“Gue minta maaf, seandainya gue emang egois”
-ASKA-~Happy Reading~
Beberapa orang berseragam khusus memasuki sebuah ruangan, langkah mereka rapi dan teratur, dengan beberapa hidangan enak dan mewah di tangan mereka.
Deretan menu enak tersebut tersaji dengan rapi di atas meja, dihadapan orang-orang dengan status sosial yang tinggi.
Para pelayan yang masuk tadi menunduk hormat setelah dipersilahkan untuk pergi, meninggalkan orang-orang tersebut menikmati makanan mereka.
"Areas, dimana Axel? Kenapa anak itu belum sampai juga?" Sosok pria tua yang duduk di tengah memulai protes nya. 30 menit merupakan waktu yang berharga hanya untuk pertemuan yang agendanya saja tidak diketahui.
Areas yang awalnya sibuk dengan si bungsu pun menoleh, "bukankah Erick sudah mengatakan bahwa Axel sedang dalam perjalanan kemari."
Pandangan Areas kembali pada putranya, senyumnya muncul kala melihat bagaimana lahapnya sang anak memakan kue yang ia berikan tadi.
Samuel menghela nafas, "akhir-akhir ini Axel terus membuat kesalahan, kamu sudah memberinya peringatan, 'kan?"
Areas mengangguk, "sudah Pa."
"Beritahu lagi dia nanti," ujarnya tegas. "Arsha, hubungi adik mu untuk segera."
Arsha mendengus pelan hingga sang sepupu, Archie menyenggol lengan nya. Menunggu hampir satu jam memang sebuah kesalahan telak, apalagi untuk keluarga mereka yang memegang teguh, waktu adalah emas.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu."
Suara seseorang yang mereka tunggu membuat semua menoleh. Pria itu tampaknya habis berlari, dilihat dari hembusan nafas yang tidak teratur.
"Kami hampir menginap disini jika kamu belum juga datang," Samuel tertawa pelan sambil menyeruput teh miliknya.
Axel tahu kalimat dan tawa itu bukan candaan, tapi sebuah sarkas yang ditunjukkan untuk menyindir dirinya. Ia terlalu hapal luar dalam perihal ini.
"Maaf, Opa." Pria itu kembali meminta maaf sebelum akhirnya mengambil tempat disebelah Archie yang tersenyum mengejek padanya.
"Jadi, hal penting apa untuk pertemuan malam ini sepupu?" Archie merangkul pundak Axel, bertanya mewakili orang-orang di sana.
Axel menoleh, "yang pasti lo bakal diem sepanjang pertemuan ini." Rangkulan itu terlepas setelah Axel menghempas pelan tangan sang sepupu.
"Wajah kamu tidak sesuram biasanya Axel. Apa kamu berhasil memenangkan tender itu?" tanya Arsan.
Axel menggeleng, "kurang tepat, berita kali ini lebih daripada itu." Diraihnya cangkir kopi yang ada di depannya.
Axel mengeluarkan sesuatu dari balik jas nya, memamerkan selembar foto pada keluarganya.
"Aska, masih hidup," ujarnya dengan lantang sembari menaruh foto tersebut di atas meja.
Deg
Prangg
Sendok kecil itu terjun bebas dari tangan Arka, kekuatan untuk menggenggam sesuatu seolah hilang ketika kalimat itu keluar dari mulut Axel. Matanya memandang kosong ke depan.
Semua orang bahkan membeku di tempat, menatap tidak percaya pada putra kedua Areas itu, kecuali Arsha. Waktu seakan berhenti di ruangan tersebut, mereka sibuk mencerna kalimat yang seperti sebuah kemustahilan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASKA (New Version)
Teen FictionBebas, kata yang mendeskripsikan serta populer dalam diri Aska. Dimana dia bebas melakukan apa saja dalam hidupnya tanpa ada kata aturan terselip disana. Tentu banyak yang ingin seperti Aska yang hidupnya bebas dari kata aturan, bebas melakukan kena...