10.| proximity

52 28 19
                                    

Jam istirahat siang selalu menjadi waktu yang dinanti Yoram. Biasanya, dia akan menghabiskan waktu di perpustakaan, tempat di mana ketenangan selalu menjadi pelarian dari hiruk pikuk sekolah. Hari itu, seperti biasa, ia memutuskan untuk menyendiri di pojok perpustakaan, ditemani tumpukan buku dan suara pelan kipas angin yang berputar di sudut ruangan.

Namun, tanpa disadari, ada seseorang yang telah lebih dulu menempati meja di samping jendela tempat favoritnya. Kenzo. Di balik bayangan yang dilemparkan oleh tirai gorden yang bergerak lembut akibat tiupan angin, wajah Kenzo perlahan terungkap. Cahaya matahari siang yang menembus jendela memberi siluet lembut pada wajahnya, membuat raut wajahnya tampak lebih tenang dan serius, tenggelam dalam dunia buku yang ia pegang.

Saat mata mereka bertemu, waktu seakan berhenti. Dalam sekejap, perpustakaan yang biasanya penuh dengan kesunyian mendadak terasa penuh dengan keheningan yang berbeda, seolah-olah hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Detik-detik berlalu, namun tidak ada yang bergerak. Yoram, yang awalnya merasa jengah, tiba-tiba merasa dadanya berdebar, bingung dengan perasaan yang tiba-tiba muncul.

Merasa canggung dengan situasi itu, Yoram hendak berdiri, tapi sebuah suara menghentikannya.

"Woi, Yoram," suara Kenzo memecah keheningan dengan nada yang tak terduga, seolah-olah mereka berdua baru saja melanjutkan percakapan yang tertunda.

Yoram menoleh dengan ekspresi campur aduk antara kesal dan terkejut.

"Apa sih! Bilang gak suka diganggu,"
ucapnya, meski dalam hatinya, ia tidak benar-benar marah. Ada sesuatu dalam nada suara Kenzo yang membuatnya bingung—sebuah permintaan maaf yang tersirat, sebuah harapan untuk diperbaiki.

Kenzo menatap Yoram dengan mata yang dipenuhi penyesalan.

"Maaf soal yang tadi pagi," ucapnya lirih, tak ingin menimbulkan kegaduhan di perpustakaan.

Yoram terdiam sejenak, merenungkan permintaan maaf itu. Kenzo, yang biasanya tampak begitu tak acuh, kini terlihat tulus. Momen ini terasa begitu langka, dan tanpa sadar, Yoram merasa hatinya melunak. Dengan suara yang lebih lembut, ia menjawab,

"Sudahlah, aku juga salah. Kita lupakan saja."

Perbincangan mereka pun berlanjut, semakin lama semakin hangat. Mereka berbicara tentang banyak hal—dari buku yang sedang dibaca, hingga rencana untuk akhir pekan. Hingga pada akhirnya, dengan senyum yang sedikit malu-malu, Kenzo mengajukan pertanyaan yang tak disangka-sangka,

"Minggu ini, mau jalan-jalan sama aku?"

Yoram hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hati kecilnya bersorak, namun wajahnya berusaha tetap tenang.

"Boleh juga," jawabnya singkat, berusaha menutupi rasa senangnya yang mulai merayap.

Saat percakapan mereka semakin dalam, pintu perpustakaan berderit pelan, dan Jay, sahabat Yoram, melangkah masuk. Ia melirik ke arah meja di mana Yoram dan Kenzo duduk bersama. Tanda tanya besar terbersit di benaknya. Ia tahu ada sesuatu yang berbeda hari ini.

"Oke baik lah aku pergi dulu"Kenzo pun pergi saat hendak keluar Kenzo berpapasan di pintu masuk

Jay berkata "kenapa Lo dekati yoram"

"Siapa yang mau deketin cewek orang, gw cuman minta maaf, Kenapa Lo cemburu iya sorry, oh weekend ini gw mau jalan bareng dia, Lo gak marah kan"

"Apa! Jalan"

"Iya kenapa, Lo takut iya gw rebut cewek lu?"

"Apa?!"

" Lo jangan khawatir, dia bukan tipe gw, lagian gw gak pergi berdua kok ada Selena, ada Raka dan juga lex, kalo Lo mau ikut, ikut aja. Dah gw laper mau ke kantin dulu"

scream in loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang