereka pun memangguk pelan.

" Kita jangan di sini, sekitaran sana sajah... " usul Caca. Ia menunjuk ke dalam hutan .

" Benar, kita nggak akan dapet apa apa, jika di tepi sungai ini " sahut Galuh.

" Baiklah kalau begitu " jawab Gibran. Mereka pun berjalan, ke belakang, mencari jawaban atas kejadian kemarin.

Di tengah keseriusan mereka mencari, ada sosok orang yang memanggilnya dari belakang.

" Heh, lapo kue do nek kono? " teriak kakek kakek paruh baya,yang kelihatanya, usianya sudah menginjak tujuh puluh tahun ke atas. dari belakang mereka. Secara bersamaan, mereka memutar badanya.

Ia adalah sosok kakek kakek yang berambut panjang, nan putih. Badanya sudah agak membukuk, janggutnya juga panjang dan beruban. Ia menatap tajam keberadaan mereka.

Perang Dua Alam  [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang